Disukai
1
Dilihat
1,711
Perempuan Itu Bernama Mentari
Horor

PEREMPUAN ITU BERNAMA MENTARI

Rakuti baru saja diterima bekerja di sebuah bank di bagian Trade Service yang menangani dokumen ekspor impor. Pegawai yang lama resign karena ingin membuka usaha sendiri. Cukup lama juga bagian itu tidak segera diisi oleh pegawai baru karena ketatnya kualifikasi dan kriteria yang ditetapkan oleh bank tersebut. Suatu hari beberapa nasabah eksportir dan importir menyampaikan dokumen ekspor dan impor yang harus segera diproses.  Pekerjaan itu tak mungkin selesai dalam sehari sedangkan besok masih ada dokumen dari nasabah yang masuk lagi.

Operation Manager, Pak Adi memanggilnya dan berkata

"Rakuti, karena kekosongan formasi petugas yang menanganinya, dokumen dari nasabah mulai menumpuk.  Petugas pengganti sudah disibukkan dengan pekerjaannya sebagai Marketing apalagi ini menjelang akhir tahun. Aku minta kau lembur malam ini untuk mengejar penyelesaian tumpukan dokumen ini, demi pelayanan yang prima kepada nasabah."

"Baik Pak Adi, saya sudah melihat sendiri keadaannya. Memang dokumen-dokumen itu harus segera diselesaikan supaya tidak menumpuk. Kasihan nasabah jika harus menunggu terlalu lama untuk proses dokumennya. 

"Baiklah, kalau begitu nanti malam kau lembur kejar target penyelesaian dokumen. Ibu Gayatri Supervisormu dan Pitaloka dari Customer Service sudah kutugaskan membantumu supaya prosesnya lebih cepat.

Sore harinya Rakuti menyempatkan pulang terlebih dahulu.

"Saya pulang dulu Bu, nanti lepas maghrib saya kembali kemari. Ibu juga mau pulang dulu?"

"Ya, nanti lepas Maghrib saya kemari. Pulanglah dulu istirahat sebentar, nanti kesini lagi."

"Baik bu,” ujar Rakuti.

Sesampainya di bawah security kantor menyapanya

"Tumben Mas, jam segini sudah pulang, biasanya lepas Maghrib baru pulang."

"Iya Pak, habis maghrib saya nanti kembali lagi kemari mau lembur, mari Pak saya duluan"ujar Rakuti.

Lepas Maghrib, Rakuti sudah siap berangkat ke kantor dengan membawa camilan dari rumah. Di bawah dia bertemu dengan Pak Munir security yang giliran jaga malam.

"Pak Munir, selamat malam saya mau lembur dulu di atas."

"Oh ya silahkan Mas, saya buka dulu ruangannya,"

Setelah ruangan atas dibuka, Rakuti kembali ke mejanya dan mulai mengerjakan beberapa dokumen. Sebuah pesan WA dari Ibu Gayatri masuk

Gayatri: [Sedang OTW ke kantor dengan Pitaloka. Maaf agak terlambat, jalanan macet]

Rakuti: [Ya Bu, saya sudah di kantor, hati-hati di jalan]

Rakuti melanjutkan pekerjaannya lagi, hingga hampir 1 jam Rakuti bekerja, namun ibu Gayatri belum juga datang. Sementara itu di luar hujan mulai turun dengan lebatnya, terdengar petir menyambar-nyambar berkilat menggelegar, angin bertiup kencang menderu-deru.

Ah semoga saja malam ini tidak terjadi pemadaman listrik, batin Rakuti.

Beberapa dokumen yang sudah selesai diproses ditumpuk di meja kerja Bu Gayatri untuk di cek kembali dan ditandatangani.

Tak terasa sudah 2 jam lebih Rakuti bekerja, hari makin malam, waktu menunjukan jam 20.50 namun Ibu Gayatri dan Pitaloka belum datang juga. Maka Rakuti mengirim pesan WA kepada Supervisornya, namun Wa itupun tak kunjung di balas. Dia ingin mengirim pesan kepada Pitaloka, namun dia tidak memiliki nomor HP Pitaloka karena dia juga masih terhitung pegawai baru yang belum banyak mengenal karyawan di tempatnya bekerja apalagi karyawan dari cabang lain. 

Merasa jenuh, Rakuti membuat kopi di pantry dan kembali ke mejanya dengan secangkir kopi panas. Dibukanya toples kue nastar yang dibawanya dari rumah, kemudian mulai makan camilannya sambil bekerja kembali. Ketika sedang asyik bekerja, tiba-tiba

"Deemm..."listrik mati.

“Sial…listrik mati, kapan selesainya pekerjaanku, dokumen yang harus diproses masih banyak, mana kerja sendirian lagi,” maki Rakuti dengan kesal sambil membanting bolpoinnya di meja.

Dihidupkannya lampu senter dari HP sekedar menerangi lingkungan di sekitarnya agar tidak terlalu gelap, kemudian menghirup kopinya untuk mengusir hawa dingin yang tiba-tiba menerpa masuk ke dalam ruangannya sembari menunggu listrik menyala kembali. Saat itu mendadak Rakuti merasakan suasana terasa hening mencekam dan udara di ruangan mendadak terasa dingin.

Rakuti berjalan ke arah jendela menelitinya kalau ada yang terbuka, ternyata semua jendela tertutup rapat tidak ada yang terbuka.

Aneh sekali, semua jendela tertutup tapi mengapa udaranya dingin sekali? Batin Rakuti sambil mengenakan jaketnya.

Tak lama kemudian terdengar suara diesel kantor berbunyi, rupanya Pak Munir telah menghidupkan diesel agar server komputer dan mesin ATM di halaman kantor tetap hidup.

Listrik kembali menyala, merasa kedinginan karena diluar udara hujan, Rakuti mematikan AC. Lega hati Rakuti setelah listrik menyala kembali karena dia dapat segera menyelesaikan pekerjaannya.  Namun tiba-tiba dia dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita. Entah kapan dia masuk ke ruangan itu karena sedari tadi Rakuti tidak mendengar langkah kaki orang menapaki tangga masuk ke ruangannya yang terletak di lantai 1. Dia belum pernah melihat wanita itu di kantor selama ini, bisa jadi karena masih baru dia belum seluruhnya mengenal pegawai di situ.

Penampilan wanita itu jadul seperti dandanan di tahun 90 an. Rambut model shagy, bercelana jeans dengan atasan T Shirt putih yang dilapisi rompi. Sebuah kalung choker warna hitam dengan hiasan bandul mutiara menghias lehernya yang jenjang. Dandanannya bergaya gothic dengan lipstick matte warna maroon gelap, wanita itu dengan ramah menyapa Rakuti

"Hai, maaf aku terlambat, oh ya kita belum berkenalan, namaku Mentari dari Cabang Pasar Gandaria, aku akan membantumu mengecek dokumen-dokumen ini,” katanya dengan suara renyah dan ramah kemudian menghampiri Rakuti dan menyalaminya. Dingin sekali tangan Mentari, ah tapi kan di luar hujan, udara di luar pastilah dingin. Wajar saja jika tangannya ikut dingin, pikir Rakuti.

“Aku Rakuti pegawai baru di kantor ini. Kamu juga disuruh Pak Adi membantu menyelesaikan dokumen-dokumen ini ya?” tanya Rakuti.

Wanita itu hanya tersenyum ramah dan menganggukan kepala penuh arti, lalu mengambil beberapa map dokumen di atas meja dan membawanya ke meja kerja kosong di seberang Rakuti kemudian mulai sibuk bekerja.

Rakuti merasa heran dengan kedatangan Mentari yang tiba-tiba di malam itu, ada sedikit rasa takut di hatinya yang membuat buku kuduknya merinding, namun perasaan itu ditepisnya.

Ah, mungkin karena Pitaloka tidak bisa datang jadi Pak Adi menyuruh Mentari membantuku, tapi lumayanlah ada yang menemani bekerja, batin Rakuti lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Sesekali Rakuti melirik ke arah Mentari, wanita itu bekerja sangat cepat sepertinya dia sudah berpengalaman.

Rakuti sebenarnya ingin mengajak Mentari berbincang lebih banyak, namun melihat banyaknya tumpukan dokumen di meja yang membuat matanya sepet, diurungkannya niatnya untuk mengajak Mentari mengobrol lebih banyak.

Malampun semakin merayap, kurang lebih sudah 2 jam Rakuti bekerja bersama Mentari. Dilihatnya Mentari sudah mengumpulkan map-map berisi dokumen ke meja Ibu Gayatri.

Mentari menghampiri Rakuti di mejanya dan berkata

“Sudah ya, aku pulang duluan supaya tidak kemalaman di jalan.”

Rakuti melihat ke arah jam di komputer, waktu sudah menunjukan pukul 23.15.

“Aku antar pulang ke rumah ya, hari sudah malam tidak aman seorang wanita jalan malam sendirian.”

Tetapi Mentari hanya tersenyum dan berkata

“Tidak usah, aku naik taksi saja sudah biasa begini, aman kok, yuk duluan.”

“Oh, ya sudah, hati-hati di jalan ya,” ujar Rakuti.

Sepeninggal Mentari hawa dingin yang tadinya melingkupi ruangan berangsur menghilang dan berganti dengan suhu ruang. Diliriknya meja tempat keranjang map dokumen yang belum diproses, tumpukan dokumen itu sudah habis, tinggal 1 map dokumen yang tersisa di mejanya. Rakuti mempercepat kerjanya dan akhirnya dokumen yang harus diprosesnya habis sudah.

Rakuti menggeliatkan badannya yang penat dengan perasaan lega, tugas yang dibebankan oleh Pak Adi akhirnya selesai sudah.

“Woaaah…akhirnya selesai juga pekerjaanku.”

Dia mengemasi bawaannya, mematikan perangkat elektronik dan lampu kemudian turun ke Banking Hall di bawah. Setibanya di bawah, dilihatnya Pak Munir sedang berbincang-bincang dengan petugas PLN yang sedang memperbaiki travo listrik di depan kantor. Di teras kantor, bayangan Mentari sudah tidak dilihatnya lagi.

Ah, syukurlah, Mentari sudah dapat taksi, batin Rakuti.

“Pak Munir saya sudah selesai, saya pulang dulu ya,” ujar Rakuti sambil berjalan menuju mobilnya di parkiran.

“Oh ya Mas, silahkan,” ujar Pak Munir sambil melambaikan tangannya.

Keesokan harinya, Rakuti kembali masuk kantor, dia menoleh ke arah meja kerja Ibu Gayatri, supervisornya itu belum datang juga. Diliriknya meja kerja kosong di seberangnya, meja kerja Mentari sekarang penuh dengan tumpukan kardus berisi kertas continues dan HVS. Meja itu tampak berantakan dan kotor seperti tidak pernah dipakai dalam waktu lama.

Dalam acara briefing pagi, Pak Adi mengumumkan berita bahwa ketika Ibu Gayatri berangkat lembur bersama Pitaloka ke kantor, mobil yang dikemudikan Pitaloka mengalami kecelakaan tunggal menabrak pohon di pinggir jalan karena jalanan licin dan cuaca gelap berkabut akibat derasnya hujan. Namun Ibu Gayatri dan Pitaloka tidak mengalami luka parah yang berarti, hanya mobilnya saja yang rusak berat dan seminggu lagi sudah bisa bekerja kembali. Untuk sementara tugas ibu Gayatri akan diambil alih oleh Pak Yunus agar tidak mengganggu kegiatan kerja di unit Trade Service.

Setelah acara briefing mulailah Rakuti dan Pak Yunus bekerja, Pak Yunus memeriksa dokumen-dokumen ekspor Impor nasabah yang sudah diproses Rakuti di meja kerjanya. Beberapa dokumen disisihkan dan diberikan kembali kepada Rakuti. Rakuti sempat tercekat melihat banyaknya dokumen yang diberikan Pak Yunus ke mejanya.

“Apakah pekerjaan saya ada yang salah Pak?”

“Oh tidak, sudah betul semua, hanya saja kau belum memparaf lembar checklistnya.”

Rakuti memeriksa map itu, dia masih ingat betul, dokumen didalamnya bukanlah dokumen yang diprosesnya semalam.

“Maaf Pak, ini yang mengerjakan Mentari, semalam dia membantu saya lembur di kantor. Mungkin dia lupa membubuhkan paraf,” ujar Rakuti.

“Mentari…Mentari yang mana maksudmu?” Pak Yunus mendadak tertegun mendengar nama itu.

“Iya Pak, Mentari dari Cabang Pasar Gandaria yang membantu saya lembur, memangnya kenapa?”

“Rakuti, tidak ada nama Cabang Pasar Gandaria. Tahun 80 an dulu cabang ini memang bernama Cabang Pasar Gandaria karena daerah di lokasi ini memang dikenal dengan nama daereah Pasar Gandaria. Tetapi tahun pada tahun 2002, Pasar Gandaria ditutup karena lahannya dijadikan Kantor Dinas Sosial yang baru sehingga sekarang nama cabangnya berubah menjadi Cabang Pemuda mengikuti nama jalannya,” ujar Pak Yunus.

Rakuti mulai merasa aneh dan bertanya lagi

“Tapi memang ada kan Karyawan yang bernama Mentari?”

“Rakuti, Mentari itu sudah tidak ada,” kata Pak Yunus.

“Haah…maksud Bapak?”

Pak Yunus mulai bercerita

“Tahun 1998 aku dan dia masih anak baru sepertimu di unit Trade Service ini. Mentari adalah pegawai yang teliti dan cekatan. Tetapi pada suatu hari, kami lembur bersama hingga menjelang tengah malam. Dia pamit pulang naik taksi, tadinya aku ingin mengantarnya pulang tetapi dia menolak. Besoknya kami mendapat kabar bahwa Mentari telah meninggal dibunuh di taksi dengan leher terluka oleh clurit. Rupanya sopir taksi itu bekerjasama dengan begal yang bersembunyi di bagasi taksi. Aku sangat kehilangan dia Rakuti, meja kerja di seberang itu dulunya adalah meja kerjanya. 

Sejenak Rakuti hanya bisa termangu mendengar cerita Pak Yunus. Pantas saja ketika Mentari datang hawa di ruangan begitu dingin dan chocker itu, bergidik Rakuti membayangkan jika chocker di leher Mentari itu dilepas. Di seberang meja kerjanya samar-samar terlihat bayangan Mentari tersenyum padanya sambil melambaikan tangannya. Chockernya sudah tidak ada, di lehernya terdapat luka sayatan menganga dengan darah segar mengalir membasahi leher dan dadanya. T shirt putih yang dipakainya kini dihiasi warna merah darah.

 

 

 

 

 

 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
So sad.😳 Mentari kesian
Rekomendasi dari Horor
Rekomendasi