Tinta Darah
7. 07

37.KAMAR RANAYA-PAGI

Dodi membangunkan Ranaya dengan kaki kanannya.

DODI

Bangun! dasar tukang sare!

Ranaya mulai menggeliat lalu membuka mata.

Saat sadar siapa yang telah berdiri di sebelah kasurnya, Ranaya langsung terduduk dan mundur beberapa senti higga menyentuh tembok. Ranaya ketakutan setengah mati.

Dodi diam sejenak memandangi Ranaya kemudian duduk di pinggir kasur.

DODI

Kamu memang cantik.

Dodi menyentuh bahu Ranaya dan lansgung dijawab dengan sebuah tepisan.

Ranaya semakin memojokkan diri ke tembok dan ketakutan.

DODI

Kenapa? Apa kamu tidak ingin ceritanya semakin hidup dan menegangkan?

Ranaya memeluk kakinya dan menatap Dodi penuh kebencian.

RANAYA

Saya akan panggil Elin jika kamu mendekat lagi.

DODI

Ck! Kamu ini.

DODI (Cont'D)

(Mendengkus)
Kalau begitu mana hasil tulisanmu semalam?

Ranaya mengambil kertas-kertas itu dari bawah bantal lalu memberikannya pada Dodi.

Dodi mengambilnya sambil melirik kesal.

Sebelum membaca, hal pertama yang Dodi lakukan adalah melihat sekilas tiap lembar.

DODI

Baru satu lembar yang kamu tulis?

RANAYA

Iya.

DODI

(MARAH)
Ck! payah banget sih!

RANAYA

Kamu pikir menulis itu mudah?

DODI

Pantes aja kamu belum sukses jadi penulis. Masa semalaman baru satu lembar.

Dodi mulai membaca tulisan Ranaya.

INSERT-KERTAS PADA TANGAN DODI

Kita melihat tulisan tangan Ranaya yang telah ia tulis semalaman.

DISSOLVE TO

38.KAMAR RANAYA-MALAM

MONTAGE

-Ranaya mondar mandir di kamaranya dangan langakah tertatih. Dia mengetuk-ngetuk bolpoin pada dagunya, kemudian duduk di meja rias dan menulis selama beberapa detik.

RANAYA (VO)

Hari ini aku pulang ke rumah. Benar-benar pulang ke rumahku di Indonesia.

-Ranaya menulis di atas kasur bersandar pada tembok.

RANAYA (VO)

Setelah kepergian Papa Mama secara bersamaan dalam kecelakaan pesawat lima tahun yang lalu, satu persatu harta kekayaan keluargaku mulai habis. Semua bisnis Papa bangkrut, karena aku anak tunggal yang belum mengerti soal bisnis.

-Ranaya kembali mondar-mandir di kamar dan memutar bolpoin dengan jari di tangan kanan, sedangkan tangan kiri memegang tumpukan kertas.

RANAYA (VO)

Hanya rumahku di Lembang yang masih tersisa, dan aku harus mengurus itu untuk balik nama lalu menetap di sana.

-Ranaya bersandar di depan jendela kamar yang tirainya terbuka sambil tetap memutar bolpoinnya. Kemudian Ranaya mulai menulis di depan jendela.

RANAYA (VO)

Aku juga tidak punya kerabat dekat atau saudara karena Papa juga anak tunggal. Sedangkan Mama hanya punya satu saudara kandung yaitu Mang Dodi. Dialah yang merawat rumahku sebelum aku pulang bersama istrinya Elin.

-Ranaya menulis di atas kasur dengan cara tengkurap.

RANAYA (VO)

Meski kami sudah tidak bertemu selama puluhan tahun, sepertinya mereka sudah memaafkan kesalahan Mama Papa dan mau membantuku.

Ranaya tertidur dengan posisi tengkurap.

END MONTAGE

DISSOLVE BACK TO

39.KAMAR RANAYA-PAGI

DODI

Apa judul ceritanya?

RANAYA

Belum tau.

Dodi melengos

DODI

Ya sudah, tulis aja dulu secepatnya.

Elin tiba-tiba masuk membawa sarapan dan meletakan piring dengan sedikit membanting.

ELIN

Paingan we lama banget! Taunya lagi asyik ngobrol!

DODI

Naon sih Buk?! Ngapain juga ngobrol??

Dodi langsung bangkit dari kasur.

ELIN

Naha atuh lama banget bangunin doang??

DODI

Ya kan Bapak sekalian baca hasil tulisannya dia semalam.

Dodi berjalan hendak keluar kamar.

DODI

Ya udah cepet lanjutin lagi nulisnya. Jangan lupa ceritain semua supaya lebih menarik.

Dodi ke luar kamar diikuti Elin.

Ranaya hanya menatap kepergian mereka, hingga dia mendengar suara tralis dikunci. Ranaya langsung bangkit dan berlari menyusul mereka.

RANAYA

BUKAAA! SAYA MAU BUANG AIR KECIL!

Elin dan Dodi berhenti melangkah.

ELIN

Ya kencing di situ aja atuh, teu kedah ka cai.

Elin dan Dodi tertawa sinis.

DODI

Ah iya. Itu juga ditulis ya nanti.

Mereka tertawa semakin kencang dan meninggalkan Ranaya yang merosot di depan tralis sambil menangis.

Tangis Ranaya semakin kencang sambil meremas tangannya sendiri seiring keluarnya air seni yang langsung membasahi lantai.

FADE IN

FADE OUT

40.KAMAR RANAYA-PAGI

Setelah tangis Ranaya mereda, Ranaya perlahan bangun sambil berpegangan pada tralis.

Kita melihat air seni Ranaya masih menetes dari bajunya.

Kamudian Ranaya berjalan pelan dan tertatih menuju lemari pakaian, diiringi air seni yang menetes mengikuti langkahnya.

Kita melihat Ranaya membuka lemari pakaian dan berganti baju dari balik pintu.

Ranaya menutup pintu lemari baju dan meringkuk di atas kasur. Sesekali isakannya masih terdengar.

Lalu tiba-tiba Ranaya mencium bau sesuatu terbakar. Bau busuk yang terbakar.

Ranaya langsung duduk ketika menyadari gumpalan asap samar-samar merangsek masuk melalui fentilasi dan membuat bagian atas kamarnya berkabut.

Ranaya bangun lalu berjalan ke depan jendela, hendak melihat dari mana asal asap dan baunya yang tak sedap.

Ketika tiba di depan jendela Ranaya menjerit tanpa suara. Lalu kita melihat di luar jendela, Dodi palsu sedang membakar mayat Dodi asli. Di sebelahnya, telah tergeletak mayat Elin asli serta Lisa yang akan dibakar berikutnya.

Sambil memegang tralis pada jendela, Ranaya kembali merosot. Tangisnya pecah lebih dari yang tadi.

Lalu saat sedang tersedu, Ranaya mendapat ide. Dia langsung bangkit dari posisi duduk di lantai, mengambil kertas dan bolpoin di kasur, kemudian menulis di atas meja rias.

INSERT-KERTAS DI ATAS MEJA

Ranaya mulai menulis pada bagian paling atas kertas.

BAGAIMANA CARA MENYELAMATKAN DIRI.

Ranaya mengetuk-ngetuk bolpin pada meja, kemudian lanjut menulis.

1.Cari kelemahan mereka

-Elin dan Dodi orang yang mudah berubah pikiran.

-Elin cemburuan karena Dodi suka menggoda.

Ranaya melingkari kalimat ke dua.

RANAYA

Aku bisa memanfaatkan ini pelan-pelan. Paling tidak, sampai aku tidak dikurung di kamar.

RANAYA

Tapi ... Sebelum memainkan emosi mereka, sebaiknya aku coba meyakinkan mereka untuk menulis menggunakan handphone. Tapi bagaimana caranya?

Ranaya melingkari kalimat terakhir terus menerus, lalu dia tersadar sesuatu. Kemudian dengan penuh antusias, Ranaya mengitari pandangannya ke seluruh kamar. Ranaya tersenyum karena dia dapat ide. Namun tiba-tiba, rasa lapar yang sempat tertunda karena sederet peristiwa yang tadi dialami, akhirnya Ranaya rasakan.

Ranaya mengusap perutnya yang mulai sakit karena belum makan dari semalam.

Ranaya melirik sedikit ke arah nampan yang berisi makanan berupa telur dadar dan nasi putih, beserta segelas air.

Dengan berat hati dan air mata bercucuran, Ranaya memakan makanannya.

Saat sedang makan, Ranaya teringat dengan pesanan bajunya yang akan diantar ekpedisi beberapa hari yang lalu.

Ranaya segera menuliskannya di atas kertas.

-Pesanan bajuku harusnya tiba besok atau tiga hari lagi.

RANAYA

Itu adalah satu-satunya kesempatan yang aku punya untu minta perotolongan. Tapi... Kalau itu gak berhasil juga, aku harus berjuang sendiri.

Lalu Ranaya kembali menulis dengan ukura lebih besar.

JANGAN BIARKAN MEREKA BERHASIL. SEKALIPUN AKU MATI, JANGAN BIARKAN MEREKA MENIKMATI HASILNYA.

Ranaya melanjutkan makan lalu minum dengan tergesa. Lalu kembali menulis.

SIAPAPUN YANG MENEMUKAN KERTAS INI. AKU BERARTI TELAH MATI. DAN JIKA MEREKA MASIH HIDUP, MEREKALAH PELAKUNYA. MEREKA BUKAN DODI DAN ELIN YANG ASLI.

TOLONG, JANGAN BUAT MEREKA BERHASIL MENJUAL RUMAH WARISANKU INI.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@buayadayat wahh,, gak nyangka banget nih di notice sama salah satu pemenang event kemarin. terima kasih banyak mas.
Oh ya aku baru tau mengenai Misery. Kebetulan banget ya. Pada dasarnya cerita ini terinspirasi dari dua film. tapi bukan yang misery.
3 tahun 4 minggu lalu
Ide yang menantang, mengingatkan kisah Stephen King di novel Misery. Menarik untuk menunggu bagaimana kisah ini diakhiri.
3 tahun 1 bulan lalu