Soul

Ribuan jiwa berbaris dengan rapi di depan 111 bilik berwarna putih. Beberapa dari kami sudah menunggu waktu ratusan tahun untuk hari ini. Hari di mana kami akan memilih untuk terlahir kembali.

"Nomor antrian A709 di bilik 44." terdengar suara menggema.

Aku memastikan nomor antrianku sekali lagi, lalu memasuki bilik dengan semangat.

Seseorang dengan jubah putih dan sayap megah menyambut kedatanganku, "Selamat datang di persiapan kelahiran, A709."

"Te-terimakasih."

"Silahkan duduk." aku menuruti perkataannya dan duduk di sebuah kursi berlengan berwarna putih.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya seseorang itu ramah.

"Saya tidak sabar untuk terlahir kembali di dunia!"

Seseorang itu tertawa, "Kamu sangat bersemangat. Tapi sebelum itu, kita harus melihat dulu perjalanan hidupmu yang akan datang... Kamu siap?"

Aku mengangguk mantap.

Kupikir kami akan melihat hidupku dimulai dari aku lahir hingga meninggal. Ternyata...

Aku bangun perlahan, sebuah peluru terjatuh dari dahiku.

Tanganku dipenuhi dengan darah, begitu juga baju dan wajahku. Anehnya, aku juga bisa merasakannya di dalam mulutku, rasa yang enak.

Aku meneguk darah dan mengelap mulutku. Masih kurang.

Kukerjapkan mataku, kini terlihat jelas di depanku tergeletak seorang anak kecil, lehernya sobek dan terkoyak seperti habis digigit hewan liar.

Aku ingin melihat sekeliling dengan panik, jika ada hewan liar di sini tentu aku harus menyelamatkan diri. Tapi tubuhku tidak bisa kugerakkan dengan leluasa.

Aku membungkuk ke arah leher anak tadi, aku, membuka mulutku ke arah lehernya dan lehernya utuh kembali! Darah di tangan, baju, dan mulutku juga kembali ke dalam tubuh anak tadi. Rupa-rupanya akulah yang menggigitnya?!

Anak kecil itu menangis dan meronta-ronta, ia hidup kembali!

Ia bangkit dan berjalan mundur, sementara aku bangkit, mengangkat kedua tanganku dan mulai menggeram.

Aku ingin bertanya pada seseorang dengan sayap tadi apa mereka menerima pengembalian dana.

4 disukai 4.9K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction