Diary Indira
8. Tujuh Tahun Kemudian (Scene 30-32)

7 TAHUN KEMUDIAN

30. INT. KAMAR KOST - MALAM

Setelah lulus SMA, Indira kuliah dan kerja di Jakarta. Ia menjadi guru di sebuah sekolah Islam ternama di Jakarta. Malam ini Indira tampak gelisah di kamarnya setelah menerima telpon dari Abahnya bahwa ia akan di lamar oleh seseorang.

Indira tahu pilihan Abahnya pasti yang terbaik, tapi ia masih menyimpan Askara di hatinya. Ia masih menunggu Askara.

Indira mengambil ponsel Nokia 6600 miliknya yang masih tergeletak di samping bantal. Lalu menekan nomor telpon Lilis yang sampai sekarang tetap menjadi sahabat terdekatnya. Namun kini Lilis telah menikah dengan Ahmad dan memiliki 1 orang anak yang berusia sekitar 3 bulan dan tinggal di Jakarta.

INTERCUT PHONE CONVERSATION

INDIRA

Assalamualaikum Lis.

LILIS (V.O)

Waalaikumussalam warahmatullah..Dira..hai...apakabar kamu?

INDIRA

Alhamdulilah kalau fisik aku baik Lis, tapi kayanya hati kurang baik nih.

(Indira tampak murung)

LILIS (V.O.)

Kenapa atuh Neng geulis? meni galau wae gadis teh.

INDIRA

Lis, bisa gak aku minta tolong?

LILIS (V.O.)

Insyaallah, selama aku mampu Ra.

INDIRA

Lis, bisa ngga minta tolong Ahmad, tanyain ke Askara, dia beneran mau lamar aku seperti janjinya dulu?

LILIS(V.O.)

Ya ampuuuun, Dira...kamu masih anggap serius aja Ra, itumah jaman cinta monyet. Emang kamu beneran masih nungguin dia sampe sekarang?

INDIRA

Iya Lis, sampe sekarang aku masih nungguin, aku nggak bisa ngisi hati aku sama cowok lain.

LILIS(V.O.)

Ra, kamu tuh cantik, baik, sholehah, kenapa sih harus berharap sama seorang Askara?Ayolah Ra! Kamu bisa kok dapetin yang lebih baik dari dia.

INDIRA

Tapi hati nggak bisa bohong Lis. Aku benar-benar mencintai Askara.

(Indira mulai terisak)

LILIS(V.O.)

Yaa Allah Ra, udah ah jangan sedih! Nanti aku sampein deh sama Abinya Qia, tentang pertanyaan kamu.

INDIRA

Iya Lis, makasih ya.

LILIS(V.O.)

Sama-sama Ra.

INDIRA

Eh btw, gimana kabar si kecil? So sweet banget sih kalian udah jadi Abi Umi.

LILIS(V.O.)

Alhamdulilah sehat ammah,Qia udah pintar ngoceh-ngoceh nih sekarang.

(ammah panggilan tante dalam bahasa arab)

INDIRA

Ihh gemes deh, pasti pipinya embul kaya umi ya de Qia, hahaha.

LILIS(V.O.)

Hei, mulai dehhh...

INDIRA

Hehehe, yaudah nanti kalau libur aku boleh ya main ke sana, kangen sama de Qia.

LILIS(V.O.)

Iya, ditunggu lho!

INDIRA

Iya insyaallah. Yaudah ya Lis, Assalamualaikum.

LILIS(V.O.)

Waalaikumussalam warahmatullah.

CUT TO:

31. EXT. DEPAN PAGAR RUMAH LILIS - SORE

Indira menekan bel yang ada di samping pagar. Lalu terlihat Lilis membuka pintu rumahnya dan berjalan menuju pagar.

Lilis membuka pagar rumahnya, lalu Lilis dan Indira berpelukan.

LILIS

Dira, ya Allah..kangen banget deh.

(Lilis memeluk erat Indira)

INDIRA

Iya sama...aku juga kangen..

(Indira membalas pelukan Lilis)

LILIS

Ayo, masuk yuk!

(Lilis meggandeng tangan Indira dan membawanya masuk ke dalam rumah)

32. INT. RUANG TAMU - SORE

Lilis mempersilakan Indira duduk di sofa yang berwarna abu-abu. Lalu Lilis beranjak ke dapur untuk mengambil makanan dan minuman.

LILIS

Bentar ya, aku ambil minum dulu.

INDIRA

Ish..repot-repot segala, keluarin aja semua Lis.Hehehe.

(Canda Indira pada Lilis)

Tidak lama kemudian Lilis kembali membawakan teh manis hangat dan beberapa macam kue.

LILIS

Minum dulu, Ra!

(Lilis mempersilakan sambil ia duduk di samping Indira)

INDIRA

Iya, makasih Lis. Eh, mana de Qia, aku kangen banget deh sama dia.

LILIS

Lagi mainan sama abinya tuh di kamar. Bentar ya aku panggil dulu.

Lilis pergi ke kamarnya memanggil Ahmad yang sedang bermain dengan bayi kecil mereka yang bernama Qia.

LILIS

Bi, keluar yuk! Dira udah datang.

AHMAD

Iya sayang.

(Ahmad berdiri sambil menggendong Qia)

Lilis dan Ahmad berjalan menuju ruang tamu, Ahmad menggendong Qia dan Lilis berjalan di samping kiri Ahmad sambil menggandeng lengan kiri suaminya.

LILIS

Assalamualaikum Ammah,

INDIRA

Waalaikumussalam, ya ampun mesranya.

(Indira tampak senang melihat kemesraan sahabatnya)

LILIS

Makanya buruan nikah! biar bisa kaya kita, ya kan Bi?

(Lilis meledek Indira)

AHMAD

Ra, apakabar?

(Ahmad bertanya dengan posisi masih menggendong Qia)

INDIRA

Alhamdulilah baik Kang.

AHMAD

Yaudah kalian ngobrol aja, aku ke belakang aja mau cabut rumput.

(Ahmad menyerahkan Qia pada Lilis)

INDIRA

Ya ampun, rajin banget nih Pak RT. Hehehe

Ahmad pergi meninggalkan ruang tamu, kemudian Lilis segera duduk kembali di samping Indira. Dia menceritakan hal yang ditunggu-tunngu oleh Indira, karena Ahmad satu kantor dengan Askara.

INDIRA

Sini, sini sayang sama ammah!

(Indira segera menggendong Qia)

INDIRA

Ihh, gemesin banget sih kamu..pipinya ini lho..mmmm..embuuul...

(Indira terlihat gemas pada qia dan mencium-cium pipi Qia)

LILIS

Oh iya Ra, aku udah sampein pesen kamu kemaren sama abinya Qia.

INDIRA

Terus, terus gimana katanya?

(Indira bertanya antusias)

LILIS

Ya memang bener katanya, dia bakalan lamar kamu kalau dia udah mapan nanti.

INDIRA

Tapi masalahnya mapan versi dia itu kapan lho Lis?

LILIS

Ya itu dia Ra, itu kan belum pasti waktunya. Yaudah deh menurut aku, kamu gak usah nyakitin dirimu sendiri dengan hal yang belum pasti.

INDIRA

Justru itu Lis, aku mau minta pendapat sama kamu. Waktu itu Abah telpon, kalau aku mau dijodohkan dengan laki-laki pilihan abah. Tapi aku bingung Lis, rasanya aku gak bisa lupain Askara.

LILIS

Yaudah Ra, terima aja tawaran Abah kamu, yakin aja insyaallah itu pilihan yang terbaik.

INDIRA

Tapi hatiku masih berharap sama Askara Lis. Aku...ahh..gak tau Lis.

(Indira mulai terisak menceritakan hatinya)

Lilis mengambil Qia dari gendongan Indira yang mulai menangis. Lalu mendengarkan sambil menyusui anaknya.

LILIS

Ra, dengerin aku ya. Aku paham dengan perasaanmu. Tapi, menikah itu harus diniatkan karena Allah, untuk ibadah. Percayalah bahwa setelah pernikahan, cinta itu akan hadir seiring berjalannya waktu Ra. Jangan sampai kita mengagungkan cinta manusia, melebihi cinta kita padaNya. Istighfar Ra....

INDIRA

Astagfirullah...
Kamu benar Lis, tapi rasa ini benar-benar menyiksaku Lis, rasanya aku nggak bisa mengganti nama dia dengan nama lain di hatiku Lis...

(Indira semakin terisak)

LILIS

Ra, maaf kalau aku harus katakan ini, apa yang kamu rasakan itu nafsu Ra, coba kamu ingat-ingat saat jaman kita masih SMA, di kajian muslimah saat itu ustadzah bilang "tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi selain rasa takut kepada Allah." Kamu ingat itu kan Ra?

INDIRA

Iya Lis, aku ingat hal itu, tapi susah sekali rasanya Lis. Hati dan pikiranku sudah terlanjur dipenuhi impian menikah dengan dia. Aku gak bisa membayangkan gimana rasanya menikah dengan keadaan hati kita masih terpaut pada lelaki lain.

LILIS

Ra, kamu lihat aku dan Ahmad,kami menikah dengan cara taaruf. Sebelumnya sama sekali belum ada perasaan cinta diantara kami. Tapi kami bahagia Ra, karena apa? Karena tujuan kami sama Ra,menikah karena ibadah untuk mencari keridhoan Allah. Bukan menuruti hawa nafsu.
Bahkan dulu Ahmad sempat mencintaimu diam-diam, tapi dia sadar itu salah. Cinta pada yang belum halal. Alhamdulillah akhirnya Allah mempertemukan kami dalam ikatan pernikahan. Pacaran setelah nikah itu benar-benar Indah Ra, percaya deh. Beneran aku ga bohong.

INDIRA

Iya Lis, aku tahu itu. Tapi...

LILIS

Tapi apa lagi Ra? nih aku kasih tau lagi sama kamu ya, kita sebagai wanita, setelah menikah dan melakukan ritual malam pertama. Maka saat itulah kita juga akan menyerahkan seluruh hati dan jiwa raga kita sepenuhnya untuk suami kita. Tak akan lagi terpikirkan yang lain Ra.

INDIRA

Benarkah begitu Lis?

LILIS

Iya Ra, aku sudah merasakannya.

Indira memeluk Lilis yang masih menggendong Qia yang sudah tertidur pulas.

INDIRA

Makasih ya Lis, kamu udah mau dengerin semua keluh kesahku.

LILIS

Iya Ra, aku bakalan selalu ada kapanpun mau cerita.

Setelah pulang dari rumah Lilis, Indira masih penasaran ingin bertanya langsung pada Askara. Setelah semalaman berpikir, hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk menelpon Askara pada keesokan harinya.

BACK TO SCENE 4




Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar