“Mau kamu catat manual? Atau ketik resep ini di ponselmu? Silakan, bebas, Say.”
“Jangan ribet ya, bikinnya. Bahannya juga jangan yang aneh-aneh, harus gampang dapetinnya.”
“Resep idiot proof ini. Mudah bikinnya, pakai bahan yang ada di dapur. Kujamin enak pula rasanya.”
“Kuy, mainkan.”
“Segampang 1.. 2.. 3..”
“Maksudmu?”
“Satu batang coklat atau sekitar satu ratus gram, cincang kasar. Atau satu genggam chocolate chip. Sesuai selera, ya. Mau pakai bittersweet chocolate, atau dark cooking cocholate. Silakan saja. Satu per empat sendok teh garam. Satu sendok teh muncung bubuk penaik atau baking powder. Juga satu sendok teh bubuk atau cairan perisa vanili.”
“Terus?”
“Dua butir telur suhu ruang, kocok lepas. Dua ratus mililiter minyak masak, atau minyak goreng bersih, bukan jelantah ya.. dan dua ratus lima puluh gram tepung terigu.”
“Terigu protein tinggi? sedang? rendah? Atau serba guna?”
“Pernah kucoba macam-macam terigu itu, hasilnya tak jauh beda. Biasa kupakai terigu yang ada di dapurku saja.”
“Siip, lanjut?”
“Tiga sendok makan muncung gula pasir halus, tapi bukan tepung gula. Kalau di-gram-in sekitar enam sampai tujuh puluh gram. Tiga buah pisang matang sampai kulitnya bebercak coklat kehitaman, kupas dan lumatkan. Sudah kusebut ya, semua bahannya.”
“Sekarang bikinnya gimana?”
“Semudah 1.. 2.. 3.. juga.”
“Oh ya?”
“Satu, panaskan oven seratus delapan puluh derajat Celsius.”
“Kalo gak punya oven, bisa dikukus?”
“Belum pernah kucoba mengukusnya. Tapi bisa dimasak di dalam panci kosong yang cukup besar untuk menampung cetakan kue. Baiknya tebal pantat panci, juga dindingnya. Jerang panci kosong di atas kompor. Alasi bawah panci dengan dua atau tiga plat metal yang tebal, supaya dasar kue tidak gosong duluan. Setelah panci panas, masukkan cetakan berisi adonan, terus tutup pancinya.
“Waah.. bisa bikin kue ini pas camping, nih.”
“Oh, jelas itu. Kalau niat bawa bahan-bahannya dan cetakan kue ke base camp, ya?”
“Lanjut, Cuy..”
“Langkah ke dua, masukkan seluruh adonan dalam satu wadah. Aduk jadi satu sampai tercampur rata, dengan menggunakan sendok saja. Tidak perlu pakai mixer. Lalu adonan ini dituangkan kedalam cetakan.”
“Benar gampang bikinnya ya, dan gak ribet. Terus, dipanggang?”
“Ya iya lah. Kalau nekat mau dimakan langsung bisa aja. Tapi resiko diare atau gangguan lain, ditanggung si pemakan, ya, Say. Atau adonan mau disendokin satu-satu ke wajan seperti bikin serabi, cucur atau pancake, juga bisa sih. Cuma lama aja selesainya.”
”Okidoki, lanjut.. “
“Tadi step satu dan dua, udah ya? Sekarang langkah ketiga. Panggang adonan selama dua puluh lima menit atau sampai setengah jam. Atau cek tusuk sate ke adonan, lalu tarik. Apabila tusuk satenya bersih mulus, tidak ada adonan yang menempel, berarti kue sudah matang.”
“Jadi deh kue 1.. 2.. 3.. sayang semuanya. Keluarin dari oven, iris-iris dan makan...”
“Woii, masih panas, Say, melepuh lidahmu nanti. Tunggu sampai dingin dululah kuenya. Baru potong-potong. Kalo cuma kamu sendiri yang makan, masukin tiap dua kerat kue ke dalam kantong plastik. Bagikan ke tetangga. Atau masukkan freezer. Pernah hampir setahun kulupa punya sisa potongan kue ini. Kutemukan pas bersih-bersih bunga es freezer. Mengusir bekunya, kumasukkan ia ke toaster selama dua-tiga menit. Aku gak punya microwave. Hebatnya, rasa pisang, coklat dan kelembutan kuenya tetap sama.”
“Kalau gak doyan pisang, ganti buah apa, ya?”
“Pakai wortel juga enak. Ganti pisang dengan dua atau tiga batang wortel. Kerok kulitnya, terus diserut halus. Juga ganti coklatnya dengan kismis dan cincangan kacang walnut. Terus lapisi kuenya nanti dengan cream cheese. Jadilah carrot cake ala cafe bintang-uang itu”
“Duuh, aku alergi wortel.”
“Haa.. ada yah, orang yang alergi wortel?”
“Ada! Aku bukan keturunan kelinci.”
“Atau bisa kamu coba pakai mangga mengkal serut. Pasti enak, asam manis rasanya.”
“Gak musim mangga, Say, susah cari mangga mengkal.”
“Hadang tukang rujak, minta mangga mengkalnya. Atau lupain kuenya, beli rujak aja.”
***
Bumi Biru, Hari Buruh 1 Mei 2023