Menanti Sepi

Kesapakatan untuk saling setia, tidak lagi di rasakan Sarmila. Sarmila hanya menanti sepi dan harapan kosong, yang di janjikan Tedy, calon suaminya.

"Aku akan secepatnya kembali, untuk segera melamarmu, Sar"ungkap kesetiaan tergurat dari raut wajah Tedy, yang akan pergi belayar. Raut wajah sedih Sarmila, seakan tidak ingin melepaskan kedua tangan Tedy terus menatap wajahnya Sarmila.

Kata-kata itu yang selalu di ingat Sarmila, saat Tedy akan pergi berlayar. Hampir tiap hari, sudah berapa bulan ini Sarmila hanya terduduk di ayunan, yang jadi teman setianya beratap rimbun nyinyur hijau melambai di sertai suara deburan ombak.

"Sampai kapan aku selalu menanti kamu, Ted. Rasanya makin lama, makin hati ini makin terhujam oleh tekanan terbawa jaman Siti Nurbaya. Dimana aku merasa makin tidak kuat, karena aku terus di desak menikah dengan pilihan Abah"guman lirih sedih Sarmila beranjak bangun berdiri dari ayunan. Tatapan wajahnya sedih menatap deburan ombak membawa pasir putih makin mulai tidak terlihat karena malam telah datang.

"Sudahlah Sarmila, kamu jangan menanti sepi dan harapan kosong saja. Lagian kurang apa Mulia, anaknya Juragan Tardi itu. Mulia segalanya udah ada, lagian ngapain kamu menanti seharian duduk di ayunan, cuman menanti harapan kosong yang tidak pasti"makin sewot Surya, Abahnya Sarmila makin ingin cepat nikahkan Sarmila dengan Mulia.

Suara deburan ombak jelas terdengar, karena jarak rumah Sarmila dengan tepian pantai tidak terlalu jauh. Sinar rembulan makin cantik saat di lihat Sarmila dari balik jendela kamarnya. "Abah mau kamu terima saja Mulia, dia udah ingin sekali menikahi kamu, Sar"tegas Surya seakan memaksa Sarmila sedih. "Tapi Bah"sedikit membantah Sarmila makin sedih. "Kamu tuh di pilihin calon suami yang baik dan masa depan jelas! Ini masih saja menolak! Kamu tahu'kan Siti, anaknya Bu Kanti. Sampai saat ini dia cuman berharap calon suaminya datang, heh kenyataannya calon suaminya udah menikah lagi sama wanita lain!"makin emosi Surya lantas beranjak keluar dari dalam kamar.

"Benar kata Abah, aku cuman menanti sepi dan berharap kosong kedatangan Tedy. Yang nyatanya Tedy tidak datang lagi, malahan Tedy mengingkari janjinya"guman sedih dalam hatinya Sarmila sudah bersanding dengan Mulia di pelaminan, saat tamu datang menyalami dan memberikan selamat.

Mulia, kini sudah jadi suaminya Sarmila, yang masih tetap menanti Tedy. Sebegitu sabarnya Mulia menghadapai kenyataan biduk rumah tangganya dengan Sarmila, yang masih berharap Tedy datang menepati janjinya.

Sarmila terduduk di atas ayunan, di temani musik suara deburan ombak pantai. Mulia berdiri di belakang Sarmila melirik tersenyum, Mulia berikan selembar koran usang pada Sarmila. Sontak sedih Sarmila membaca, ternyata kapal yang di tumpangi Tedy saat berlayar kandas terhempas ombak saat berapa hari Tedy berlayar. "Maaf'kanku Sar, aku menyimpan koran ini, karena aku tidak mau melukai perasaanmu.

Sarmila sedih lantas memeluk Mulia. "Maaf'kanku Mulia, selama ini kuhanya menanti sepi dan harapan kosong, akan kembalinya Tedy. Tapi nyatanya kesetiaan kamu telah membuatku makin tidak ingin di tinggalkan jauh olehmu, Mulia" peluk erat Sarmila sedih.

1 disukai 4.5K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction