Disukai
0
Dilihat
1156
I Love You but
Romantis

Kamu tahu lagu Pamungkas yang berjudul I Love You but I’m Letting Go? Kamu tahu kenapa lagu tersebut sampai seterkenal itu? Ya tentu selain memang sangat enak didengar. Tahu, nggak?

Aku kasih tahu, ya, pendapat Illa, adikku, tentang lagu itu.

Menurut Illa, lagu itu terkenal karena semua orang pernah merelakan seseorang yang mereka cintai pergi. Entah anggota keluarga, pasangan, bahkan sekadar crush. Illa bilang, dia pernah setidaknya merelakan kepergian duapuluh orang yang ia cintai. Banyak, ya?

Memang Illa begitu, dia sangat penuh cinta. Menjadi kakaknya sungguh menyenangkan. Dia adalah orang paling tenang dan santai di seluruh dunia, sementara aku sebaliknya.

Kemarin aku baru saja terpaksa merelakan kepergian seseorang dalam hidupku. Seorang sahabat. Belum lama kami dekat, namun rasanya seperti sudah berabad. Illa mengenalnya karena sahabatku itu pernah menemani kami menikmati berbagai wahana di Dufan meskipun lelaki yang hobi memakai kaus putih polos itu hanya duduk di dekat wahana-wahana tersebut sambil memandangi kami dengan senyumannya.

Aku menyayanginya. Illa tahu itu. Namun yang Illa tidak tahu, sesungguhnya aku telah jatuh cinta kepada lelaki berbadan sedikit gempal itu semenjak obrolan kami pertama kali pada sebuah acara peluncuran buku. Kami tertawa-tawa membahas hal yang tak penting. Tahu apa? Tentang Jayus.

Asal kata Jayus, bahkan hingga kami browsing bareng mulai dari bagaimana awal kata itu muncul hingga bermetamorfosa dari sekadar nama seseorang hingga berubah menjadi istilah yang berarti joke yang tidak lucu.

Obrolan tak sengaja kami pada acara peluncuran buku yang kebetulan ditulis oleh teman kuliahku yang sekaligus rekan kerja sahabatku itu berlanjut ke Line. Ya, awalnya hanya sebatas Line kami berbagi informasi. Namun obrolan menjadi semakin intens dan sehari tanpa berbincang dengannya terasa hambar.

Usianya di bawahku. Seumur Illa. Karenanya, rasa itu kusimpan sempurna. Aku berusaha sekasual mungkin. Jujur, aku tidak tahu kenapa dia mau bersahabat denganku sejauh itu. Kurasa hanya karena rasa kasihan. Mungkin pikirnya, perempuan jomlo ini kesepian. Biar kutemani.

Aku menikmati rasa kasihan itu. Walau terkadang aku berimajinasi, yang ia simpan di hatinya untukku lebih dari sekadar rasa kasihan. Bahkan Illa pernah bilang setelah kami pulang dari Dufan, “Kenapa nggak jadian aja, sih, kalian?”

Berbunga hatiku mendengar ucapan Illa. Berkali-kali ingin kuceritakan kepada sahabatku itu apa yang Illa katakan. Sayang, walau sudah berkali-kali kuketik namun selalu kuhapus lagi. Oh, ya, sekadar informasi, pada saat itu, kami sudah semakin nyaman dan bertukar nomor WA.

Dan, kamu tahu? Untung saja aku tidak mengatakan apa-apa kepadanya karena pasti aku akan merasa malu. Seminggu yang lalu sahabatku itu meminta nomor WA Illa. Kuberikan tanpa tanya. Namun Illa kemudian justru memberikan jawaban atas apa yang tak kutanyakan kepadanya itu. Sahabatku itu bilang, ia ingin lebih jauh mengenal Illa.

Mau tahu bagaimana respon Illa?

“Jangan. Kamu lebih cocok bersahabat dengan kakakku. Kamu akan lelah jika bersamaku. Kakakku selalu hadir untukmu, kan? Selalu mendengarkanmu, kan? Selalu menurutimu, kan? Denganku, semua akan berbeda, kamu harus mendengarkanku. Kamu harus menurutiku. Dan, satu hal yang pasti, aku tak bisa selalu hadir untukmu.”

VN dengan nada suara lembut namun tanpa ragu itu dikirim Illa kepadanya dan adikku itu memperdengarkannya kepadaku dua hari yang lalu.

Dan kemarin kuputuskan untuk memblokir nomornya. Aku mencintainya namun aku harus melepaskannya. Bukan aku yang dia cintai.

Illa memelukku dan berbisik, “Relakan. Jika memang kalian ditakdirkan untuk bertemu lagi, entah sebagai kenalan lama atau tetap sebagai sahabat atau bahkan kekasih, saat itu akan tiba. Jikalau tidak, itu pasti yang terbaik untuk kalian berdua.”

Ah, Illa. Mudah bagi kamu yang selalu tenang dan santai. Bagi aku? Entah. Yang pasti, kini, jika mendengarkan lagu Pamungkas, aku hanya ikut bernyanyi hingga kata but, tak pernah kulafalkan di mulutku kelanjutannya. Ya, hanya I love you but, entah kapan aku bisa melanjutkan, I’m letting go.


DARI PENULIS:

CERPEN ini memang hanya terdiri dari 602 kata, saya bagikan secara gratis. Di bawah ini cuplikan-cuplikan belaka. Jika sudah selesai membaca hingga kalimat I’m letting go, maka kamu telah menamatkan cerpen ini.

1.

Kamu tahu lagu Pamungkas yang berjudul I Love You but I’m Letting Go? Kamu tahu kenapa lagu tersebut sampai seterkenal itu? Ya tentu selain memang sangat enak didengar. Tahu, nggak?

Aku kasih tahu, ya, pendapat Illa, adikku, tentang lagu itu.

Menurut Illa, lagu itu terkenal karena semua orang pernah merelakan seseorang yang mereka cintai pergi. Entah anggota keluarga, pasangan, bahkan sekadar crush.

2.

Asal kata Jayus, bahkan hingga kami browsing bareng mulai dari bagaimana awal kata itu muncul hingga bermetamorfosa dari sekadar nama seseorang hingga berubah menjadi istilah yang berarti joke yang tidak lucu.

3.

Usianya di bawahku. Seumur Illa. Karenanya, rasa itu kusimpan sempurna. Aku berusaha sekasual mungkin. Jujur, aku tidak tahu kenapa dia mau bersahabat denganku sejauh itu. Kurasa hanya karena rasa kasihan. Mungkin pikirnya, perempuan jomlo ini kesepian. Biar kutemani.

Aku menikmati rasa kasihan itu. Walau terkadang aku berimajinasi, yang ia simpan di hatinya untukku lebih dari sekadar rasa kasihan.

4.

Seminggu yang lalu sahabatku itu meminta nomor WA Illa. Kuberikan tanpa tanya. Namun Illa kemudian justru memberikan jawaban atas apa yang tak kutanyakan kepadanya itu. Sahabatku itu bilang, ia ingin lebih jauh mengenal Illa.

Mau tahu bagaimana respon Illa?

“Jangan. Kamu lebih cocok bersahabat dengan kakakku. Kamu akan lelah jika bersamaku. Kakakku selalu hadir untukmu, kan? Selalu mendengarkanmu, kan? Selalu menurutimu, kan? Denganku, semua akan berbeda, kamu harus mendengarkanku. Kamu harus menurutiku. Dan, satu hal yang pasti, aku tak bisa selalu hadir untukmu.”

VN dengan nada suara lembut namun tanpa ragu itu dikirim Illa kepadanya dan adikku itu memperdengarkannya kepadaku dua hari yang lalu.

5.

Dan kemarin kuputuskan untuk memblokir nomornya. Aku mencintainya namun aku harus melepaskannya. Bukan aku yang dia cintai.

Illa memelukku dan berbisik, “Relakan. Jika memang kalian ditakdirkan untuk bertemu lagi, entah sebagai kenalan lama atau tetap sebagai sahabat atau bahkan kekasih, saat itu akan tiba. Jikalau tidak, itu pasti yang terbaik untuk kalian berdua.”

Ah, Illa. Mudah bagi kamu yang selalu tenang dan santai. Bagi aku? Entah. Yang pasti, kini, jika mendengarkan lagu Pamungkas, aku hanya ikut bernyanyi hingga kata but, tak pernah kulafalkan di mulutku kelanjutannya. Ya, hanya I love you but, entah kapan aku bisa melanjutkan, I’m letting go.


Terima kasih telah membaca. Have a blessed day.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi