Pertengkaran (unfaedah) Politik

Ada dua orang pemuda idealis di depan komputer di rumahnya masing-masing. Mereka berinteraksi di bawah status Twitter calon presiden dari kelompok yang mendominasi. Percakapan mereka menarik untuk disimak karena unfaedah.

“Lebih baik penipu yang doyan kerja.”

“Kalau dua-duanya suka menipu, sama saja kita membentuk penipu di negeri kita sendiri, lagipula darimana kau tahu kalau orang yang aku pilih adalah penipu?”

“Apa kamu tak baca berita? orang yang kamu pilih bersahabat dengan penyebab bencana di muka bumi, sang kapitalis.”

“Itu bukti kalau dia pekerja keras!”

 “Dia belum ada kapasitas sebagai pemimpin kok sudah mau mencalonkan diri.”

“Bukan soal kapasitas Bung, intinya dia telah menjalankan tugas sebelumnya dengan sangat baik, dia merajai tanah berangkal batu!”

“Pada kenyataannya dia belum berhasil memerbaiki keadaan.”

“Memang belum karena tak mungkin ada hasil instan, kecuali indomie goreng. Mengatur masyarakat itu harus tahu apa yang terjadi di arus bawah, jangan-jangan jagoanmu tak pernah tahu kalau masyarakat kita masih ada yang buta huruf?”

“Dia pasti akan memberantas buta huruf, lihat di visi misinya, dia mencanangkan program pembangunan desa dari infrastruktur sampai sumber daya manusianya.”

“Okelah itu program yang bagus, tapi dia tak punya langkah konkrit Bung, dia hanya berteori. Dia juga bukan orang yang punya kapasitas sebagai pemimpin, biar saja dia tetap jadi pengusaha,”

“Dia pengusaha sukses, yang bangun ekonomi bangsa kita jadi lebih baik.”

“Dengar Bung, kita tidak hanya butuh pemikir target profit, kita butuh orang yang bersedia membuka peluang sukses bagi pemodal kecil, biar bisa bersaing di pasar bebas, pasar digital!”

“Dia sudah memikirkan itu, aku yakin ditangannya usaha-usaha kecil itu bisa dikelola menjadi berdaya saing.”

“O ya? Bukankah itu hanya kata-katamu saja? Aku tak melihat peluang itu ada padanya, nah sebaiknya Anda pikirkan ulang visi dan misinya itu!”

“Tidak perlu, sebab visi misinya sudah jelas untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.”

“Tapi aku tidak melihat dia akan menjalankan langkah konkrit! Hal-hal teoretis hanya akan berhenti di tataran wacana.”

“Dia belum terpilih Bung, tentu dia masih menyembunyikan langkah-langkah konkritnya supaya tak dicontek oleh tim sukses macam kamu!”

“Kita butuh pemimpin yang handal dengan sifat-sifat ilahi dari manapun dia berasal. Aih, salah pilih pemimpin berarti bencana dihadirkan dan disebabkan oleh masyarakat itu sendiri. Bodo amat! Aku percaya pilihanku!”

Pada akhirnya mereka tetap tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh pemimpin terpilih. Mereka juga tidak akan tahu nasib seperti apa yang akhirnya akan terjadi pada mereka yang disebabkan oleh pemimpin terpilih. Semua bergantung kepada tiga hal: pemimpin terpilih, partai politik, dan kehendak semesta-yang bisa jadi milih menghancurkan negara ketimbang melihat pertengkaran unfaedah perpolitikan seperti ini. 

4 disukai 2 komentar 5.9K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@tiranikukuh : Wkkk, iya bener
Bapak-bapak nih biasanya.
Saran Flash Fiction