Tinta Darah
12. 12

65.KAMAR DODI-ELIN-TENGAH MALAM

Dodi masuk ke kamar diikuti elin yang masih mendodngkan pisau di pinggangnya.

ELIN

DUDUK!

Dodi duduk di kasur, dan Elin langsung mengikatnya dengan tali rafia yang sudah lapuk.

DODI

Buk, dengerin penjelasan Bapak dulu.

Elin hanya diam sambil terus mengikat

DODI (CONT'D)

Buk, semua itu teh cuma akal-akalan Bapak aja. Gak mungkin atuh Bapak ngelakuin itu ke Ibu. Bapak udah punya rencana.

ELIN

Sami, Ibu oge gaduh rencana nyalira.

Elin mengikat ikatan terakhir kuat-kuat.

DODI

Memang Ibu gaduh rencana naon?

Elin mengambil pisau yang tadi di letakan di sampingnya.

ELIN

Menghabisi Ranaya sekarang baru setelah itu giliran Bapak.

DODI

Lho, kenapa jadi Bapak juga?

Elin hanya menatap dingin, berbalik badan, kemudain berjalan ke luar.

Dodi panik, dan menarik-narik tangan kananannya yang terikat.

Sadar bahwa tali rafianya sudah lapuk, akhirnya Dodi berusaha membuka tali itu dengan cara mengigit.

CUT TO

66.TANGGA RUMAH-TENGAH MALAM

Dari belakang kita melihat Elin berjalan sambil membawa pisau menaiki tangga menuju kamar Ranaya.

Elin terus berjalan hingga tiba di depan kamar Ranaya. Dia diam sejenak di depan pintu sabil melihat Ranaya sedang bersiap di depan cermin dengan gaun yang sudah dipakai.

Elin menyembunyikan pisaunya ke belakang, tepat sesaat sebelum Ranaya menoleh dan terkejut melihat kedatangannya.

Ranaya kaget dan ketakutan dan melempari Elin dengan semua benda di hadapannya tapi meleset. Elin tersenyum dan masuk perlahan.

CUT TO

67.KAMAR RANAYA-TENGAH MALAM

ELIN

Meuni geulis pisan. Mau kemana, Neng?

Ranaya yang semakin ketakutan mengeluarkan penggaris besi dari balik baju menghunuskanya pada Elin.

RANAYA

JANGAN COBA-COBA MENDEKAT!

ELIN

(TERTAWA)

Naon eta? Penggaris? Cing urang liat gedean mana jeung nu ieu.

Elin mengeluarkan pisau yang disembunyikan di balik badannya, dan melangkah cepat menuju Ranaya.

Ranaya langsung mundur, sambil menggenggam penggaris besi dengan ke dua tangannya. Tapi sayang, Ranaya tersandung kasur dan terjatuh dengan posisi duduk.

Elin yang sudah tepat di depan Ranaya langsung mendorongnya dan siap menghujamkan pisau. Tapi Ranaya berhasil menahannya. Aksi dorong-dorongan pun terjadi, hingga Ranaya dapat berguling ke kanan hampir bersamaan dengan pisau yang menancap kasur di bawah Ranaya.

Elin menggeram kesal. Dia segera manarik pisau kemudian menjambak rambut Ranaya yang hendak keluar kamar hingga kepalanya menyentuh dada Elin.

Ranaya sempat melawan hingga mereka membelakangi pintu. Namun akhirnya Ranaya tak bisa berkutik ketika elin menarik kepalanya mendongak lalu mengarahkan pisau ke leher Ranaya.

ELIN

Rasakan pelan-pelan.

Ranaya sudah pasrah dan hanya bisa menatap Elin penuh kebencian.

Lalu tiba-tiba, satu pukulan keras menghantam kepala Elin dari belakang.

Ranaya yang tadinya ketakutan, menjadi terkejut ketika cipratan darah mengenai muka Ranaya saat Elin dipukul. Lalu perlahan dekapan Elin mengendur dan tubuhnya merosot. Begitu juga denga Ranaya yang terkulai lemas.

Ranaya langsung menoleh ke belakang dan melihat darah mengalir dari bawah kepala Elin yang sudah telungkup.

Saat itu pula Ranaya melihat Dodi yang terengah-engah, berdiri di belakang Elin. Tangan kanannya memegang vas bunga kaca yang sangat tebal kacanya sehingga tak hancur meski digunakan untuk menghantam kepala.

Ranaya dan Dodi saling berpandangan.

DODI

Kamu berhutang nyawa padaku sekarang.

Dodi menarik tangan kanan Ranaya agar berdiri. Sedangkan Ranaya hanya bisa menurutinya sambil perlahan mengambil pisau dari tangan Elin tanpa sepengetahuan Dodi dan menyembunyikannya.

Dodi membawa Ranaya ke luar dari kamar.

DODI

Ayo kita rayakan seperti katamu.

CUT TO

68.RUANG KELUARGA-TENGAH MALAM

Sambil terus menarik tangan Ranaya, mereka menuruni dua anak tangga terakhir. Lalu mereka berjalan menuju ruang keluarga.

Setibanya di ruang keluarga, Dodi melepas tangan Ranaya dan berjalan menuju alat pemutar musik kemudian menyalakannya. Alunan musik klasik langsung terdengar.

Melihat Dodi yang membelakanginya, Ranaya segera mendekati Dodi dan siap menikamnya dari belakang. Tapi ternyata Dodi lebi siap. Dia berbalik badan dan menahan tangan Ranaya yang memegang pisau.

Sambil tersenyum, Dodi meremas pergelangan tangan Ranaya kuat-kuat.

DODI

Bade naon sih, Sayang?

Dodi makin kuat meremas pergelangan tangan Ranaya hingga Ranaya melepas genggaman pisau dan pisaunya terjatuh.

Saat itu juga, Dodi langsung menendang pisau jauh ke belakang kemudian perlahan menggenggam tangan Ranaya dan mengajaknya berdansa.

Dengan berlinang air mata, Ranaya menuruti kemauan Dodi untuk berdansa merayakan kematian Elin.

DODI

Naha nangis?

Dodi mengusap air mata di ke dua pipi Ranaya.

RANAYA

Aku bahagia karena tidak jadi mati.

Saat mereka sedang berdansa, Elin yang ternyata masih hidup datang dan mengambil pisau dari lantai. Separuh wajahnya penuh darah akibat pukulan yang tadi dia terima.

Elin berjalan mendekati Ranaya Dan Dodi yang sedang berdansa.

Saat mereka berputar, Ranaya yang menghadap Elin, langsung memekik dan membuat Dodi berbalik badan.

Saat itu pula Elin menusuk Dodi tepat di perutnya kemudian memutar pisau itu. Ranaya perlahan menjauh dari mereka hingga ke pojok ruangan.

Dodi yang kesakitan mengeluarkan darah dari mulutnya.

Dengan sisa-sisa tenaga, Dodi mengahantam kepala Elin dengan kepalanya sendiri.

Elin langsung tersungkur dan Dodi mencabut Pisau perlahan lalu melemparnya. Tapi beberapa saat kemudian Elin menendang perut Dodi yang terluka. Kini giliran Dodi yang terjatuh dan mengerang kesakitan.

Kesempatan itu Elin gunakan untuk mebgambil pisau dan langsung menghujam Dodi dengan pisau bertubi-tubi hingga kerongkongan Dodi terkoyak.

Ranaya yang melihat kegilaan itu berjalan perlahan. Ia hendak bersembunyi di kamarnya. Tapi Elin menoleh tajam pada Ranaya yang berusaha kabur.

Seketika Ranaya berlari menuju kamar dan Elin mengejarnya. Meninggalkan Dodi yang telah meregang nyawa.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar