Tawa

Hari ini, di waktu yang sama, di tempat yang sama, kita saling memandang tanpa kata yang terucap. Hanya senyuman tulus yang terukir di wajahmu, penyegar ragaku. Suatu kehormatan bisa tertawa bersamamu, pelangiku. Yang muncul sehabis petir menyambar hidupku. Entah kapan ini mulai terjadi. Aku rasa kamu juga tak’kan bisa menjawabnya. Seingatku ini semua berawal dari karma, karma karena telah mempertanyakan tawamu “Kenapa sih ketawa mulu? Kayak orang gila.”

Hahaha… kini aku yang gila. Terima kasih sudah membalas pertanyaanku dengan kutukan. Untungnya itu hanya sehari. Sehari untuk seterusnya. Terima kasih juga untuk tepukan tanganmu. Kata orang “banyak nyamuk yang mati karena tepukan tangan.” Amarahkulah yang mati oleh tawamu.

Seperti namamu, Citra, yang sudah memberikan gambaran lain tentang hidup ini. Bahwa setiap orang berhak merasakan bahagia. Termasuk bahagia saat orang sedang mengerutkan dahinya. Itulah yang ku heran darimu. Ketika orang lain takut dengan kerutan alisku kamu malah tertawa.

Sadar atau tidak, aku mendadak jadi penggemarmu. Mungkin rasa gemarmu pada idolamu kalah denganku. Maaf telah melanggar hak cipta perkataanmu. Maaf juga karena ku harus menjauh. Jangan tanyakan alasannya. Aku masih si misterius yang kamu kenal dulu.

Jangan berharap padaku karena aku tak punya nyali untuk menemani. Aku hanya singgah. Tak lama memang. Jangan suruh aku kembali tapi aku berharap kita kan bertemu lagi.

Sampai jumpa, dari penganggum rahasiamu. 

4 disukai 4.6K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction