ANTING KIRI (SCRIPT)
4. ACT 2 - MALAIKAT

54 INT. RUMAH KOS WENNI - DI KAMAR - SORE

Titin dan Ririn duduk di ranjang sambil menatap Wenni yang sibuk mengutak-atik ponsel barunya di kursi. Mimik keduanya curiga dan penasaran.

WENNI

Apa lihat-lihat?

     TITIN

Baru kerja sehari, nginap entah           di mana, langsung beli ponsel baru. Ih .... Jangan-jangan kau ...

     RIRIN

Iya, Wen. Itu dosa besar.

Wenni memandangi Titin dan Ririn dengan wajah galak.

                             WENNI

                   Itu bukan urusan kalian.

                             TITIN

              Astaga, Wen. Jadi kau benar ...

                             WENNI

Enak saja. Otak kalian itu kotor.          Harus dicuci. Makanya, kalau ada pesantren kilat di kampus, ikut.

Wenni kembali sibuk dengan ponselnya. Sebuah dos ponsel baru tergeletak di atas meja. Sesekali ia berselfie. Tingkahnya membuat Titin dan Ririn makin gemas.

                             RIRIN

Kami sahabatmu, Wen. Wajar dong kalau kami cemas. Sudah dapat ponsel baru, langsung berhenti kerja pula. Kita kan jadi curiga.

Wenni bangkit dari kursi dan bergabung bersama Titin dan Ririn di atas ranjang. Ia menatap mereka bergantian. Wajahnya terlihat serius.

                             WENNI

                   Semalam aku bertemu malaikat.

                            TITIN

Aku belum makan Sis, jadi tidak       perlu berbelit-belit, ceritakan saja.

                             RIRIN

                        Ho ooh. Cepat.

Wenni tampak bercerita. Titin dan Ririn mangguk-mangguk penasaran. Tampak kurang percaya.

                             RIRIN (CONT’D)

Apa iya masih ada orang sebaik itu          yang berkeliaran di muka bumi ini?

                             WENNI

                   Ya, ada dong. Itu ... Kak Tenri.

                             TITIN

                   Aku juga mau dong dapat malaikat.

                             WENNI

                          Serius mau?

                             RIRIN

                         Aku juga mau.

Wenni terdiam sejenak.

                             WENNI

                        Malaikat maut, mau?

Titin dan Ririn serentak memeluk Wenni, merebahkan tubuhnya dan menggelitiknya. Mereka tertawa terbahak-bahak. IBU KOS melintas di depan kamar. Berhenti sejenak. Menengok ke dalam. Lalu, pergi lagi sambil menggeleng-gelengkan kepala.  

                                                    CUT TO:

55 EXT. SEBUAH MOBIL DI JAKARTA – JALAN - SORE           

Mobil yang ditumpangi Tenri melaju di jalanan Jakarta. Tenri duduk di kursi depan bersama BOY (sopir), usia sekitar 30-an. Ia sedang mengkhayal.

                             WENNI (O.S.)

Orangnya gagah dan baik hati. Ia juga jago berkelahi. Sekali pukul, tiga orang langsung kabur.

                            TITIN (O.S.)

Wah, gelagat ada yang jatuh cinta, nih.

     RIRIN (O.S.)

Serius, kau jatuh cinta, Wen?

                                  CUT TO:

56 EXT. RUMAH TENRI – DEPAN - SORE

Mobil berhenti di depan pagar. BU MINAH (pembantu), berusia sekitar 50 tahun yang sedang menyiram bunga menoleh. Boy turun dan membuka pintu pagar lalu naik kembali. Mobil masuk dan berhenti di depan teras. Bu Minah menghampiri Tenri yang langsung menjabat dan mencium tangannya. 

                             BU MINAH

                   Loh, kok sudah balik, Pak?

                             TENRI

                   Ada urusan mendadak, Bu.

Tenri masuk ke dalam rumah diikuti Boy yang membawa koper pakaiannya.

                                                FADE OUT:

57 INT. RUMAH KELUARGA WIZY – RUANG KELUARGA– MALAM

Wizy turun dari tangga menuju ruang tamu. Di situ sedang duduk seorang laki-laki berusia 50-an tahun bernama PAK GATOT (ayah) dan perempuan paruh baya, BU SUSI (ibu) yang mengenakan sweater dan syal melilit di lehernya. Di atas meja ada segelas air dan obat.

                             PAK GATOT

                    Kamu dari mana saja semalam?    

                             WIZY

                        Ada acara teman, Pa.

                             PAK GATOT

Kau sebentar lagi akan menikah, kasihan Tenri kalau sampai terjadi apa-apa.

                             WIZY

                   Aku bisa jaga diri, Pa.

                             PAK GATOT

Iya. Papa tahu. Tapi kau juga harus menjaga perasaan calon suamimu. Kau jangan berpikir Tenri anak buah Papa sehingga kau berbuat sesuka hatimu.       

Bu Susi memegang lengan Pak Gatot sambil terbatuk.

                             BU SUSI

                   Sudah, Pa. Tidak usah dimarahi.

Pak Gatot mengambil gelas di meja dan membantu istrinya minum lalu meletakkannya kembali.

                             PAK GATOT

Tenri itu tidak berutang budi pada Papa. Sebaliknya, Papa berutang nyawa padanya. Dia yang menyelamatkan nyawa Papa di Makassar. Dia juga yang membantu Papa mengembangkan perusahaan kita saat kau masih kuliah di London.

Wizy hanya terdiam. Wajahnya terlihat jenuh.

                             PAK GATOT (CONT’D)

                     Kau harus berubah, Nak.

Bu Susi batuk lagi. Pak Gatot kembali mengambil air di meja. Setelah itu, ia membantu istrinya berdiri dan membawanya ke kamar. Wizy termenung beberapa detik sebelum naik ke kamarnya.

                                                     CUT TO:

58 INT. RUMAH TENRI – RUANG TENGAH - MALAM

Ruangan itu terlihat mewah. Selain sofa yang cantik, juga ada keramik dengan lukisan bunga. Di dinding tampak foto dua orang tua pasangan suami istri yang duduk berdampingan. Sang suami mengenakan peci dan jas jadul. Sedangkan istrinya menggunakan kebaya dan kerudung.

Saat itu sudah jam 8 malam. Tenri yang mengenakan kaos dan celana pendek selutut sedang sibuk dengan ponselnya. Bu Minah muncul membawa segelas kopi kemudian bergegas pergi setelah meletakkannya di meja.

Tenri menyesap kopinya sekali kemudian mengetik “WENNI MACORA” di bagian searching bar halaman Facebook-nya. Ada tiga akun yang muncul. Setelah memeriksa fotonya, Tenri membuka akun yang menampilkan foto Wenni.

                             TENRI

                          (Bergumam)  

                           Ini dia.

Di layar ponsel muncul halaman Facebook Wenni. Pada status yang dipostingnya sejak sore tertulis: TERNYATA MASIH BANYAK ORANG BAIK DI MUKA BUMI INI. KAU SALAH SATUNYA. TERIMA KASIH. TAPI SIAPA KAU SEBENARNYA? KENAPA MUNCUL TIBA-TIBA LALU MENGHILANG TIBA-TIBA?

Tenri tersenyum. Ia membaca komentar-komentarnya.

Komentar 1: Masa lupa padaku. Aku pengagummu yang ganteng itu.

Komentar 2: Kalo cowok minta dilamar aja, Wen.

Komentar 3: Tambah lagi rival.

Komentar 4: Hati-hati penipu.

Setelah membaca komentar-komentar itu, Tenri mengirim permintaan pertemanan dan pesan.

                                                     CUT TO:

59 INT. RUMAH KOS WENNI – KAMAR – MALAM

Wenni sedang bersantai di kamar. Tampak asyik membaca sebuah buku sambil bertelungkup. Ponsel tergeletak di sampingnya. Titin dan Ririn masuk dan duduk di tepi ranjang.

                             TITIN

                         Sudah ketemu?

Wenni menggeleng sambil terus membaca. Ririn menarik buku itu dan melemparkannya ke atas meja.

                             RIRIN

Kalau tidak dicari, bagaimana bisa       ketemu. Facebook,Instagram,Twitter, Channel YouTube, Instagram ....

                             WENNI

              Sudah. Tidak ada nama Tenri Gangka.

Wenni memutar tubuhnya dan tidur terlentang.

                             RIRIN

Jangan-jangan dia memang malaikat. Tuhan mengirimnya untuk menolongmu. Lalu, puppp .. menghilang.

Wenni mendesah pelan. Tampak putus asa.

              WENNI

Padahal aku ingin berterima kasih.

              TITIN

Iya, karena sekarang kau tidak perlu lagi memaksakan diri puasa senin-kamis.

Wenni mengerutkan dahi saat menatap Titin.

                             WENNI

Aku puasa senin-kamis bukan untuk mengirit uang agar bisa terus kuliah.

Titin mencolek Ririn. Mereka saling berpandangan sejenak seperti juri pencarian bakat. Wajah mereka terlihat serius.

                             TITIN

                          Aku, No!

                             RIRIN

                         Aku juga, No!

Wenni menggerutu.

                             WENNI

                   Iya, kalian benar. PUAS!

Titin merangkul bahu Wenni lalu tertawa.

                             TITIN

                   Heits! Jangan sedih. Baca itu...

Titin menunjuk ke arah tulisan: JANGAN LUPA BAHAGIA.

                             WENNI

                   Bagaimana ya caranya aku ...

Suara notifikasi FB Messenger terdengar dari ponsel Wenni. Mereka saling berpandangan. Wenni meraih ponselnya, namun Ririn bergerak lebih cepat. Saat Ririn mengusap layar ponsel ke atas untuk membuka kunci, terlihat pesan masuk di Facebook Wenni. Mata Ririn melotot.

                             RIRIN

    Dia Wen!

Wenni buru-buru mengambil ponselnya dan membuka pesan. Titin dan Ririn ikut melihat pesan itu. Terlihat pesan: Assalamualaikum. Masih ingat aku? Aku ingin minta maaf.                

                            TITIN

                   Dia memang berhati malaikat.

Wenni cepat membalas pesan Tenri dan mengirimkan nomor ponselnya.

                                                     CUT TO:

60 INT. RUMAH TENRI – RUANG TENGAH – MALAM

Tenri tersenyum menatap layar ponselnya. Detik berikutnya ia terlihat mengetik.

                                                    CUT TO:

61 INT. RUMAH KOS WENNI – KAMAR – MALAM

Kamar mulai heboh. Wenni memegang ponselnya. Sedang berpikir.

                             TITIN

                         Telepon dia.

Wenni mendelik. Matanya terbuka lebar.

                             WENNI

                        Masa aku? Malu tahu.

                             TITIN

                        Kenapa harus malu?

                             RIRIN

Iya, kenapa mesti malu. Kau kan mau berterima kasih.   

Telepon di tangan Wenni tiba-tiba berdering. Mereka bertiga menatap layar ponsel.

                            TITIN

                       Cepat terima!          

Wenni masih ragu beberapa saat sebelum menerima panggilan itu dan mendekatkan ponsel di telinganya sambil memberi isyarat “diam” kepada Titin dan Ririn dengan meletakkan telunjuk di depan bibirnya.                       

                                  INTER CUT:

62 INT. RUMAH TENRI – RUANG TENGAH – MALAM

Tenri memperhatikan layar ponselnya. Panggilannya diterima.Ia mengangkat ponselnya ke telinga.

                             TENRI

Halo, Wen! Bagaimana kabar? Sudah di rumah, ya?

                             WENNI

Alhamdulillah, Kak. Ini lagi             dikamar kos. Lagi belajar.

                             TENRI

                         Kamu kuliah?

                             WENNI

                             Iya.

                             TENRI

                          Wah, hebat.

                             WENNI

Terima kasih, Kak (diam sejenak) Untuk semuanya.

                             TENRI    

Lusa aku ke Makassar. Kita ketemu, ya?    

                             WENNI

                          Iya, kak.

                                                     CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar