Flash Fiction
Disukai
0
Dilihat
4,581
Bangun Pagi
Drama

“Emi sayang, ayo bangun. Matahari sudah tinggi.”

“Lima menit lagi, Ma,” kata Emi setengah tidur.

“Ayo Emi sayang. Bangun. Nih coba lihat. Poppy aja udah bangun,” kata Mama sambil meletakkan kucing belang tiga di samping telinga kanan Emi.

“Ngghh,” kata Emi sambil membalikkan badannya membelakangi Poppy.

Mama meletakkan Poppy ke lantai dan Poppy langsung melenggang pergi meninggalkan kamar tuannya. Mama menghela napas melihat Emi yang sangat susah disuruh bangun pagi. Mama pun mencari cara lain membangunkan Emi.

Sebuah ide terbesit di otak Mama. Mamapun menyingkap selimut tebal yang melindungi tubuh kecil Emi. Emi menahan salah satu ujung selimut agar selimut itu tetap menyelimutinya. Mama tidak menyerah. Mama menarik selimut Emi lebih cepat. Emipun secara refleks langsung menahan selimut itu tetap menyelimuti tubuhnya. Mama terus menariknya hingga akhirnya kemenangan menjadi milik Mama.

Hawa dingin langsung terasa menerpa kulit Emy. Emy pun langsung menekuk kedua lututnya berusaha mengurangi hawa dingin yang mengeryangi kulitnya.

Mama tersenyum.

Karena terlalu dingin, Emi mencari selimutnya dengan kedua mata yang masih tertutup rapat. Tapi sayang, selimutnya ada ditangan Mama. Akhirnya, dengan berat hati Emi bangun dari tidurnya.

“Ayo sekarang pergi ke kamar mandi. Sikat gigi dan mandi,” perintah Mama.

“Baik...,” kata Emi yang masih mengantuk berat.

Keesokan harinya, lagi-lagi Emi susah bangun pagi. Kali ini Mama benar-benar kehabisan ide untuk membangunkan Emi. Joe–kakak laki-lakinya Emi–juga kehabisan ide untuk membangunkan si Putri Tidur ini. Akhirnya Papapun turun tangan.

“APA?!” kata Mama dan Joe kaget.

“Mamah keberatan, Pa,” kata Mama.

“Joe juga, Pa,” kata Joe.

“Tapi hanya ini caranya agar Emi mau bangun pagi,” kata Papa.

“Tapi bukan dengan cara ini. Ini sama saja menghukumnya,” kata Mama.

“Setiap anak yang tidak menurut, harus diberi hukuman,” kata Papa tegas.

“Tapi, Pa...,” kata Mama sedikit memohon.

“Tidak ada toleransi. Kita harus menghukum Emi,” kata Papa sambil meninggalkan Mama dan Joe.

Kedua mata Emi terbuka. Sinar mentari masuk melalui ventilasi kamarnya.

“Sudah selesai kamu bermain-main di dunia mimpi?” kata Papa sambil melipat kedua tangannya di dada.

“Ah, Papa. Selamat pagi,” kata Emi sambil tersenyum.

Papa tidak menjawab salam pagi dari Emi seperti biasanya.

“Ada apa, Pa? Kok Papa melihat Emi dengan tatapan yang menakutkan begitu?”

“Sekarang lihat pukul berapa sekarang.”

Emi mencari jam bekernya. Dilihatnya jarum panjang menuju angka delapan dan jarum pendek menuju angka enam.

“Sekarang pukul 08.30.”

“Sekarang hari ini hari apa?”

“Hari...,” kata Emi sambil melihat kalender di kamarnya dari atas ranjangnya. “Hari Senin.”

“Itu berarti?”

Emi menundukkan kepalanya. Papa masih menatap Emi dengan tatapan orang yang sedang marah.

“Hari ini kamu dihukum. Mulai saat ini hingga seterusnya Papa, Mama, dan kak Joe tidak akan membangunkanmu lagi pagi-pagi. Kalau kamu telat bangun, kamu akan ketinggalan pelajaran,” kata Papa sambil meninggalkan Emi menyesali perbuatannya. 

Hari-hari berikutnya, Emi bangun pagi tanpa dibangunkan oleh Mama atau kak Joe. Hari pertama begitu berat tapi Emi tidak menyerah. Emi terus mencoba dan mencoba agar bisa mandiri.

Akhirnya perjuangan Emipun membuahkan hasil. Emi sekarang bisa bangun pagi sendiri. Dengan bangun lebih pagi, Emi bisa membantu Mama menyiapkan makan pagi dan bisa mengatur waktunya sendiri.

(2014)

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Rekomendasi