Ibu Setengah Hari

Yana sudah khatam dengan perdebatan yang hampir terjadi setiap pagi dengan Ibu mertua. Rinai air mata Yana meluncur ke pipi, menghapus sapuan bedak juga blush on di sana. Ibu yang maksa aku untuk kerja, biar nggak jadi beban Mas Gagah, tapi kaya nggak ikhlas gitu dipamitin. Siapa coba, yang dulu nawarin diri untuk momong Keke, batin Yana terus protes.

Seperti biasa, Yana sigap meneruskan beberapa file yang kemarin belum selesai dikerjakan. Kali ini dia tidak bisa fokus, hatinya gelisah tidak keruan. Wanita berkerudung biru itu terus-terusan menoleh ke sisi kiri komputer. Ada sebuah frame, foto seorang laki-laki berkumis tipis mencium perut buncit Yana—Mas Gagah, suaminya. Semoga LDR ini cepat berlalu ya Mas. Aku lama-lama nggak kuat ngadepin ibumu sendirian.

"Yan, cepet pulang. Keke sakit. Seru Ibu mertua di ujung telpon.

"Sakit apa, Buk? La tadi masih sehat. Tunggu ya, Bu. Aku ada rapat jam—"

"Wis kamu buruan pulang!"

Keke tertidur pulas di ranjang tanpa kain bedong, tangan lembutnya dibungkus balutan plester dan selang infus, kedua kaki Keke yang putih kemerahan kini melepuh terbakar. Lutut Yana lemas bukan main, seakan berdiri tanpa tulang melihat kondisi putri kecilnya.

"Kamu ini, Ibu macam apa? Anak sakit masih aja, kerja-kerja-kerjaaaa terus! Tadi tak telpon siang, ini udah sore kok baru nongol? Kamu punya selingkuhan di tempat kerja ya, Hah?" Caci wanita paruh baya dengan suara menggempar di ruangan kelas tiga.

"Mulai besok, aku janji nggak akan ninggalin Keke kerja lagi, Bu!" Yana menyerahkan map merah berisi surat pengunduran diri, lengkap dengan tanda tangan Cahyo Suseno, direktur perusahaan Asuransi Mitra Abadi.

#IbuSetengahHari

#IbuPekerja

#Wanitakarier

3 disukai 4.6K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction