Little Man
8. QUARTER LIFE CRISIS
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

91. INT. RUMAH - KAMAR BUDI - NIGHT

Budi sedang duduk di kasur sambil sibuk mengetik sesuatu di netbooknya. Tiba-tiba Laras membuka pintu kamar Budi.

Budi melihat Laras. Laras berjalan mendekati Budi. Laras penasaran melihat yang dikerjakan Budi di netbooknya.

LARAS

Lagi ngerjain apa, Mas?

BUDI

Lagi ngerjain tugas.

LARAS

(Mengangguk)

Oh.

Laras lalu duduk di samping Budi.

LARAS (CONT'D)

Pasti lagi ngerjain skripsi ya?

BUDI

Nggak.

LARAS

Bukannya kalau mahasiswa itu ada skripsi-skripsian ya?

BUDI

Iya, Ras. Tapi masih tahun depan.

LARAS

Cepet ya, Mas. Eh kuliah seru ga sih?

BUDI

Seru kok.

Budi menutup netbooknya, lalu berbalik ke arah Laras.

BUDI (CONT'D)

Kamu serius mau menikah?

LARAS

Iya.

BUDI

Kamu yakin? Kamu siap nikah muda?

LARAS

Iyaaa. Tenang aja kali. Dia anaknya baik dan pengertian. Dia bos aku.

BUDI

Tua dong?

LARAS

(Ketawa)

Ya, nggak lah. Masa nikah sama aki-aki. Dia masih muda, baru lulus kuliah juga.

BUDI

Bukan cuma karena kaya, kan?

LARAS

Nggak kok.

Budi mengangguk.

LARAS (CONT'D)

Mas, pengen nikah juga habis ini?

BUDI

Ya nggak. Cuman kamu ga mau ngejar masa depan kamu dulu?

LARAS

Justru itu, Mas. Aku nikah sama Faruk karena dia mau nguliahin aku. Jarang tau nemu cowok kaya gitu. Mas sendiri belum punya pacar?

BUDI

Ah, apa sih. Tanya aneh-aneh.

LARAS

Oalah, pantesan. Makannya cari pacar! Biar ga serius melulu.

BUDI

Emangnya ada cewek yang mau sama cowok miskin?

Laras pergi dari kamar Budi.

LARAS (O.S.)

(Tertawa)

Ya banyak lah. Asal miskinnya jangan kelamaan. Dah, aku mau tidur dulu.

Budi meringis.

Budi menyalakan HP-nya, membuka Instagram, lalu mencari akun "Liaaa" di pencarian.

Budi melihat postingan terbaru Lia. Foto Lia bersama Danang, Alvi dan Clara dengan pakaian formal sambil mengenakan masker.

Lengkap dengan caption "15 days of intern with besties".

Budi terlihat gelisah setelah melihat postingan Lia. Tiba-tiba kucing putih naik ke kasur Budi. Budi yang sedikit gelisah sedikit senang melihat kucing putih di sampingnya.

BUDI

Niko?

92. EXT. GUBUK - NIGHT

Budi sedang mengetik di netbooknya ditemani Niko yang duduk di sampingnya. Budi mengetik dengan gelisah.

KUCING PUTIH

Kamu ngetik apa?

BUDI

Naskah.

KUCING PUTIH

Lagi nulis bagian yang menyedihkan, ya?

BUDI

(Tanpa ekspresi)

Justru ini bagian yang seru.

KUCING PUTIH

Tapi wajahmu?

BUDI

Cuma lagi banyak pikiran.

KUCING PUTIH

Mikir apa?

Budi berhenti mengetik, menghembuskan nafas berat.

BUDI

Aku gak ngerti apa yang kulakukan sekarang.

KUCING PUTIH

Nulis novel, kan?

BUDI

Ya. Aku gak ngerti. Apakah jadi penulis impian yang tepat?

KUCING PUTIH

Tapi itu mimpimu, kan?

BUDI

Tapi bahkan mahasiswa sastra yang lain ga ada yang bener-bener pengen jadi penulis.

KUCING PUTIH

Hanya karena mereka punya tujuan beda bukan berarti impianmu ga masuk akal.

BUDI

Tapi aku ga punya teman. Aku juga ga punya koneksi. Gimana kalau selama ini aku terperangkap sama pikiranku sendiri?

KUCING PUTIH

Bukannya justru bagus bisa memiliki pikiran sendiri. Apa kamu ingin jadi pengekor kaya teman-teman kamu?

BUDI

Aku cuma ga yakin.

(Beat)

Aku belum siap ngadepin masa depan. Aku takut selama ini aku cuma membuang waktuku. Tapi aku nggak tahu hal lain selain menulis. Aku nggak paham tentang pekerjaan yang lain dan --

KUCING PUTIH

Fokus saja sama apa yang ada sekarang. Kalau sudah punya pilihan, cukup genggam pilihan itu. Pada akhirnya kan semuanya harus memilih. Bahkan kuliah saja kamu harus memilih jurusan, bukan?

BUDI

Kamu yakin aku bisa sukses ke depannya? Seperti harapan semua orang?

KUCING PUTIH

Kenapa nggak? Bermimpi itu bukan kesia-siaan Budi. Kamu cuma perlu yakin sama dirimu sendiri. Dan yang terpenting, fokus saja sama yang ada saat ini.

Budi tersenyum. Merasa lega dengan motivasi kucing putih. Budi mengangkat kucing putih, lalu dia elus di pangkuannya.

93. EXT. ATM - DAY

Terlihat saldo Budi di mesin ATM berjumlah 4 juta. Budi menekan mesin ATM. Uang 4 juta keluar dari mesin. Budi mengambilnya, lalu keluar dari ATM.

94. INT. RUMAH - DAPUR DAY

Siti sedang masak tumis kangkung. Budi mendekati ibunya.

BUDI

Ibu.

(Mengambil uang 4 juta dari saku celana pendeknya)

Ini uangnya.

Siti mengecilkan kompornya, lalu --

SITI

(Menerima uang Budi)

Oh, iya. Makasih ya, Nak.

Siti kembali masak lagi.

SITI (CONT'D)

Ini ibu masakin tumis kangkung buat kamu.

BUDI

Iya, Bu.

Budi hendak pergi. Namun, Siti masih ingin ngobrol.

SITI

Oh iya. Tadi pas di pasar banyak yang tanya lho.

BUDI

Tanya apa, Bu?

SITI

Ya banyak yang muji-muji ibu. Mereka ikut bangga Budi. Akhirnya di kampung ini ada yang bisa kuliah.

BUDI

Oh.

SITI

Kata Bu Sumi, banyak lho orang kaya tapi anaknya ga pinter. Makanya mereka bangga Budi. Anak tukang batu bisa kuliah di kampus negeri. Beasiswa lagi.

BUDI

(Sedikit risih)

Apaan sih, Bu. Bentar lagi juga selesai kuliahnya.

SITI

Lha iya. Mereka ga sabar pengen lihat kamu sukses Budi.

Budi tidak menanggapi. Budi menuang air dari ceret, lalu minum.

SITI

Oh ya, tadi Bu Rahma nanyain kamu. Budi udah lulus belum? Gitu.

BUDI

Terus ibu jawab apa?

SITI

Ya, aku bilang belum, tapi Budi di rumah. Ya daripada ga ngapa-ngapain, sekali-kali mampir ke sekolahmu! Mungkin Bu Rahma pengen tau gimana kuliahmu.

Budi memikirkan omongan ibunya.

95. INT. SMA - KANTOR - DAY

Budi masuk ke kantor.

BUDI

Assalamualaikum!

Bu Rahma yang sedang menulis sesuatu di bukunya melihat Budi. Begitu juga dengan 5 guru yang lain.

SEMUA GURU

Waalaikumsalam.

BU RAHMA

(Berdiri sambil tersenyum ramah)

Waalaikumsalam, Budi. Duduk sini Budi.

GURU 1

Lho kok di rumah, Budi?

GURU 2

(To guru 1)

Kan lagi pandemi, Pak. Semua mahasiswa dipulangkan.

Budi duduk di depan Bu Rahma.

BU RAHMA

Gimana Budi kuliahnya?

BUDI

Lancar, Bu. Alhamdulillah.

BU RAHMA

Alhamdulillah kalau lancar. Perasaan baru kemarin kamu kuliah, sekarang udah mau lulus aja ya, Budi.

BUDI

Iya. Alhamdulillah, Bu. Kurang beberapa semester lagi.

BU RAHMA

Gimana? Gimana? Ceritain pengalaman kamu kuliah di sana!

Budi tersenyum malu sambil menggaruk rambutnya.

BUDI

Emm...seru, Bu. Bisa belajar banyak hal,

(Beat)

bisa tahu perspektif yang baru.

BU RAHMA

Contohnya?

BUDI

Emm...

PAK NUGROHO

Budi?

Pak Nugroho, suami Bu Diah, tetangga Budi, berjalan sambil membawa buku materi ke mejanya.

Budi melihat ke arah Pak Nugroho.

BUDI

(Sambil mengangguk hormat)

Pak.

PAK NUGROHO

Kamu udah lulus?

BUDI

Belum, Pak. Ini kuliahnya online soalnya pandemi.

PAK NUGROHO

Oh, iya.

Pak Nugroho duduk di kursi meja kantornya. Kemudian, dia mengambil rokoknya, menyalakan korek, lalu menyebat rokoknya.

BUDI

(To Bu Rahma)

Jadi --

PAK NUGROHO

(Sambil menyebat rokoknya)

Habis lulus mau jadi apa, Bud?

BUDI

Maunya jadi penulis, Pak.

PAK NUGROHO

(Sinis)

Kok penulis? Gak pengen jadi yang lain gitu?

BU RAHMA

Emangnya ada yang salah jadi penulis, Pak?

PAK NUGROHO

Ya, ga gitu, Bu. Kalau cuma jadi penulis ngapain gitu sampai kuliah segala. Semua orang juga bisa. Kamu ga tertarik kerja di kantor, di perusahaan, atau mungkin, jadi PNS kan lebih menjamin gitu?

Budi menunduk kesal sekaligus malu dengan hinaan Pak Nugroho.

BU RAHMA

Kata siapa penulis ga menjamin? Banyak kok penulis sukses, seperti Andrea Hirata, Asma Nadia, Eka Kurniawan --

PAK NUGROHO

Ya itu kan yang sukses, Bu. Kalau yang gagal? Lagian maksud saya untuk ngasih motivasi Budi supaya realistis sedikit. Soalnya jadi penulis kan gak gampang? Keluarga Budi juga kurang mampu. Kalau cuma ngandelin dari penulis aja kan ya kasihan keluarganya. Nah kalau Budi bisa jadi PNS, kerja kantoran kan lebih menjamin gitu lho, Bu.

(Melirik Budi dengan sinis)

Ya kecuali kalau Budi bisanya cuma nulis aja.

Bu Rahma terdiam sambil memandang Budi dengan kasihan.

BUDI

Begitu ya, Pak. Saya mau jadi apa itu urusan saya, Pak. Jadi apa pun saya, paling nggak profesi saya nanti ga lebih buruk dari orang tua saya. Setidaknya saya lebih mending, daripada bapak, meskipun jadi guru, Alif jadi apa emang?

Pak Nugroho menatap Budi dengan tajam karena merasa tersinggung.

96. EXT. SMA - DAY

Budi berjalan keluar dari sekolahnya dengan wajah murung.

97. INT. RUMAH - RUANG TENGAH - NIGHT

Budi tengah makan bersama Dolah dan Siti. Budi makan dengan terlihat murung dan penuh pikiran.

Siti melihat perubahan sikap Budi.

SITI

Budi?

BUDI

Apa, Bu?

SITI

Ga suka sama makanannya?

BUDI

Suka lah, Bu. Cuman lagi ga enak badan aja.

Budi minum.

BUDI (CONT'D)

(Bergegas)

Aku mau ke kamar dulu, Bu.

Budi meninggalkan orang tuanya yang makan di ruang tengah. Siti dan Dolah melihat Budi pergi dengan khawatir.

DOLAH

Samperin, Bu!

98. INT. RUMAH - KAMAR BUDI - NIGHT

Budi sedang berbaring sambil melamun.

Suara pintu terbuka. Budi berbalik arah untuk melihat ke arah pintu. Budi langsung melihat ibunya berjalan mendekatinya.

Budi yang mulanya berbaring, kini duduk di atas kasurnya. Siti duduk di samping Budi, lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi dan leher Budi.

SITI

Gak panas.

BUDI

Iya, memang ga panas, Bu. Cuma ga enak badan aja.

SITI

Oh. Tadi gimana sama Bu Rahma?

BUDI

Ya. Cuma tanya-tanya soal kuliah.

SITI

(Tersenyum)

Lalu guru-guru lain gimana?

BUDI

Ya, cuma tanya soal kuliah juga. Gitu-gitu lah, Bu.

SITI

(Memijit pundak Budi)

Badan kamu tambah kurus. Kamu pasti lelah ya harus nanggung semuanya di pundakmu?

Budi sedikit tertegun dengan ucapan ibunya.

BUDI

Maksud ibu?

SITI

Ibu sebenarnya ga enak. Kamu belum bekerja,

(Beat)

tapi orang tuamu ini ngerepotin kamu terus.

BUDI

Ga papa kok, Bu.

SITI

Tapi gimana ya, Bud. Bapak kamu juga ga ada kerjaan. Kalau ga ada yang minta buat garap rumah, ya bapakmu nganggur.

BUDI

Aku ngerti, kok.

Siti tersenyum haru sambil mengelus rambut Budi.

BUDI (CONT'D)

Setelah lulus nanti, ibu pengen Budi kerja apa?

SITI

Kerja apa saja yang penting halal, Nak. Dan yang terpenting pekerjaan yang sesuai sama bidangmu.

BUDI

Jadi, aku bebas mau kerja apa aja?

SITI

Ibu ga paham apa-apa soal itu, Budi. Toh ibumu ini gak pernah sekolah, bapakmu juga cuma lulusan SD.

BUDI

Ibu yakin nggak kalau aku bisa sukses?

Siti menatap Budi dengan sedikit bingung.

SITI

(Mencubit pipi Budi)

Ga boleh gitu! Ya harus yakin, dong. Apalagi kamu kuliah di sekolah ternama.

(Tersenyum)

Ibu yakin, yakiiiin banget kalau bapak sama ibu ga salah mentingin kamu dibanding adikmu. Kamu harapan keluarga, Nak. Udah sekarang kamu tidur.

Budi berbaring. Ibunya menyelimuti Budi. Siti berdiri, lalu mematikan lampu kamar.

Budi kini melamun. Terdengar suara pintu kamar Budi telah tertutup.

Budi meneteskan air mata dalam lamunannya.

99. INT. RUMAH - KAMAR DOLAH DAN SITI - NIGHT

Dolah sedang duduk di kasur membaca buku lawas. Siti sedang berbaring di sampingnya sambil memikirkan sesuatu.

SITI

Eh, Pak. Kok Budi kaya ga yakin ya kalau dia bisa sukses?

Dolah masih fokus membaca buku.

SITI (CONT'D)

Pak?

DOLAH

(Sambil membaca buku)

Wajar itu mah. Mungkin dia lagi banyak pikiran aja.

SITI

Tapi ramalan itu bener ga sih, Pak? Orang-orang pinter itu.

DOLAH

Ya pasti bener lah, Bu. Siapa pun yang ditebak sama mereka ga pernah meleset kok? Lagian Budi juga kuliah, kampus ternama, ya mana mungkin meleset.

SITI

Iya juga sih. Masa lulusan kampus ternama nganggur. Kan ya ga mungkin ya, Pak?

Dolah menutup bukunya, lalu mematikan lampu. Dolah duduk di samping istrinya.

DOLAH

Orang pintar kaya Budi memang penuh keraguan, Bu. Beda sama orang bodoh. Kalau orang bodoh itu terlalu percaya diri.

SITI

Oh, gitu ya, Pak.

DOLAH

Berarti bagus kalau dia gampang ragu. Tandanya Budi memang pinter.

100. EXT. KAMPUNG - PINGGIR JALAN - DAY

Budi sedang berjalan sambil membawa plastik berisi keperluan mandi.

Ponsel Budi berdering. Dia berhenti sejenak untuk mengangkat telepon.

BUDI

Halo, Mir.

AMIR (O.S.)

Gimana kabar lo, Bud?

BUDI

Baik.

AMIR (O.S.)

Kuliah lo lancar?

BUDI

Lancar. Kamu sendiri gimana?

Budi kembali berjalan.

AMIR (O.S.)

Baik, kok. Sekarang gue kerja di minimarket.

BUDI

Ah, Alhamdulillah, Mir.

AMIR (O.S.)

Oh ya, gue ada berita bagus, Bud. Bentar lagi lo lulus, kan?

BUDI

Iya.

AMIR (O.S.)

Kakak kelas gue kan ada usaha, gitu. Nerusin usaha papanya. Gue kayaknya bakal kerja di sana. Nah, tahun depan, dia bakal butuh banyak pegawai baru. Dia juga butuh yang bisa bahasa Inggris. Gue sih pengennya lo ikut gabung. Gimana?

BUDI

Serius, Mir? Kerja apa emang?

AMIR (O.S.)

Gue kurang paham. Kaya penerjemahan gitu kayaknya. Kalau gue nanti bagian marketing.

BUDI

Boleh, Mir. Aku ikut.

AMIR (O.S.)

Ok, Bud. Tapi masih lama. Kabarin gue kalau lo udah lulus, oke! Ya udah, thanks, Bud.

BUDI

Makasih, Mir.

Budi mematikan ponselnya. Dia tersenyum lebar.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar