Sebelum ada langit dan bumi, sebelum ada siang dan malam, sebelum manusia sibuk berebut harta dan membangun pajak absurd, dunia hanya berupa kehampaan. Tidak ada warna, tidak ada suara, tidak ada konsep utang-piutang. Energi primordial berputar liar, menunggu sesuatu yang bisa memberinya tujuan.
Lalu, dalam ketiadaan itu, sesuatu lahir dari ketidakteraturan. Ia disebut Primordial Architect. Bukan sosok berjubah putih dengan janggut panjang seperti yang dibayangkan manusia. Ia tidak menunggangi awan atau memegang tongkat emas. Ia hanya... ada. Sebuah keberadaan yang bahkan lebih tua dari waktu itu sendiri. Sang Dewa menatap kehampaan di sekelilingnya. "Hmm… kosong. Sangat kosong. Kalau begini terus, aku akan bosan."
Dengan kedua tangannya yang bercahaya, ia merentangkan kehampaan itu, menciptakan batas antara langit dan bumi. Ia menghembuskan napasnya, dan dari situ lahir angin. Ia merentangkan jarinya, dan muncullah bintang-bintang yang berkelip. Namun, dunia masih kosong. Tak ada yang bergerak, tak ada yang hidup.
"Aku butuh sesuatu yang bisa menjaga tempat ini. Sesuatu yang lebih baik dari ayam yang hanya bisa berkokok atau manusia yang kelak sibuk menghitung pajak," gumamnya. Sang Dewa mengangkat tangannya. Dari telapak tangannya yang bercahaya, ia menurunkan Inti Dunia, sebuah kristal raksasa yang ia tanam jauh di dalam perut bumi. Kristal itu mulai bersinar, dan energi pun mengalir. Tanah mulai terbelah, sungai mulai mengalir, lautan mulai menggeliat. Namun tetap saja, dunia tidak memiliki penjaga. Maka, Sang Dewa mulai menciptakan mereka yang akan menjaga keseimbangan dunia ini.
Sang Dewa menunduk dan mengambil segenggam tanah liat. Dengan penuh perhatian, ia mulai membentuk sesuatu dengan tangannya. "Kamu akan menjadi makhluk pertama di dunia ini. Kuat, tak kenal lelah, dan tidak mudah mengeluh seperti manusia." Ia meremas tanah itu hingga berbentuk seperti raksasa besar. Dengan satu hembusan, ia meniupkan roh kesadaran tugas ke dalamnya. Golem pertama lahir. Ia berdiri tegak, tinggi, dan kokoh. Tidak mengenal rasa sakit, tidak pernah merasa lapar, dan tidak memiliki alasan untuk berhutang.
"Bagus. Tapi satu saja tidak cukup. Aku butuh lebih banyak," pikirnya. Sang Dewa menciptakan Golem-Golem lain dari berbagai bahan. Dari batu, tercipta Golem Pegunungan. Dari logam, tercipta Golem Perunggu dan Besi. Dari kristal, lahirlah Golem Cahaya, yang memancarkan sinar di kegelapan. Mereka tidak memiliki kehendak bebas, tidak memiliki mimpi atau ambisi, tetapi mereka memiliki tugas. Mereka membentuk dunia, menciptakan sungai, membangun gunung, menanam pohon. Mereka menjaga keseimbangan, mengatur musim, mengendalikan elemen, memastikan dunia tetap stabil. Mereka juga tidak boleh menghancurkan sesama, karena setiap Golem adalah bagian dari dunia itu sendiri. Selama ribuan tahun, mereka bekerja tanpa pertanyaan, tanpa ragu.
Namun, suatu hari, salah satu dari mereka mulai berpikir. Di antara para Golem, ada satu yang lebih besar, lebih kuat, dan lebih bercahaya dari yang lain. Namanya Terragar, Titan King. Matanya bersinar redup saat ia memandang dunia yang telah mereka bangun. Gunung menjulang tinggi, sungai mengalir deras, hutan tumbuh subur. Ia menoleh ke rekan-rekannya yang masih bekerja. "Kalau dunia sudah sempurna… lalu apa tujuan kita selanjutnya?" Tak ada yang bisa menjawab. Para Golem tidak pernah mempertanyakan tugas mereka sebelumnya. Mereka hanya terus bekerja, bahkan ketika pekerjaan itu sudah tak lagi diperlukan.
Terragar mencoba mencari jawaban. Ia mencari ke langit, tetapi Sang Dewa sudah lama menghilang. Ia mencari di dasar lautan, di puncak gunung tertinggi, tetapi tetap tak menemukan petunjuk. Maka, untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, seorang Golem mengeluarkan perintah sendiri. "Hentikan pekerjaan kalian." Dan mereka menurut.
Namun, tindakan ini menimbulkan perpecahan besar. Sebagian Golem merasa bahwa mereka telah bekerja cukup lama dan ingin mencari makna baru dalam keberadaan mereka. Sebagian lainnya menolak, tetap berpegang teguh pada tugas awal mereka. Ketidakseimbangan mulai muncul, dan dari sanalah bencana pertama terjadi. Dunia yang sebelumnya damai mulai berguncang. Golem yang mempertanyakan tugas mereka mulai menciptakan hal-hal baru. Beberapa mencoba menciptakan makhluk-makhluk kecil dari tanah dan energi monster pertama di dunia. Beberapa mengutak-atik elemen, menciptakan badai dan api yang tak terkendali. Konflik semakin memanas hingga akhirnya perang pun pecah. Perang antara makhluk yang tidak bisa mati, tetapi bisa dihancurkan. Pegunungan runtuh. Lautan mendidih. Hutan terbakar.
Dalam kekacauan itu, Sang Dewa kembali turun ke dunia. Dengan suara yang mengguncang seluruh Terra Valley, ia berkata, "Kalian telah melanggar perintah-Ku. Kalian seharusnya menjaga keseimbangan, tetapi kini kalian menghancurkannya." Para Golem gemetar di hadapan pencipta mereka. "Karena itu, aku memerintahkan kalian untuk tidur. Dunia ini bukan milik kalian lagi. Ia akan diwarisi oleh mereka yang datang setelah kalian."
Dengan satu mantra, para Golem tertidur. Gunung-gunung tinggi adalah Golem Pegunungan yang membatu. Sungai-sungai adalah napas Golem Air yang berhenti mengalir. Hutan-hutan adalah tubuh Golem Tanah yang terbaring diam. Mereka tidak mati. Mereka hanya menunggu.
Sebelum Sang Dewa pergi, ia meninggalkan satu ramalan terakhir. "Akan datang suatu masa ketika keseimbangan dunia terguncang. Ketika mereka yang datang setelah kalian melupakan alam, menjadi serakah, dan merusak dunia yang kalian bangun. Pada saat itu, kalian akan bangkit kembali."
Lalu, Sang Dewa pun menghilang. Dunia menjadi sunyi. Para Golem tertidur… Dan di atas mereka, manusia pertama turun ke dunia. Mereka tidak tahu apa yang sedang menunggu mereka di bawah tanah. Namun, suatu hari nanti, para raksasa batu akan kembali bangkit.
Terra Valley kini sunyi. Di masa lalu, para Golem adalah penguasa dunia, membentuk gunung, membelah sungai, dan menciptakan hutan. Mereka bukan sekadar makhluk; mereka adalah arsitek dunia, pemahat realitas itu sendiri. Namun kini, mereka telah menjadi bagian dari alam yang dulu mereka bentuk.
Gunung-gunung yang menjulang bukan hanya batuan biasa mereka adalah tubuh para Golem Pegunungan yang tertidur selama ribuan tahun. Sungai yang mengalir deras, memotong lembah dan daratan, adalah sisa napas dari Golem Air yang tak lagi bergerak. Hutan-hutan lebat, di mana pepohonan tumbuh subur, adalah jejak dari Golem Tanah yang tubuhnya kini tertutup akar dan lumut.
Namun, meski mereka tertidur, dunia terus bergerak. Dan tanpa para Golem yang menjaga keseimbangan, alam mulai bergejolak. Gunung-gunung berapi yang dulu dijaga oleh Golem Obsidian kini meletus tanpa kendali. Sungai yang dulunya mengalir dengan damai kini meluap, menenggelamkan daratan. Tanah yang semula stabil kini retak dan bergolak.
Dunia tidak mengenal kehampaan. Dalam kekosongan yang ditinggalkan para Golem, sesuatu yang baru mulai tumbuh.
Ketika perang para Golem berkecamuk di masa lampau, mereka tidak hanya meninggalkan reruntuhan, tetapi juga sesuatu yang lebih mendalam energi sihir yang tertanam dalam dunia. Kekuatan yang seharusnya menghilang justru meresap ke dalam tanah, terbawa angin, merasuk ke dalam lautan. Dari ketidakseimbangan itu, makhluk-makhluk baru lahir.
Namun, mereka bukan seperti para Golem yang diciptakan dengan kesempurnaan. Mereka lahir tanpa tujuan, tanpa aturan, tanpa kendali.
Di rawa-rawa yang dipenuhi energi magis, kabut hitam mulai menggumpal, membentuk Slithren makhluk bayangan yang melayang tanpa bentuk tetap. Di danau lava yang mendidih, lahirlah Drakean reptil raksasa bersisik hitam pekat, sayap mereka belum sempurna, namun kekuatan mereka cukup untuk menguasai daratan. Di antara bebatuan pegunungan, pecahan energi sihir membentuk Behemor hibrida raksasa yang tubuhnya terdiri dari batu, es, dan tanah yang terkoyak.
Di langit malam, serpihan Inti Golem yang hancur masih memancarkan cahaya samar. Dari serpihan ini, terbentuklah Aetherkin makhluk cahaya yang melayang seperti bintang jatuh, abadi namun tanpa tujuan.
Mereka berbeda dari para Golem. Mereka tidak menjaga keseimbangan, tidak peduli dengan dunia. Mereka hanya ingin bertahan hidup. Dan dalam perjuangan bertahan itu, mereka berkembang biak, beradaptasi, mengisi kekosongan yang ditinggalkan para Golem.
Dunia kini liar. Dunia kini dipenuhi monster-monster tanpa aturan.
Tanpa penguasa, Terra Valley berubah drastis. Di padang pasir luas yang tidak lagi dijaga oleh Golem Gurun, suhu menjadi ekstrem panas membakar di siang hari, dan membeku di malam hari. Di tempat ini, makhluk-makhluk seperti Sand Wraiths dan Crystal Beetles berkembang dengan cara yang tak terbayangkan sebelumnya.
Di pegunungan, beberapa Golem masih menyimpan sedikit energi dalam tubuh mereka. Namun, tanpa kendali penuh, getaran tubuh mereka menyebabkan gempa kecil yang membuka gua-gua baru, tempat monster seperti Cave Howlers dan Lavaborn Serpents berkembang biak.
Di lautan, tanpa Golem Air untuk menenangkan ombak, badai muncul tanpa pola yang jelas. Arus bawah laut menjadi liar, menciptakan zona berbahaya yang dihuni oleh Krakenborns monster laut yang tumbuh semakin besar setiap kali badai melanda.
Di utara yang membeku, Golem Es masih tertidur, tetapi dunia di sekitarnya telah berubah. Beberapa naga es, Frost Wyrms, mulai berkembang di sana, lahir dari energi dingin yang merembes keluar dari tubuh para Golem.
Ini bukan lagi dunia yang stabil. Ini adalah dunia yang hanya bisa dihuni oleh yang terkuat.
Namun, dunia ini belum selesai berevolusi. Masih ada sesuatu yang akan datang. Sesuatu yang kecil, rapuh, tetapi berbeda dari semua makhluk yang pernah ada sebelumnya.
Tak ada yang tahu dari mana manusia pertama datang. Apakah mereka diciptakan seperti para Golem? Atau apakah mereka hanyalah anomali seperti monster-monster lainnya?
Yang pasti, suatu hari, mereka muncul.
Makhluk kecil, lemah, tanpa sihir alami. Tidak bisa mengendalikan api seperti Drakean. Tidak bisa menyatu dengan elemen seperti Aetherkin. Mereka tampak seperti bagian paling rapuh dari dunia yang liar ini.
Namun, ada satu hal yang membedakan mereka dari semua makhluk lain. Mereka memiliki akal.
Awalnya, mereka hanya bertahan hidup, bersembunyi di gua-gua, menghindari monster yang berkeliaran di luar. Namun, perlahan-lahan, mereka mulai belajar. Mereka menemukan api sesuatu yang bahkan beberapa Golem pun tidak pernah lakukan. Mereka belajar berburu, bukan sekadar untuk bertahan hidup, tetapi untuk mengendalikan ekosistem. Mereka mulai membangun tempat tinggal, membentuk komunitas kecil.
Dan akhirnya, mereka menemukan sesuatu yang telah lama dilupakan.
Pada mulanya, manusia menganggap gunung dan hutan sebagai bagian dari alam, tanpa menyadari bahwa tanah yang mereka pijak adalah tubuh para raksasa yang tertidur. Namun, suatu hari, seorang pemburu menemukan sesuatu yang aneh di dalam gua.
Sebuah batu bercahaya. Tidak seperti batu biasa ia terasa hangat di genggamannya, seolah di dalamnya terdapat denyut samar.
Dengan rasa penasaran, sang pemburu menyentuhnya.
Dalam sekejap, tanah di sekitarnya bergetar.
Sebuah perasaan aneh menyelimuti dunia. Seakan sesuatu yang telah lama tertidur… mulai bangkit perlahan.
Para Golem belum sepenuhnya mati. Mereka hanya menunggu. Dan manusia, tanpa sadar, telah menemukan kunci untuk membangunkan mereka kembali.
Dan kini, pertanyaan terbesar pun muncul: Apakah manusia akan membangunkan para Golem sebagai pelindung? Atau… apakah mereka akan menjadikan mereka sebagai senjata? Dunia telah memasuki era baru. Dan sebuah keputusan besar akan segera dibuat.
Di dalam Balairung Agung Kerajaan Velmoria, cahaya redup dari lilin-lilin raksasa berpendar di dinding marmer yang dihiasi ukiran emas. Para bangsawan, penyihir, dan Pengendali Golem berkumpul dalam pertemuan rahasia. Suasana tegang menyelimuti ruangan saat Grand Magus Althar, penasihat sihir tertinggi kerajaan, melangkah ke podium. Jubah ungu yang membalut tubuhnya bergoyang pelan saat ia menatap para hadirin dengan mata tajam.
"Saudara-saudaraku," suaranya bergema ke seluruh aula. "Kita telah menguasai Golem. Kita telah membangun kota-kota, menaklukkan tanah-tanah liar. Tapi… apakah kita puas dengan hanya memiliki Clayborn dan Ironbeast?"
Ruangan mendadak sunyi.
Duke Valcroft, seorang bangsawan kaya yang memiliki ratusan Golem pekerja, menyandarkan tubuhnya di kursi dan tersenyum sinis. "Katakan langsung saja, Althar. Apa yang kau rencanakan?"
Althar mengangkat tongkatnya. Dalam sekejap, peta kuno melayang di udara, menampilkan sebuah reruntuhan raksasa yang tersembunyi di bawah tanah. "Ini, tuan-tuan sekalian, adalah Makam Terra Primus. Tempat di mana para Golem Kuno beristirahat selama ribuan tahun."
Para hadirin terkejut. Mata mereka membelalak saat Althar melanjutkan. "Selama ini, kita hanya membangunkan Golem biasa. Tapi di bawah sana, tidur para raksasa sejati. Mythra Titan, Adamant Guardian, dan... sang raja dari semua Golem Terragar, Titan King."
Keributan mulai memenuhi ruangan.
Pangeran Lionel, putra mahkota kerajaan, menatap peta itu dengan penuh ambisi. "Jika kita bisa membangkitkan mereka," katanya pelan, "tidak ada yang bisa menghentikan kita."
Akhirnya, raja memberikan izin. Ekspedisi besar-besaran pun dimulai, tanpa mereka sadari bahwa mereka baru saja membuka pintu menuju kehancuran.
Di kedalaman Makam Terra Primus, ritual pemanggilan dimulai. Dua puluh penyihir berdiri melingkar di sekitar Inti Golem raksasa, sebuah kristal hitam berdenyut yang tertanam di tengah candi bawah tanah. Simbol-simbol kuno bercahaya di dinding gua saat mantra-mantra kuno dilantunkan.
Energi mulai berkumpul. Suhu di dalam gua meningkat. Lalu, tiba-tiba…
DUM… DUM…
Denyutan dari dalam kristal semakin kuat. Salah satu penyihir terhuyung mundur. "A-Apa kita benar-benar harus melanjutkannya?"
Pangeran Lionel menyipitkan mata. "Teruskan!"
Dengan kata terakhir dari ritual, cahaya meledak dari dalam kristal. Tanah bergetar, batu-batu raksasa runtuh dari langit-langit gua, dan udara menjadi berat. Dari dalam kegelapan, dua mata emas raksasa perlahan terbuka.
"Kalian… bukan penciptaku."
Suara dalam dan berat menggema ke seluruh dunia. Penyihir-penyihir itu membeku.
Pangeran Lionel mencoba berbicara. "K-Kami membangunkanmu untuk melayani kerajaan manusia. Bersama, kita bisa "
"Siapa yang memberi kalian hak untuk membangunkanku?"
Terragar, Raja Golem, mengangkat tangannya yang sebesar gunung. Satu gerakan. Dan seluruh gua runtuh.
Terragar tidak hanya sekadar bangkit. Energinya beresonansi ke seluruh dunia.
Di puncak gunung-gunung tertinggi, Obsidian Colossus mengguncang bumi, mengangkat tubuhnya yang selama ini tertimbun batu. Di gurun yang luas, Desertborn Warlords mengangkat tubuh raksasa mereka, pasir yang telah menelan mereka selama ribuan tahun kini terlepas. Di lautan terdalam, Leviathan Golem membuka mata mereka, menyebabkan badai yang melanda seluruh pantai. Dalam waktu tiga hari, dunia manusia mulai runtuh.
Manusia tidak tinggal diam. Mereka mengerahkan pasukan Golem mereka untuk bertarung melawan para Golem Kuno.
Di Kota Besi, Ironbeast Golem bertempur melawan Adamant Guardian. Menara-menara sihir melepaskan semburan energi ke arah Golem Raksasa, tetapi hanya sedikit yang mampu menghentikan mereka. Di gurun, Golem Gurun yang dulu membantu manusia kini berubah menjadi musuh, menyebabkan badai pasir yang melahap kota-kota. Di lautan, Golem Laut menenggelamkan kapal-kapal manusia, menjadikan laut sebagai zona kematian.
Di pusat kehancuran ini, Terragar melangkah perlahan, mengamati dunia manusia yang semakin hancur.
"Kami adalah penjaga pertama dunia ini."
"Kami tidak lagi tertidur."
"Dunia ini akan kembali menjadi milik kami."
Namun, tidak semua Golem berpihak kepada Terragar. Beberapa Golem yang telah hidup berdampingan dengan manusia mulai mempertanyakan perintah Raja mereka. Clayborn dan Stonewalker yang telah membantu bertani tidak ingin menghancurkan ladang yang mereka rawat selama bertahun-tahun. Beberapa Golem Besi yang telah menjadi penjaga manusia memilih untuk melindungi mereka.
Dalam keputusasaan, manusia dan Golem yang setia bersatu. Mereka tahu mereka tidak bisa menghancurkan Terragar. Tetapi mereka bisa menyegelnya kembali.
Maka, dengan sisa kekuatan mereka, mereka melakukan ritual yang belum pernah dicoba sebelumnya.
"Perjanjian Tidur Panjang."
Ketika Terragar akhirnya mencapai jantung peradaban manusia, ia menemukan sesuatu yang tidak ia duga.
Para manusia tidak melawannya dengan senjata.
Mereka menggunakan mantra yang sama yang dulu digunakan Dewa Pencipta untuk menidurkan para Golem.
Dalam pertempuran terakhir yang mengguncang dunia, Terragar disegel kembali di dalam bumi. Bersama dengan sebagian besar Golem Kuno lainnya, mereka kembali tertidur.
Namun, sebelum kesadarannya menghilang, Terragar berbisik:
"Tidur kami tidak akan abadi."
"Ketika manusia kembali serakah… kami akan bangkit lagi."
Golem Kuno telah bangkit dan disegel kembali. Manusia selamat, tetapi peradaban mereka hancur. Perjanjian Tidur Panjang dibuat untuk mencegah kehancuran terjadi lagi.
Namun… suatu hari, Terragar akan bangkit kembali.
Angin lembut berembus di Lembah Abadi, membawa aroma tanah yang mulai pulih dari luka-luka perang. Matahari pagi menyinari dataran yang dulu menjadi saksi bisu pertempuran antara manusia dan Golem, kini hanya menyisakan reruntuhan serta tubuh-tubuh raksasa dari batu dan logam yang tak lagi bergerak.
Di tengah hamparan debu dan puing-puing, seorang pemuda bernama Kael berdiri menatap cakrawala yang kini tampak tenang, meskipun hatinya masih dipenuhi kegelisahan. Di sampingnya, Orum, Golem Besi Tertua yang masih aktif, berdiri diam seperti patung raksasa. Sepasang mata merah redupnya menatap Kael dengan penuh kesadaran, seolah mampu membaca pikirannya.
“Dunia ini… akhirnya tenang,” gumam Kael pelan. “Tapi berapa lama?”
Orum, yang telah menyaksikan sejarah panjang dunia ini, akhirnya berbicara dengan suara beratnya. “Tenang bukan berarti abadi, manusia.”
Kael menghela napas panjang. Ia tahu Orum benar. Perang telah berakhir, tetapi bekas luka yang ditinggalkannya masih menganga, menyimpan kisah-kisah yang belum usai.
Di balik bukit, kehidupan mulai bersemi kembali. Manusia membangun kembali kota-kota mereka. Rumah-rumah dari batu mulai berdiri, jalanan dipenuhi suara langkah kaki dan canda tawa. Para petani menanam kembali ladang mereka, para pedagang mendirikan pasar, dan roda kehidupan kembali berputar. Namun, ada satu hal yang berbeda dari dunia sebelum perang.
Mereka tidak lagi menjadikan Golem sebagai pusat peradaban mereka.
Manusia telah belajar dari kesalahan mereka. Mereka memilih untuk bergantung pada kekuatan dan kecerdasan mereka sendiri. Namun, tidak semua orang sepakat dengan keputusan ini. Di tempat-tempat tersembunyi, di antara reruntuhan dan bayang-bayang, ada mereka yang masih memegang keyakinan lama, bahwa dunia ini seharusnya tetap berada di bawah kendali para Golem.
Dalam seratus tahun setelah perang, manusia berkembang dari suku-suku kecil menjadi kerajaan-kerajaan besar. Di utara, Kerajaan Veldoria berdiri di atas reruntuhan kota lama, bersumpah untuk tidak pernah lagi bergantung pada Golem. Sementara itu, di pesisir barat, Konfederasi Marentha berkembang pesat dengan pengetahuan alkimia dan sihir, tetapi mereka menolak menyentuh teknologi Golem yang dianggap terlalu berbahaya.
Di dataran tinggi, Duchy of Argessia menjadi tempat perlindungan bagi para Pengendali Golem yang masih tersisa. Mereka menyimpan sisa-sisa teknologi kuno, tetapi hanya menggunakannya dalam keadaan darurat. Namun, di balik bayang-bayang sejarah yang terus berjalan, sebuah kelompok misterius mulai bangkit Ordo Titanus. Mereka percaya bahwa dunia ini tidak seharusnya dikuasai manusia. Mereka percaya bahwa Golem harus kembali menjadi penguasa dunia. Dan mereka ingin membangkitkan Terragar.
Seiring berjalannya waktu, sebagian besar Golem kembali tertidur, menghilang dari kehidupan manusia. Namun, beberapa tetap bertahan.
Golem Pekerja masih digunakan dalam pembangunan dan pertanian, meskipun dalam jumlah terbatas. Golem Penjaga seperti Ironbeast masih melindungi benteng-benteng kuno, menjadi simbol perlindungan yang nyaris terlupakan. Sementara itu, di hutan-hutan yang masih lebat, Golem Alam seperti Verdant Sentinel tetap menjaga ekosistem dari tangan manusia yang serakah.
Namun, semakin lama, manusia mulai melupakan keberadaan mereka. Anak-anak tumbuh tanpa pernah melihat Golem yang bergerak. Para pedagang mulai menyebut mereka sebagai legenda dari masa lalu. Para ilmuwan mulai mempertanyakan apakah Golem benar-benar pernah ada atau hanya mitos belaka.
Di dalam sebuah akademi sejarah, seorang murid muda bertanya kepada gurunya. “Profesor, apakah benar Golem pernah berjalan di dunia ini?”
Profesor tua dengan janggut putih panjang tertawa pelan. “Hahaha, banyak catatan sejarah yang mengatakan begitu, tetapi apakah mereka nyata atau hanya legenda? Siapa yang tahu?”
Namun, ada satu hal yang mereka lupakan sejarah yang dilupakan adalah sejarah yang akan terulang kembali.
Di sebuah reruntuhan kuno, sekelompok arkeolog dari Konfederasi Marentha menemukan sesuatu yang menggemparkan. Di dalam ruang bawah tanah yang tersembunyi selama berabad-abad, mereka menemukan sebuah Inti Golem yang masih bersinar redup.
“Ini... masih aktif?” salah seorang arkeolog bergumam dengan mata terbelalak.
Saat salah satu dari mereka menyentuhnya, getaran halus terasa di tanah. Mereka saling berpandangan dengan tatapan penuh keterkejutan. Seorang ilmuwan muda berseru, “Jika ini masih hidup… apakah itu berarti kita bisa membangkitkan Golem lagi?”
Berita ini segera menyebar ke seluruh kerajaan. Para bangsawan dan ilmuwan mulai berebut untuk meneliti teknologi Golem. Beberapa ingin menggunakannya untuk mempercepat pembangunan kota. Beberapa ingin menciptakan pasukan perang yang tak tertandingi. Dan beberapa… ingin membangkitkan kembali para Golem Kuno.
Di dalam bayang-bayang, Ordo Titanus mulai bergerak. Mereka tahu bahwa jika manusia terus menggali, mereka akan menemukan sesuatu yang tidak seharusnya ditemukan. Mereka akan menemukan Terragar.
Sejak akhir perang, Perjanjian Tidur Panjang melarang manusia untuk membangkitkan Golem Kuno. Namun, keserakahan manusia mulai menggoyahkan perjanjian itu.
Kerajaan Veldoria diam-diam mengaktifkan kembali Golem Benteng yang telah lama tidak digunakan. Ilmuwan di Marentha mulai bereksperimen dengan Inti Golem yang mereka temukan. Ordo Titanus menyusup ke berbagai tempat, menyebarkan propaganda bahwa Golem harus kembali berkuasa.
Namun, tidak ada yang menyadari satu hal penting: Perjanjian Tidur Panjang bukan sekadar kesepakatan. Perjanjian itu adalah segel.
Semakin banyak manusia yang melanggarnya, semakin lemah segel itu menjadi.
Dan jauh di dalam bumi…
Di bawah gunung yang sunyi…
Detak jantung Terragar mulai terdengar lebih jelas.
Dunia manusia telah berkembang pesat sejak perang. Mereka membangun kerajaan, menciptakan budaya, dan memperluas kekuasaan mereka. Namun, dalam kesombongan mereka, mereka lupa mengapa Golem pernah tertidur.
Sejarah mulai dilupakan.
Perjanjian mulai diabaikan.
Keserakahan mulai membangkitkan sesuatu yang seharusnya tetap tertidur.
Dan di suatu tempat di dunia ini, sesuatu mulai bangkit kembali.
Di bawah tanah yang dalam, di dalam reruntuhan yang telah lama ditinggalkan, sesuatu mulai bergerak. Detak jantung yang telah lama diam kini berdegup kembali. Para cendekiawan menyebutnya mitos, para pemimpin menganggapnya dongeng lama, dan anak-anak tumbuh dengan cerita bahwa Golem hanyalah bayangan masa lalu, tidak lebih dari legenda yang berdebu dalam buku sejarah. Namun, kebenaran tidak bisa disembunyikan selamanya. Di balik ketidaktahuan manusia, sesuatu mulai bangkit. Dan mereka yang masih percaya pada legenda telah menemukan cara untuk membuktikannya.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, dunia manusia diguncang oleh tiga kejadian besar. Di Kerajaan Veldoria, sekelompok arkeolog yang tengah menggali reruntuhan bawah tanah menemukan sebuah benteng kuno. Mereka mengira itu hanyalah sisa dari peradaban lama, peninggalan perang antara manusia dan Golem. Namun, mereka salah. Saat mereka tanpa sadar menyalakan kembali inti yang tersembunyi di dalamnya, tanah mulai bergetar. Para prajurit di atasnya merasakan sesuatu yang jauh berbeda dari gempa biasa. Dinding-dinding kota yang mereka kira hanya reruntuhan mulai bergerak, gerbang yang selama ini tertutup rapat mulai bernafas. Dalam sekejap, mereka menyadari bahwa kota mereka dibangun di atas tubuh Golem Raksasa yang tertidur. Dan kini, ia telah bangun.
Sementara itu, di Samudra Selatan, para nelayan mulai melaporkan kejadian aneh. Kapal-kapal dagang tiba-tiba menghilang, awalnya diduga karena badai laut. Namun, seorang pelaut tua yang selamat kembali dengan mata penuh ketakutan, membawa kabar yang menggetarkan para pemimpin kerajaan. Laut tidak bergerak karena angin, tetapi karena sesuatu yang lebih besar dari kapal mana pun. Tak lama kemudian, dari kedalaman laut, Leviathan Golem yang pernah menjadi penjaga lautan bangkit. Ia tidak menyerang, tetapi hanya dengan bergerak, ia menciptakan gelombang besar yang menghancurkan armada dagang di sekitarnya. Dunia mulai menyadari bahwa mereka tidak lagi sendiri.
Di Pegunungan Beku Argessia, seorang penyihir bernama Eldran telah menghabiskan bertahun-tahun mencari candi kuno yang konon menyegel Terragar, Raja Golem. Dan kini, ia menemukannya. Dinding-dinding candi dipenuhi ukiran kuno yang menceritakan kisah Perang Para Golem. Namun, ada satu prasasti yang membuatnya merinding. Tulisan kuno di dinding berbunyi: "Detak jantungnya semakin cepat." Saat ia menyentuh prasasti itu, sebuah suara bergema di pikirannya. "Siapa yang berani mengusikku?" Eldran mundur dengan napas terengah-engah. Ia tahu bahwa segel yang menjaga Terragar selama berabad-abad telah melemah. Dan jika seseorang tidak menghentikannya, sang Raja akan bangkit kembali.
Tiga peristiwa besar ini mengguncang dunia manusia. Para pemimpin kerajaan mulai panik, para penyihir menggali kembali buku-buku sejarah yang selama ini mereka abaikan. Namun, di tengah kekacauan itu, ada sekelompok orang yang melihat ini bukan sebagai ancaman, melainkan kesempatan. Dalam kegelapan, Ordo Titanus mulai bergerak. Di dalam candi- candi tersembunyi, mereka berbisik tentang kebenaran yang telah lama mereka tunggu. Pemimpin Ordo, seorang pria berjubah hitam, berbicara kepada para pengikutnya dengan suara tegas, "Dunia ini bukan milik manusia. Kita telah mengambil apa yang bukan milik kita." Seorang anggota muda bertanya dengan ragu, "Tapi bagaimana kita bisa membangkitkan Terragar? Segelnya masih ada."
Pemimpin itu tersenyum tipis. "Tidak lama lagi. Dengan setiap pelanggaran Perjanjian Tidur Panjang, segel itu melemah." Mereka telah menunggu berabad-abad untuk saat ini. Dan kini, mereka tahu bahwa Terragar akan segera bangkit.
Dunia kini berada di persimpangan jalan. Para pemimpin kerajaan dan para ilmuwan mulai mempertanyakan langkah mereka. Haruskah mereka mencoba menyegel kembali Golem yang bangkit, atau berusaha berdamai dengan mereka? Para raja percaya bahwa Golem adalah ancaman yang harus dihentikan dengan segala cara, tetapi mereka sadar bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan makhluk yang membangun dunia itu sendiri. Di sisi lain, ada sekelompok orang yang percaya bahwa manusia dan Golem bisa hidup berdampingan. Namun, apakah Golem akan mengerti bahasa mereka? Jika mereka bisa berbicara dengan Golem yang bangkit, mungkinkah mereka mencegah perang besar terjadi lagi?
Jauh di dalam tanah, di dalam candi yang telah lama terkubur, inti Terragar mulai bersinar kembali. Denyutannya semakin kuat, mengirimkan getaran ke seluruh dunia. Suara beratnya mulai terdengar dalam mimpi-mimpi para penyihir dan petapa. Di dalam bayang-bayang, Ordo Titanus telah menemukan jalan masuk ke makamnya. Seorang pria berjubah hitam berdiri di hadapan inti Golem yang bersinar, mengangkat tangannya, dan berbisik, "Waktunya telah tiba, Raja kami. Bangkitlah. Dunia ini bukan lagi milik mereka."
Sejarah kembali terulang. Manusia, seperti yang telah diprediksi oleh para Golem yang tersisa, mulai melanggar Perjanjian Tidur Panjang. Dunia kini menghadapi ancaman baru. Jika Terragar bangkit, perang besar bisa terjadi kembali. Manusia harus memilih jalan mereka apakah mereka akan bertarung, atau mencoba berdamai dengan para Golem yang telah bangkit?
Dan yang paling penting… apa yang akan terjadi jika Terragar benar-benar bangkit kembali?
Di kota Velmoria, ibu kota Kerajaan Veldoria, pagi dimulai dengan suara dentingan besi dan geraman roda kayu yang bergesekan dengan jalan batu. Pasar utama dipenuhi oleh para pedagang yang menawarkan barang dagangan mereka, sementara anak-anak berlarian di antara kerumunan, tertawa riang.
Di tengah hiruk-pikuk itu, sesosok raksasa bergerak perlahan. Stonewalker, Golem Batu setinggi lima meter, berjalan mantap membawa balok-balok besar yang akan digunakan untuk membangun benteng baru di tepi sungai. Anak-anak kecil mengamatinya dengan mata berbinar.
"Lihat! Golem itu lebih lambat dari kakekku!" seru seorang bocah.
"Tapi dia bisa mengangkat batu sebesar rumahmu, bodoh!" sahut temannya.
Seorang mandor tua bernama Hargan menepuk tubuh Stonewalker, yang berbunyi seperti gendang batu raksasa. "Ayo, bocah besar, kita harus menyelesaikan proyek ini sebelum musim hujan!"
Stonewalker tidak berbicara. Ia hanya bergumam pelan suara yang mirip dengan gesekan batu di dasar sungai lalu melanjutkan pekerjaannya tanpa keluhan.
Sementara itu, jauh di pedesaan Verden, Clayborn, Golem Tanah Liat, membajak ladang dengan tubuh besarnya yang gemuk dan tangan kuatnya. Para petani menganggapnya lebih dari sekadar alat ia adalah bagian dari komunitas mereka. Seorang gadis kecil bernama Mila berlari mendekatinya dengan sekeranjang apel di tangan.
"Ini untukmu, Clay!" katanya ceria.
Clayborn menatap apel itu sebentar sebelum mengambilnya dengan hati-hati. Ia tidak bisa makan, tentu saja, tetapi ia mengangkat apel itu dan menempelkannya ke dadanya seolah mengungkapkan rasa terima kasih. Para petani tertawa melihatnya.
"Dia lebih tahu sopan santun daripada manusia kebanyakan!" seru seorang petani.
Di hutan lebat yang jauh dari pemukiman manusia, Verdant Sentinel, Golem Hutan yang tubuhnya tertutupi lumut dan akar, berdiri diam di antara pepohonan. Seorang pemburu yang tersesat merangkak keluar dari semak-semak dan terkejut saat mendapati dirinya berhadapan dengan raksasa itu.
"Demi semua dewa… kau nyata?" bisiknya, suaranya bergetar.
Verdant Sentinel menatapnya dengan mata hijau bercahaya. Ia tidak berbicara. Namun, akar-akar di tanah bergeser perlahan, membentuk jalur kecil yang mengarah ke jalan utama. Pemburu itu menelan ludah, membungkuk hormat sebelum berlari mengikuti jalur tersebut.
Di sepanjang sungai Seleris, Golem Air berdiri dalam keheningan, tubuhnya transparan berkilauan di bawah cahaya bulan. Penduduk desa setempat menganggapnya sebagai roh penjaga dan sering meninggalkan persembahan di tepi sungai: bunga, rempah-rempah, dan potongan kecil logam berkilau. Mereka tidak pernah mendengar Golem itu berbicara… tetapi air di sungai mereka selalu bersih, dan ikan-ikan selalu melimpah.
Namun, tidak semua Golem hidup di antara manusia.
Di Puncak Gunung Grasmor, Obsidian Colossus berdiri diam, tubuhnya menyatu dengan batu. Kadang-kadang, para pendaki gunung melaporkan suara gemuruh dari dalam gunung, seolah raksasa itu hanya tertidur.
Di Pegunungan Beku Utara, Frostforged Titan tetap terkubur di bawah lapisan es. Badai salju yang konstan dipercaya sebagai hasil dari napasnya yang berat.
Di Gurun Khaleera, pengembara sering berbicara tentang siluman pasir yang bergerak di bawah cahaya bulan. Namun, bagi mereka yang memahami sejarah, mereka tahu itu bukan ilusi itu adalah Desertborn Warlord, yang tertidur di bawah lautan pasir.
Mereka semua tetap diam, menunggu. Mereka tidak tertarik pada urusan manusia. Namun… jika dunia kembali kacau, mereka akan bangkit kembali.
Di reruntuhan candi kuno, Orum, Golem Besi Tertua, duduk di atas singgasananya yang terbuat dari logam berkarat. Seorang pemuda datang kepadanya, membawa gulungan kertas dan pena di tangannya. Seorang sejarawan muda, mencari jawaban.
"Orum, apakah benar dulu Golem dan manusia pernah berperang?" tanyanya.
Orum menatapnya dengan mata merah bersinar. "Ya."
"Apakah… apakah perang itu bisa terjadi lagi?"
Orum terdiam lama sebelum akhirnya menjawab, "Itu… terserah kalian."
Ia tahu sesuatu yang tidak banyak orang tahu:
Terragar akan bangkit kembali.
Dan saat hari itu tiba, Orum harus memilih sisi dalam perang yang akan datang.
Namun, tidak semua hubungan manusia dan Golem dipenuhi ketakutan. Di Marentha, manusia dan Golem bekerja sama membangun sistem irigasi yang lebih baik. Di Velmoria, para petani mengajarkan anak-anak mereka cara berkomunikasi dengan Clayborn. Di Argessia, para penyihir mempelajari cara menggunakan energi Golem untuk memperkuat sihir mereka.
Dunia mulai berubah.
Namun, bayangan perang masih menggantung.
Di dalam tanah yang dalam, di reruntuhan candi yang terlupakan, Inti Terragar masih bersinar. Setiap tahun yang berlalu, detaknya semakin kuat. Para penyihir mulai mengalami mimpi aneh. Para druid melaporkan bahwa hutan mulai berbisik tentang sesuatu yang besar yang akan terjadi. Di dalam candi tersembunyi, Ordo Titanus mulai bergerak. Seorang pemimpin berjubah hitam berdiri di hadapan Inti Golem yang bersinar dan berbisik:
"Waktunya telah tiba, Raja Kami. Bangkitlah. Dunia ini bukan lagi milik mereka."
Namun, tidak semua manusia menginginkan perang. Beberapa percaya bahwa perdamaian bisa dicapai. Mereka mencari cara untuk berbicara dengan Golem Kuno, bukan dengan kekuatan, tetapi dengan pemahaman. Mereka menemui Orum, membaca prasasti kuno, mencari petunjuk di Lembah Abadi.
Di antara peninggalan yang mereka temukan, ada pesan terakhir dari Dewa Pencipta:
"Keseimbangan tidak datang dari kekuatan, tetapi dari pengertian. Hanya mereka yang memahami tujuan awal diciptakannya dunia yang bisa menghindari kehancuran."
Terra Valley telah mengalami perubahan drastis selama enam belas abad terakhir. Wilayah yang dulunya merupakan pusat peradaban agung kini terpecah menjadi kota-kota yang bersaing. Sistem sosial dan ekonomi yang dahulu terstruktur kini tercerai-berai, mencerminkan bagaimana umat manusia pernah terbagi dalam blok-blok ideologi mereka sendiri. Istilah-istilah seperti Dunia Ketiga telah lama hilang, tetapi pola pikirnya masih tersisa terbagi antara mereka yang ingin mempertahankan tatanan lama dan mereka yang ingin membangun masa depan baru.
Dunia kini berada di persimpangan jalan.
Dan keputusan yang akan dibuat… akan menentukan masa depan Terra Valley.
Di kedalaman candi yang tersembunyi, Orum menatap langit-langit batu yang dipenuhi ukiran kuno. Cahaya merah dari inti Terragar berdenyut perlahan, seolah-olah dunia itu sendiri sedang bernapas.
Lalu, di tengah keheningan, suara berbisik muncul bukan dari Ordo Titanus, bukan dari penyihir atau druid, tetapi dari sesuatu yang jauh lebih tua. Suara itu mengalir seperti angin di celah-celah batu, menyampaikan ramalan yang telah lama terlupakan:
"Saat dunia terpecah dan langit diselimuti api, Sang Penjaga akan bangkit dari bayang-bayang. Ia bukan dari golongan manusia, bukan pula dari keturunan raja. Namun, namanya akan disebut dalam doa orang-orang yang tersisa."
"Ia tidak mencari mahkota, tidak menuntut tahta, tetapi tangannya akan membawa takdir dunia. Saat tiga penjaga kuno saling berhadapan, dan peradaban lama menuntut haknya kembali, ia akan menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan."
"Namun, jalannya tidak akan mudah. Kegelapan akan menawarkannya kekuatan, dan cahaya akan meragukan keberadaannya. Saat sang raja yang tertidur membuka matanya, hanya ia yang bisa menentukan apakah dunia akan kembali bersinar… atau tenggelam dalam bayangan yang abadi."
Saat suara itu menghilang, Orum tetap diam. Matanya yang bersinar merah meredup, seolah merenungkan kata-kata yang baru saja didengar.
Di luar candi, angin malam berembus, membawa kabar bahwa seorang pemuda tanpa nama telah muncul di perbatasan Terra Valley. Ia tidak tahu siapa dirinya, hanya bahwa mimpi-mimpi aneh telah membawanya ke tempat ini.
Ia tidak menyadari bahwa nasibnya telah tertulis dalam batu sejak zaman kuno.
Dan dalam keheningan, di bawah tanah yang bergemuruh… Terragar perlahan mulai membuka matanya.