Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
3,022
Di Balik Dinding
Misteri

Dinding batu di depanku terus saja meraung-raung, meminta-minta padaku agar menghancurkannya. Katanya dunia di baliknya akan dapat mencerahkanku. Sekaligus menjawab pertanyaan mendasar yang selama belasan tahun bersemayam dalam isi kepalaku, tentang siapa aku ini sesungguhnya.

Aku mengerti, adalah pantangan besar bagiku untuk tidak sekali-kalinya menghancurkan dinding batu di depanku, sekaligus mengetahui dunia di baliknya. Selama ini aku tak berani melakukannya. Hanya saja semakin lama telingaku mendengar raungan dinding batu di depanku, rasa penasaranku akan semakin meletup-letup saja.

Uniknya, aku hanya dapat mendengar raungan dinding batu di waktu siang hari saja. Di malam hari dinding tersebut sebagaimana dinding-dinding lainnya, cuma diam membisu.

Khusus di siang hari ini sepertinya aku tak bakalan sanggup menahan hasrat keingintahuanku. Refleks aku menyambar palu godam. Menariknya, palu godam itu selalu saja didapatiku tengah menyandar pada dinding batu.

“Masih juga kau tergiur oleh godaan dinding batu terkutuk itu?”

Suara lantang langsung terdengar di belakangku, sesaat sebelum tangan kananku mengayunkan palu godam. Suara penuh wibawa yang serta-merta menggetarkan nyaliku. Palu godam yang sudah bersiap mengayun lekas kuturunkan lagi.

Saat menoleh ke belakang kulihat sosok bayangan hitam tengah mengacungkan telunjuknya, memperingatkanku. Tak mesti aku langsung terkaget-keget melihatnya. Bayangan hitam itu selalu saja muncul manakala aku mulai tergoda oleh raungan dinding batu. Entah kenapa aku selalu tak berdaya di depannya, akan selalu patuh pada peringatannya. Tak bakalan aku berani menghancurkan dinding batu di depanku.

Tetapi, bukankah siang hari ini bertepatan dengan gerhana matahari? Ya, siang hari dalam duniaku yang senantiasa cerah oleh sinar matahari niscaya akan gelap gulita. Tanpa cahaya matahari bayangan hitam itu tak bakalan terbentuk. Sekarang saja bayangan hitam itu sudah tampak meredup.

Gerhana kelihatannya mulai menelan terang sinar matahari. Gelap nan pekat akhirnya melumat bayangan hitam itu. Kesempatan emas bagiku, tiada lagi kendala untuk menghancurkan dinding batu. Cukup dibantu penerangan cahaya korek api aku sudah mampu menghancurkannya.

Kiranya dunia di balik dinding batu tengah benderang oleh terik sinar matahari. Menyajikan panorama indah berupa hamparan telaga biru. Satu pondok kecil berbahan kayu kulihat berdiri di tepi telaga. Karena pintunya membuka lebar, kelihatannya aku tertarik menyambangi pondok kayu.

Langsung aku berteriak saking terperanjatnya begitu masuk ke dalam pondok bambu. Sebuah panorama horor tersaji di sini. Aku menemukan gundukan kepala-kepala manusia. Ya, hanya kepala manusia saja tanpa badan!

Paling memeranjatkanku ternyata aku mengenal kepala-kepala manusia yang menumpuk itu. Mereka tak lain ayah, ibu, adik, dan kakakku. Juga dengan kedua pembantuku. Tak kuasa menyaksikan pemandangan mengerikan di hadapanku lekas aku berpaling. Lalu berlari secepat mungkin menjauhi pondok kayu.

Langkah kakiku terhenti. Terhadang oleh kemunculan sosok bayangan hitam lagi. Rupanya ia telah menyusulku kemari. Kembali aku terperanjat hebat. Sosok bayangan hitam itu ternyata tengah menjambak rambut kepala manusia. Sementara tangan satunya lagi memegang kampak berlumur darah.

Aku tak mengenal kepala manusia yang dibawanya. Namun, untuk pertama kalinya sosok bayangan hitam itu mulai menampakkan paras aslinya. Langsung aku menegun. Paras sosok bayangan hitam itu amatlah familier denganku, terutama parut kecil di bagian pipi kirinya. Parut serupa juga dimiliku, malah menempel di pipi yang sama.

 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Seram😱
Rekomendasi dari Misteri
Rekomendasi