Flash Fiction
Disukai
13
Dilihat
11,987
Pudar
Drama

Dingin ..., basah ..., sakit ..., bau amis....

Itulah yang kurasakan saat tersadar.

Aku membuka mata, berusaha mengenali tempat di mana aku berada. Tapi tidak ada yang bisa kulihat selain kegelapan. Mendesah, aku berusaha mengingat kejadian sebelumnya.

Kurapatkan geraham saat kuingat semuanya. Saat itu ibuku berteriak. Ayahku memukulku. Tidak ada yang aku lakukan selain menangis di sudut kamarku yang gelap.

Aku merasakan sakit di sekujur bagian belakang tubuhku. Namun, bukan karena itu aku menangis. Aku menangis karena kedua orang tuaku memandangku rendah.

Aku mengerang.

Hal ini begitu menyakitkan untuk diingat. Aku telah berusaha begitu keras memenuhi harapan mereka.

Andaikan kedua orang tuaku tahu, tidak ada yang lebih membahagiakan bagiku selain kata-kata penuh kasih sayang. Bahwa mereka mencintaiku dan bangga padaku.

Apa kau tahu? Ibuku adalah seorang pianis, sedang ayahku adalah komposer ternama. Tidak ada yang lebih penting bagi mereka selain musik.

Saat aku lahir, mereka menggantungkan harapan yang tinggi padaku. Mereka ingin aku mewarisi kemampuan mereka dan bahkan melampauinya.

Itulah sebabnya aku rela menghabiskan seluruh waktuku untuk belajar dan belajar.

Kutekan keinginanku untuk bermain dan bergaul. Hal ini karena aku mencintai mereka.

Sayang, aku hanya manusia. Aku memiliki batas kemampuan. Walau aku telah berusaha, aku tidak mampu memenuhi harapan mereka.

Aku telah gagal menjadi yang terbaik. Hatiku hancur saat melihat kekecewaan di wajah mereka.

Sebenarnya, bukan kali ini aku mengecewakan mereka. Aku terlalu sering gagal. Aku terlalu sering mengubur harapan. Aku selalu dijadikan pemberitaan di mana aku tidak mewarisi bakat dan kemampuan mereka.

Aku ini memalukan.

Nasibku bertambah buruk ketika adik laki-lakiku lahir. Mereka tidak lagi peduli padaku dan mencurahkan perhatian dan kasih sayang mereka padanya.

Mereka bahkan tidak ragu mengatakan, mereka akan mendidiknya agar tidak jadi manusia tidak berguna sepertiku.

Saat itu hatiku meratap. Aku berharap apa yang kudengar secara sembunyi-sembunyi ini salah. Sayang, itulah yang yang sebenarnya.

Aku sudah tidak tahan. Aku menjerit. Berusaha menghilangkan rasa sakit ini dari dadaku.

Kemudian aku menatap cermin. Aku bahkan tidak mampu melihat diriku sendiri. Aku menyedihkan, aku mengecewakan. Tanpa sadar aku mengangkat memukul kaca dengan kedua belah tanganku yang berharga.

Berharga?

Apa benar berharga. Kedua tangan yang berdarah penuh luka ini tidak berguna. Apa artinya jika mereka tidak mampu memenuhi harapan orang-orang yang kucintai.

Apa aku masih kuat melihat ekspresi wajah dan perilaku mereka terhadapku.

Tidak lagi ....

Setelah itu, tidak ada lagi yang kuingat. Ingatanku kabur. Seakan aku tenggelam di lumpur yang pekat.

Aku hanya ingat kedamaian. Saat hembusan angin yang membelai wajahku.

Yah, aku ingat sekarang.

Aku ingat kenapa semua terlihat gelap. Kenapa tubuhku tidak mampu digerakkan dan ingatan serta kesadaranku kian memudar.

Aku lelah. Aku tidak sanggup lagi menanggung tekanan. Aku hanya ingin kedamaian. Aku tidak peduli walau aku dalam kesendirian. Tenggelam dalam pusaran waktu. Terlupakan oleh dunia yang terus berjalan.

Kedua orang tuaku pasti saat ini tengah bersama adikku. Menatap bangga pada penerus cita-cita dan harapan mereka.

Aku yakin mereka tidak akan merasa kehilangan. Aku yakin hidup mereka terus berjalan, walau aku tidak ada di dalamnya.

TAMAT

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
orang tua yang toxic. cerita ini relate bagi banyak orang. nice. 🌟🌟🌟/🌟🌟🌟🌟🌟
FF nya keren 👍
Rekomendasi dari Drama
Rekomendasi