Saatnya Memohon Ampunan Tuhan

Sudah tiga bulan bapak susah ditemui. Setiap kali ada pihak swasta, bapak memintaku untuk mengarahkan pada Soni atau Edo.

Padahal, biasanya, swasata adalah tamu favorit bapak. Beliau senang karena mereka sering membuat rumahnya diteriaki "Misi! Paket!". Kalau isinya kecil, seperti ponsel, kadang diantar langsung ke kantor.

Tapi, akhir-akhir ini terasa berbeda. Bapak tidak mau menerima mereka lagi. Membiarkan para bawahannya mengambil keputusan.

Bapak hanya mau terima laporan.

Bapak hanya mau tinggal tanda tangan.

Bapak tidak mau lagi ngobrol panjang soal angka. Bapak tidak mau lagi negosiasi.

Bapak tidak lagi cerewet pada pihak yang bekerjasama. Tidak mau lagi mengatur markup, tidak mau lagi bicara cashback.

Akhirnya aku tak tahan lagi. Di mobil saat perjalanan pulang aku bertanya. "Sekarang jarang terima tamu, Pak?"

Kata bapak "Aku berjanji sejak pertama menjabat untuk berhenti, tiga bulan menjelang pensiun."

Dua minggu kemudian, aku mengantarnya ke pengajian rumahan. Bapak disambut atasan-atasannya dulu. Termasuk yang ia gantikan dulu. Tangan mereka begitu terbuka sebagaimana senyumnya. Barisan pria-pria beruban itu berucap bergantian. "Saatnya memohon ampunan Tuhan."

8 disukai 6K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction