Daftar isi
#1
Bab 1. Petuah Bijak Sang Nelayan
#2
Bab 2. Uluran Tangan Sang Bangsawan
#3
Bab 3. Jatuh Cinta
#4
Bab 4. Hasut
#5
Bab 5. Kala Hati telah terpaut
#6
Bab 6. Merantau ke Negeri Belanda - a
#7
Bab 6. Merantau ke Negeri Belanda - b
#8
Bab 7. Perang Dunia II
#9
Bab 7. Singgah di Negeri Malaya
#10
Bab 8. Singgah di Sumatera Barat
#11
Bab 9. Pulang
#12
Bab 10. Siasat
#13
Bab 11. (Bekas) Kapal Minyak Langkat
#14
Bab 12. Bersandar di Jakarta
#15
Bab 13. Aksi di Tanah Betawi
#16
Bab 14. Penantian
#17
Bab 15. Angkasa Merona Berhias Bintang
#18
Bab 16. Bumi Merana Berselimut Hitam
#19
Bab 17. Sunyi
#20
Bab 18. Kembalinya Sang Pejuang
#21
Bab 19. Menuntut Keadilan
#22
Bab 20. Maaf
Apakah Anda akan menghapus komentar ini?
Apakah Anda akan menghapus komentar ini?
#5
Bab 5. Kala Hati telah terpaut
Bagikan Chapter
30. "Assalamu"alaikum. Mbok Yem ada di rumah tidak, Gil?"
31. "Ada kok, Bang, sudah, ayo masuk. Bu! Ada Bang Irwan!"
32. "Wah panjang umur. Ibumu ini sedang memikirkan kamu. Lho kok ya, Abangmu belum mampir sebelum ke Belanda. Apa kabar keluarganya Tengku Rasyid, baik?"
33. "Alhamdulillah keluarga Ayah sehat. O, iya Bu, biasa, ada titipan dari keluarga Ayah Rasyid untuk Ibu dan warga desa di sini."
34. "Barep dan Budi, di mana?"
35. "Barep dan Budi sudah berangkat bekerja ke perkebunan. Terima kasih banyak ya, Wan. Titip salam untuk keluarga Tuan Rasyid."
36. "Jangan ditanya, Gil. Abangmu ini doyannya ngopi. Eh, Wan, makan di sini, ya!"
37. "Wah, enak betul ini!"
38. "Makanan yang banyak, Wan."
39. "Lho, kamu tidak tahu ya?"
40. "Tidak. Soalnya tidak mirip,"
41. "Bapaknya Bang Irwan ini, Orang Melayu asli. Terus, ibunya Bang Irwan itu, ya sepupuku, orang Jawa."
42. "Lho kok mancung, kulitnya Abang juga tidak hitam?"
43. "Hehe. Ibumu ini Jawa tulen. Tapi ibunya Bang Irwan Jawa campuran. Katanya, Bapaknya Arab dengan Jawa. Ibunya Jawa dengan Cina. Mungkin wajahnya sedikit ambil Arab, kulitnya sedikit ambil Cina,"
44. "Lho, tapi kuli-kuli Cina, kulitnya sama hitamnya dengan orang Jawa, bagaimana sih?"
45. "Cina kuli terjemur, Nak. Aslinya ya putih, hehe. Untung Bang Irwan dipelihara Tengku Rasyid, jadinya tidak kejemur, hehehe,"
46. "Karena pinter! Bang Irwan iku sudah yatim piatu sejak kecil. Terus setelah Mbah Deroen yang melihara meninggal, warga kampung Secanggang nganter Abang ke sini. Dulu, Bang Irwan kecil seneng dengerin orang belajar di pondok Tuan Guru Besilam. Kebetulan Wak Rasyid yang sering mampir ngelihat Bang Irwan,"
47. "Aku kan sama pintarnya. Lho, kok tidak diminta Wak Rasyid jadi anak angkatnya?"
48. "Gil, itu airnya sudah panas, buatkan kopi Abangmu dulu, Nak,"
49. "Niatnya bagus. Kalo nanti dilamar orang Belanda, mau tidak?"
50. "Tidak mau! Orang Belanda kaya tapi tidak bisa ngaji. Pokoknya Ragil maunya sama Bang Irwan saja,"
51. "Lha gimana sih, Gil? Saya kan abang kamu. Bang Irwan juga sudah mengenalkan kamu ke kak Farisya, waktu kami ke sini."
52. "Heh? Gil! mulutmu ini lho?"
53. Perjanjian Versailles (1919) adalah suatu perjanjian damai yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman.
31. "Ada kok, Bang, sudah, ayo masuk. Bu! Ada Bang Irwan!"
32. "Wah panjang umur. Ibumu ini sedang memikirkan kamu. Lho kok ya, Abangmu belum mampir sebelum ke Belanda. Apa kabar keluarganya Tengku Rasyid, baik?"
33. "Alhamdulillah keluarga Ayah sehat. O, iya Bu, biasa, ada titipan dari keluarga Ayah Rasyid untuk Ibu dan warga desa di sini."
34. "Barep dan Budi, di mana?"
35. "Barep dan Budi sudah berangkat bekerja ke perkebunan. Terima kasih banyak ya, Wan. Titip salam untuk keluarga Tuan Rasyid."
36. "Jangan ditanya, Gil. Abangmu ini doyannya ngopi. Eh, Wan, makan di sini, ya!"
37. "Wah, enak betul ini!"
38. "Makanan yang banyak, Wan."
39. "Lho, kamu tidak tahu ya?"
40. "Tidak. Soalnya tidak mirip,"
41. "Bapaknya Bang Irwan ini, Orang Melayu asli. Terus, ibunya Bang Irwan itu, ya sepupuku, orang Jawa."
42. "Lho kok mancung, kulitnya Abang juga tidak hitam?"
43. "Hehe. Ibumu ini Jawa tulen. Tapi ibunya Bang Irwan Jawa campuran. Katanya, Bapaknya Arab dengan Jawa. Ibunya Jawa dengan Cina. Mungkin wajahnya sedikit ambil Arab, kulitnya sedikit ambil Cina,"
44. "Lho, tapi kuli-kuli Cina, kulitnya sama hitamnya dengan orang Jawa, bagaimana sih?"
45. "Cina kuli terjemur, Nak. Aslinya ya putih, hehe. Untung Bang Irwan dipelihara Tengku Rasyid, jadinya tidak kejemur, hehehe,"
46. "Karena pinter! Bang Irwan iku sudah yatim piatu sejak kecil. Terus setelah Mbah Deroen yang melihara meninggal, warga kampung Secanggang nganter Abang ke sini. Dulu, Bang Irwan kecil seneng dengerin orang belajar di pondok Tuan Guru Besilam. Kebetulan Wak Rasyid yang sering mampir ngelihat Bang Irwan,"
47. "Aku kan sama pintarnya. Lho, kok tidak diminta Wak Rasyid jadi anak angkatnya?"
48. "Gil, itu airnya sudah panas, buatkan kopi Abangmu dulu, Nak,"
49. "Niatnya bagus. Kalo nanti dilamar orang Belanda, mau tidak?"
50. "Tidak mau! Orang Belanda kaya tapi tidak bisa ngaji. Pokoknya Ragil maunya sama Bang Irwan saja,"
51. "Lha gimana sih, Gil? Saya kan abang kamu. Bang Irwan juga sudah mengenalkan kamu ke kak Farisya, waktu kami ke sini."
52. "Heh? Gil! mulutmu ini lho?"
53. Perjanjian Versailles (1919) adalah suatu perjanjian damai yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman.
Chapter Sebelumnya
Chapter 4
Bab 4. Hasut
Chapter Selanjutnya
Chapter 6
Bab 6. Merantau ke Negeri Belanda - a
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (2)
Rekomendasi
Flash
Intuneric
Cerpen
Konten Cinta Tanpa Cinta
Cerpen
Kopi
Novel
Teleporter
Novel
THE VISUAL ART OF LOVE
Novel
Organic Matcha
Flash
Mas Gaje
Cerpen
Kembalikan Senyum Ibu
Flash
Ojek Online
Novel
The Eight Stranger Things
Novel
GADIS BULAN
Flash
Jangan Jatuh Cinta di Jogja
Cerpen
Aku dan Mantan Kakak Iparku
Cerpen
The Unseen Hand: Prolog
Cerpen
Cinta Harus Dimengerti
Flash
Sintas
Novel
Jangan Nikah Muda
Novel
Fantasteen Zeira and The World of Magic
Flash
Hujan
Cerpen
Sahabat terakhir di hati ku