Si jago sembunyi

Aku berhitung sampai seratus. Setelah itu aku lupa kelanjutannya. Meski mulai bosan, aku tidak akan keluar, karena nanti aku bukan lagi "si jago sembunyi".

Kali ini lawanku bukan kakak, karena kakak dengan tegas berkata musuh kali ini adalah orang besar. Mungkin ibu dan ayah akhirnya mau ikut bermain?

Tunggu. Aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Aku tidak bergerak. Tidak bersuara. Tidak bernapas. Tapi suara itu semakin mendekat dengan pasti.

Dia membuka tutup tempat persembunyianku. Mataku sakit karena tiba-tiba melihat cahaya matahari. Dia menemukanku! Bagaimana bisa?

"Baumu seperti anak sapi," kata musuhku sambil terkekeh.

Tidak sopan! Ibu rajin memandikanku tiga kali sehari meski aku tak suka. Dengan cepat musuhku menarikku dari tempat persembunyian. Dia menjambak rambutku dengan kasar. Sakit sekali. Aku tidak suka permainan ini lagi. Aku ingin berteriak untuk protes, tapi musuhku terlanjur berteriak lebih kencang, ia seperti orang yang kesurupan. Aku takut.

Aku melihat sekeliling untuk mencari bantuan. Tapi ibu dan ayah tertidur di tanah dengan santainya. Tiba-tiba rasa sakit yang hebat menerpa kepalaku. Lalu dengan cepat aku juga berada di tanah. Aku melihat wajah kakak yang menatapku. Aku ingin bercerita seru dengan kakak, bagaimana si musuh mengalahkan si jago sembunyi. Tapi sebelum bisa berucap, mataku menutup, karena terlalu mengantuk.

15 disukai 11 komentar 7.1K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
btw, klo ada yg penasaran. cerita ini terinspirasi dari salah satu tragedi pembantaian di Indonesia. [oni-58]
@faridapane : Terima kasih sdh mampir kk 😀
@dianadia : 💯😭
@kaanunun : Terima kasih sdh membaca kk 🤗
Huhu, si jago sembunyi dibunuh ya.
Kukira ortu abusive taunya... 😱 Kerenn
@suciasdhan : Terima kasih kk ❤
Keren 🤩
@zenera : Terima kasih kk 🤗
Saran Flash Fiction