(Cerita ini ditulis berdasarkan kisah nyata.)
Soreku yang syahdu kembali terganggu.
Hujan kali ini dinginnya menipu. Sejuk sih, tapi tetap saja pengap karena tetesan air yang menghantam tanah yang panas. Jadi aku tetap menyalakan AC di ruang tamu, ruangan yang menjadi tempat kerjaku sementara selama menunaikan WFH. Pandemi telah usai, tapi kantorku sudah terlanjur merasa cocok dengan sistem kerja remote. Tau kan, sistem kerja yang membolehkan karyawannya bekerja di mana aja itu loh. Semenjak sistem ini diterapkan, semua karyawan kantorku seolah bertransformasi jadi karyawan teladan. Mereka lebih enjoy kerja di rumah, bisa disambil jaga anak dan shopping online, katanya. Dulu, mereka harus mempertahankan stamina setelah menempuh perjalanan panjang dari rumah, sekarang tentu tidak perlu lagi. Dalam seminggu, ada lima hari kerja. Kantorku hanya menetapkan dua hari wajib masuk kantor untuk absen dan koordinasi. Sisanya, pekerjaan dilakukan di rumah.
Menyenangkan bagi rekan-rekan kerjaku yang lain, tapi enggak buatku. Kenapa? Baca sampai selesai ya.
So, yah. Ini hari Rabu, hari WFH untukku. Lagi enak-enak kerja, tiba-tiba…
“Mbak! Mbak Reta! Mbak, di rumah kan?” Seseorang terdengar ngos-ngosan berteriak sambil mengetuk pintu.
Harusnya ia tak perlu mengetuk sih. Apalagi teriak-teriak memastikan aku ada. Pintu ram anti nyamuk sama sekali tidak menghalangi pandangannya padaku yang bersimpuh duduk menatap komputer di atas meja ruang tamuku.
“Bu Arya, iya Bu. Ada apa kok sampai lari-lari?” Aku juga ikut mempercepat gerak tubuh membuka kunci dan mengayun pintu.
“Punya detergen kan? Punya dong, pasti. Kan Mbak Reta nggak nge-laundry.”
Aku langsung melirik benci. Ampun, kesal deh dikepoin sampai segitunya. Mau aku laundry kek, ngucek sendiri kek, atau injek-injek semua pakaian kotorku bukan urusannya. Pengennya sih nggak usah nyuci kayak Sultan, semua baju sekali pakai aja terus ganti ...
Keren bangett ceritanya, good luck ka
Good luck yaa ...