18. 18. Kala Itu

67. EXT. KANTOR - ROOFTOP - DAWN

9 tahun lalu. Kota kelahiran.

Nala dan Kafi - 18 tahun - duduk bersisian di matras usang. Ada dua kotak pizza di dekat mereka.

Kafi mengangkat potongan pizzanya.

KAFI

Cheers! Karena udah berhasil melewati seabrek ujian dan akhirnya bisa menghirup udara segar setelah sekian lama!

Nala ikut mengangkat potongan pizzanya.

NALA

Cheers! Tapi gue merasa tolol karena pake medali kelulusan kayak gini.

KAFI

Jangan merusak suasana ah, Nal. Lagi bagus, nih.

NALA

(tertawa) Sori, sori.

Selama beberapa menit ke depan, mereka berdua sibuk memakan potong demi potong pizza.

KAFI

Setelah ini ... terus apa?

NALA

(beat) Nggak tahu. You're the impulsive one, aren't you?

KAFI

Soal masa depan ... gue nggak bisa seimpulsif itu. (beat) Lo pernah takut mikirin masa depan?

NALA

Pastinya. Lo, gue, dan jutaan orang lainnya pasti pernah merasa takut karena itu.

KAFI

Tawaran film itu ... lo jadi ambil?

NALA

Iya. (beat) Gue nggak mungkin lepasin kesempatan ini gitu aja.

KAFI

I'm glad. (beat) Bulan depan, lo udah terbang ke ibukota. Sibuk syuting sana-sini, ketemu orang banyak, pergi ke banyak tempat ... damn, kita akan berada di tempat yang jauh berbeda.

NALA

Cuma ibukota, Kaf. Nggak sejauh itu.

KAFI

Bukan. Maksud gue, setelah ini, lo akan fokus dengan karir lo. Sementara gue ... mungkin akan tetap di kota ini, ambil kuliah yang belum tahu akan di jurusan apa, sambil masih coba ngeband. (beat) Kita bakalan jadi benar-benar berbeda.

NALA

That's simply how life works.

Nala berdiri dan berjalan ke dekat pagar pembatas.

NALA

Lo mungkin udah tahu kalau gue sangat penakut akan banyak hal. Tapi ketika gue ada di atas sini dan melihat semua gedung dan kerlap cahaya itu? (beat) Selama sesaat, gue bisa merasa bahwa semua masalah dan kekhawatiran gue itu amat sangat kecil. Bahwa gue jauh lebih besar untuk bisa menghadapi semuanya.

Kafi ikut berdiri di samping Nala.

KAFI

Ketika suatu hari nanti gue pergi dari sini, gue akan kangen kota ini, lo tahu? Semua kebodohan, kenakalan, kenangan itu ... gue akan kangen semuanya. (beat) Gue akan ingat hari ini dan hari-hari kemarin untuk selamanya.

NALA

"Selamanya" itu rasanya kejauhan.

KAFI

Hm. Gue masih terlalu naif untuk berpikir “selamanya” bisa gue dapatkan.

Mereka berdua terdiam.

KAFI

Nal.

NALA

Hm?

KAFI

Gue mau berterima kasih.

NALA

Untuk?

KAFI

Semuanya. (beat) Setiap hal kecil dan setiap momen yang gue lalui bersama lo ... tanpa sadar, lo udah membantu gue untuk bisa tumbuh dan berkembang. Gue akan selalu ingat itu.

NALA

(beat) Sial. Jangan bikin gue nangis.

Kafi menarik Nala untuk berhadapan dengannya.

KAFI

Aw. You’re cute. (beat) Gue udah pernah bilang, bukan? Lo nggak perlu berpura-pura di depan gue.

Nala mulai terisak.

NALA

Kenapa gue jadi cengeng gini, sih?

KAFI

Come here.

Kafi menarik Nala ke dalam pelukan.

NALA

Kaf?

KAFI

Kenapa?

NALA

Gue juga ... rasanya gue nggak pernah cukup berterima kasih sama lo.

KAFI

Nggak perlu.

NALA

(beat) Lo meluk gue terlalu erat, Kaf.

KAFI

Can we do this forever, Nal? Atau seenggaknya, untuk waktu yang lama. (beat) Nggak harus berhenti di sini, kan?

NALA

Apa yang nggak harus berhenti di sini?

KAFI

Lo. Gue. Semuanya. (beat) Gue nggak pengin kehilangan ini. Apapun ini.

Nala melepaskan pelukan mereka.

NALA

Kaf. (beat) Kita nggak pernah tahu hidup akan membawa kita ke mana. Dan gue, nggak bisa menjanjikan sesuatu yang terlalu besar seperti itu. Nggak adil rasanya. Untuk lo. Untuk gue. Untuk semuanya.

KAFI

Seenggaknya ... kita bisa tetap bertahan dan nunggu sampai saat itu tiba. Iya, kan? Sampai saat hidup membawa kita ke dua jalan yang berbeda.

NALA

Can't you see it? Hidup udah melakukan itu, Kaf. Gue akan ke ibukota. Lo akan melakukan apapun itu. Lo sendiri yang bilang, kita akan berada di dua jalan yang berbeda. Gue nggak ingin menahan lo. Ataupun lo menahan gue. (beat) Masih banyak hal-hal lain yang ingin dan harus kita lakukan. Hidup itu ... jauh lebih besar daripada sekadar ini. Perasaan ini. Apapun ini.

KAFI

Gue tahu. Gue tahu. Gue cuma ... belum siap untuk kehilangan semuanya. (beat) Untuk kehilangan lo.

NALA

Kafiar ...

KAFI

Gue tahu. Kita memang naif, tolol, belum ngerti apa-apa tentang dunia ini. (beat) Mungkin hal ini akan membuat gue semakin terdengar egois dan nggak tahu malu, but can we make a promise? One last promise?

NALA

(beat) Apa?

KAFI

Kalaupun kita memang akan menempuh dua jalan yang sama sekali berbeda, kalaupun hidup akan membuat segalanya jadi rumit, kalaupun waktu udah jauh berlalu ... tapi ketika sampai momen itu tiba, perasaan ini masih sama ... promise me, we can always go back to each other.

NALA

Gue nggak tahu, Kaf. (beat) Kalaupun sampai momen itu tiba dan kita ketemu lagi, kita akan ngapain? Lo dan gue udah jadi dua orang yang benar-benar beda. Mungkin ketika momen itu tiba, kita ngggak lebih dari dua orang yang masih terjebak dalam ingatan masa lalu. (beat) Gimana caranya supaya kita bisa tahu apa semuanya itu asli atau cuma sisa ego?

KAFI

Gue ... juga nggak tahu. (beat) Kalaupun memang semuanya udah nggak memungkinkan untuk bisa kembali ... promise me, we would always honor to all the journeys and memories we had.

NALA

(beat) That's the least we both can do.

Selama beberapa saat, mereka berdua hanya terdiam memandang ke balik pagar pembatas.

KAFI

Sori. Malah gue yang merusak suasana. (beat) Hari ini belum tentu hari dimana kita harus mengucap salam perpisahan, bukan?

Nala masih tetap diam.

KAFI

Why worry about something that's not even happened yet? Mending lanjut makan pizza. Kalau nggak buru-buru, jatah lo gue habisin loh, Nal.

Kafi berbalik dan berjalan kembali ke matras. Tidak lama kemudian, Nala mengikuti. Ia merebut satu kotak pizza dan membawanya ke ujung rooftop, membuat Kafi segera berdiri dan mengejarnya. Mereka berdua pun tertawa.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar