Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
14
Sunyi di Kota Hingar-Bingar
Romantis
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Sudah menjadi kebiasaan ku untuk menulis di setiap malam setelah semua kegiatan yang ku lakukan selama satu hari ini. Entahlah, mungkin ini cara diriku untuk menjawab pertanyaan dari pikiran ku. Malam itu unik, kadang kita dipaksa untuk bergadang agar kita memandangi nya cukup lama.

Hari ini seperti biasa, kesunyian yang biasa, aku pulang ke rumah menyimpan tas, mandi dan duduk di meja kerja ku yang menghadap ke langit malam dan menyalakan sebatang rokok lalu mulai menulis. Ya, sebenarnya hanya kehidupan ku yang sunyi, tidak dengan kota ku. Lihatlah mobil-mobil dibawah sana, apa mereka sadar langit malam sedang cerah dan indah. Atau barangkali aku lah yang tidak bisa melihat apa yang mereka anggap indah.

Setiap hari kota bergerak bagai roda ban mobil balap, sangat cepat. Orang-orang terus bergerak tak menghiraukan kanan kiri, terus bergerak menuju tujuan, menyelesaikan banyak hal dalam waktu singkat. Terkadang, aku seperti sedang berada di dimensi lain bila melihat orang-orang begitu cekatan menjalani aktivitas terlalu ambisius untuk mencapai impian, terlalu grasak-grusuk untuk hanya makan siang sebentar. Entahlah, mungkin begitulah hari biasa mereka.

Dulu aku sering menganggap diriku tidak berguna, melihat teman-teman ku yang serba visioner, selalu mencoba memprediksi esok hari atau bahkan semenit kemudian. Aku ini tidak seperti orang lain yang semua harus dilakukan dalam satu waktu, sudah pernah ku lakukan dan yang terjadi aku hanya menyiksa diri sendiri.

Banyak impian dalam list impianku, beberapa tak tercapai walau sudah diperjuangkan, sepertinya karena Tuhan memberi isyarat pada alam bahwa itu tidak cocok denganku. Sebaliknya, apa yang tidak begitu ku rencanakan dengan serius justru terjadi dengan sendirinya. Mungkin itulah yang dimaksud dengan takdir.

Aku mulai mempertanyakan banyak hal, apa keinginan ku, kenapa aku seperti ini, selalu lambat, tidak bisa cekatan, apa keahlianku, kenapa aku terus terjebak dalam rasa tak mampu, kenapa aku selalu menyalahkan diri sendiri, kapan hal luar biasa terjadi pada diri ku, apa yang sepesial pada diriku,mengapa hidupku se-hambar ini. Dan masih banyak lagi pertanyaan yang aku tanyakan.

“Jangan murung begitu!! kau masih muda tak pantas untuk dirimu merenung karena hanya kau lebih lambat dari orang lain” ucap bapak-bapak paruh baya pemilik toko buku yang sering aku datangi beberapa tahun yang lalu.

“Entahlah pa,” aku mengangkat bahuku, “aku hanya merasa seperti sedang jalan ditempat, tak bergerak kemana-mana, hanya mengandalkan keajaiban dari takdir, karena setiap yang aku usahakan pasti sulit tergapai, tapi setiap yang aku urungkan malah akan terus berkembang dan aku mudah menggapainya.” Jawab ku saat itu dengan putus asa.

Aku sudah sadar bahwa ada tangan sangat maha Kuasa yang memerintahkan alam untuk mengarahkan ku pada hal yang tak terduga.

“Tapi, ayolah sekali saja apa yang kuusahakan harusnya terjadi karena aku sangat menyukai hal itu,” pikir ku saat selesai berbicara dengan sang pemilik toko buku.

“Sepertinya banyak hal yang menjadi pertanyaan mu di dalam kepala mu itu, dan setiap kau berusaha menjawab malah ditimpa dengan pertanyaan lainnya, sehingga otak mu hanya berputar-putar dengan pertanyaan yang berbeda tanpa sempat menjawab satu pertanyaan pun,” Kata bapak itu, lalu menghembuskan asap rokok yang sangat menyengat.

“Daripada kau terjebak di sana, cobalah menulis keseharian mu, mungkin dengan menulis setidaknya jawaban-jawaban mu itu akan terjawab dibuku harian mu itu,” lanjutnya untuk meneruskan nasehatnya tadi.

Aku hanya mengangguk karena aku tak merasa perlu untuk menulis keseharian, tapi bila dipikir pikir sepertinya bapak itu ada benar nya juga. Maka dari itulah, semenjak hari itu hingga hari ini aku terus menulis keseharian ku untuk menjawab pertanyaan -pertanyaan yang melintas di kepala ku soal hidup ini.

Karena nasehat bapa itu aku bisa menjalani hidupku dengan penuh makna, mungkin orang melihat ku seperti manusia yang menjalani keseharian yang membosankan. Tapi, sejujurnya inilah hidup yang bisa aku maknai, hidup sunyi ditengah kota hingar-bingar ini.

Menulis itu penting bagiku, sudah seperti curhat dengan orang yang sangat tepat. Keluh kesah ku didengarkan dengan baik, mungkin kalau buku harian ku hidup mereka akan mendapat pujian sebagai pendengar yang baik. Semua orang punya pengalaman hidup yang berbeda, dari perbedaan itulah semua orang punya alasan untuk menulis soal diri mereka sendiri.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Rekomendasi