Disukai
0
Dilihat
291
Nama yang Aku Samarkan
Romantis

Mendeskripsikanmu adalah bagian tersulit. Kamu tidak bisa ditafsirkan hanya dengan sekejap mata, melainkan butuh penelitian yang berulang untuk menafsirkannya. Jangan percaya diri terlebih dahulu, karena kekuranganmu juga membuatku geli. Tetapi, itu bukan sesuatu yang fatal jadi aku masih bisa mempertimbangkan untuk menitipkan tulang rusuk di sana.

Menyebutkan namamu bagaikan boomerang nantinya. Akan ada banyak pasang mata yang membaca cerita ini, jadi namamu akan sedikit aku samarkan. Bukan kamu tidak penting, tetapi aku takut kamu akan menjauh sebelum mengenalku lebih lanjut. Mungkin kamu akan ilfeel, belum apa-apa sudah masuk menjadi tokoh dalam sebuah cerita. Tak apa, kamu berhak atas duniamu dan begitu sebaliknya.

Tepatnya kapan, ya? Awal mula virus merah jambu ini menyerang. Aku tidak ingat pasti, yang aku tahu sejak kebaikanmu itu datang. Sepertinya aku memang perlu bertanya kepadamu, 'apakah kamu memang baik ke semua orang?' Ah, tentu saja kamu akan menjawab 'iya' . Tetapi aku akan membicarakan ini sekarang, kamu tidak boleh terlalu baik kepada semua orang. Bagaimana kalau ia salah mengartikan kebaikanmu itu? Sama seperti diriku yang menjadi korbannya. Aku tidak meminta pertanggungjawaban, karena kasus ini aku yang memulai. Tetapi, di luar sana kalau kamu terlalu baik akan ada banyak hati yang terpatahkan. Kalau begitu, kamu akan menjadi jahat tanpa disengaja.

Baiklah, aku terlalu berambisi menceritakan sosok dirimu hingga melupakan perkenalan singkat jati diriku. Aku hanya manusia biasa yang dititipkan Allah kepada mama dan papa. Aku bukan seorang extrovert, sungguh. Bukankah dari awal kalian membaca cerita ini sangat terlihat kalau aku sebenarnya introvert? Pasti begitu, akan aku anggap seperti itu. Selanjutnya, aku sedang menjadi beban keluarga dengan masuk universitas dengan program studi Sastra Indonesia. Banyak yang bilang kalau aku akan menjadi sastrawan. Ya akan aku anggap seperti itu, bukankah lelah jika kita menanggapi mereka yang tak sesuai hati kita? Biarkan saja. Oiya, ini yang sudah ditunggu, nama bukan? Namaku, Mahabbah. Cantik, tidak?

"Siapa?" tanya Ihna. Ia sosok teman yang sebentar lagi akan naik pangkat menjadi sahabat. Sangat disayangkan ia mau berteman dengan diriku yang dikategorikan spesies langka. Tetapi, menjadi hal yang patut aku syukuri karena Ihna mau berteman dengan diriku.

Aku memberikan senyum penuh arti, berharap ia akan mengerti lewat sinyal tulus yang aku berikan. Hari ini suasana hati sedang baik, alam yang tidak bersahabat dengan hati ini. Hujan dari pagi hingga senja akan nampak, ia tak urung pergi. Bukankah lebih baik tarik selimut, scroll ponsel sembari menyalakan musik syahdu? Tetapi kini hanya bisa terjebak di ruangan, menyaksikan mereka dengan senangnya jatuh ke permukaan.

Jika rintik hujan tersebut dapat membawa pesanku kepadanya, aku ingin sampaikan kata semangat. Beberapa hari ini dari yang aku tahu, ia sedang bergelut dengan progja organisasinya. Kemarin aku sempat melihatnya, sungguh tidak ada unsur kesengajaan. Aku baru keluar dari gedung F dan ia hendak masuk. Dari yang aku lihat, wajahnya kusut persis seperti pakaian yang tidak disetrika. Rambutnya, berantakan. Ah, aku harus banyak istighfar karena telah banyak memikirkannya.

"Pujaan hati, tuh lewat." Kecepatan mataku memindai halaman gedung sudah tidak diragukan, di detik ke tiga aku telah menemukan sosoknya. Ia dengan santai tengah berjalan di bawah hujan. Tampak tidak terganggu meski sekujur tubuhnya basah. Apakah ia ingin menjadi pusat perhatian? Tidakkah ia memikirikan dampaknya setelah ini? Bagaimana kalau ia sakit, memangnya semua progja itu akan dialihkan ke siapa?

Sosok itu menuju masjid kampus, hingga hilangnya ia ditelan dinding tak urung membuat aku mengalihkan pandang. Aku tahu perbuatanku ini tidak baik, jangan menceramahiku karena akan mengambil alih jobdesk Ihna nantinya. Memang seperti itu kalau ilmunya belum sampai ke hati, aku menanganggapnya seperti itu.

Mau aku ceritakan lagi seperti apa sosoknya? Selain baik, ia masuk dalam kategori sholeh di kampus. Terkadang ia sering bercanda, sampai aku tidak paham apa artinya. Bukan, ia tidak berbicara kepadaku, tetapi Ihna dengan baik hatinya mau menceritakannya. Sebenarnya aku bingung kepadanya, ia melarangku melampaui batas kalau suka kepada seseorang, tetapi ia mau memberikan informasi kepadaku. Aku tidak salah, bukan?

Oiya, kalau kalian penasaran apakah ia mengenalku. Jawabannya, kemungkinan tidak. Dari pengamatan yang telah aku lakukan, ia cuek terhadap hal-hal yang memang bukan fokusnya. Bahkan, ia tidak bisa membedakan orang lewat suaranya. Orang-orang yang tidak bisa membedakan lewat suara adalah orang yang aneh menurutku. Jelas-jelas suara orang satu dengan yang lainnya berbeda, bukankah sangat menjengkelkan kalau sampai suara saja tidak bisa dikenali? Bagaimana mungkin kamu mau mengenalku kalau begitu?

Aku akan lewati cerita ini sampai hari di mana kita akan hidup dengan cara masing-masing. Ia telah menyelesaikan proses kehidupannya di kampus. Sedang aku masih bergelut di sini. Jangan tanya bagaimana dengan hati, karena sejak awal hati ini tetap sama. Kalau dari kalimat yang pernah aku baca, jika ia bukan jodohku maka jauhkanlah, tetapi jika ia adalah jodohku maka dekatkanlah walaupun nanti negara yang menjadi pembatasnya.

Aku tahu bahwa sejak awal rasa ini tidak akan pernah sampai. Bahkan tertawa sendiri, berharap ia tahu kalau ada seseorang yang benar-benar menyukainya. Pernah terpikir juga, bagaimana kalau nanti aku menjadi seperti Khadijah yang menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Dapatkah aku menahan malunya? Mungkin, tidak.

Jika kamu nantinya membaca cerita ini dan merasa kalau ini adalah dirimu, maka aku sungguh ingin menenggelamkan diri dalam lautan. Aku malu, tetapi senang juga karena dengan begitu kamu tahu kisah cinta ini. Bukan kisah cinta melainkan kisah virus merah jambunya seseorang. Kisah ini dibuat saat aku sedang tidak ada pekerjaan, hanya rebahan dengan pikiran yang bercabang.

Aku rasa, cukup sekian. Sampai akhir aku benar-benar tidak menyebutkan nama. Kalian harus mengingatnya kalau tokoh yang aku certikan di sini orang yang sangat baik, sampai aku bingung pernahkah ia melukai hati seseorang?

Terakhir, untuk kamu. Izinkan aku meminjam sedikit sosokmu yang tak nyata dalam cerita ini. Semoga aku dapat mengenangnya dalam waktu yang lama, karena sebuah sejarah terjadi jika dicatat. Dan yang namanya sejarah akan selalu terkenang.

Terima kasih telah mewarnai kehidupan kampusku yang monoton. Candaan dan tingkahmu kadang kala di luar nalar. Tetapi dengan semua itu mampu menarik sudut bibirku, bahkan hatiku yang selalu terpaut dengan dirimu bagaikan sebuah magnet. Maaf, telah meminjam namamu tanpa izin manakala aku menghadap-Nya. Sampai jumpa di part hidupku yang disemogakan pelengkapnya adalah dirimu.

Jadi, kisah ini akan berakhir seperti ini. Aku akan menunggunya, walau ia melangitkan nama yang lain.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Romantis
Rekomendasi