Tinta Darah
10. 10

54. RUMAH LISA- SIANG

Orang tua Lisa terlihat gelisah karena anaknya belum pulang dan tidak ada kabar sejak kemarin. Telponnya juga tidak diangkat. Ibu Lisa mondar-mandir di ruang tamu, sementara ayahnya berusaha menelpon Lisa dan Ranaya bergantian, tapi tak dapat dihubingi.

IBU LISA

Pa, lapor polisi saja, yuk. Ini sudah lebih dari dua puluh empat jam.

AYAH LISA

Coba kita tunggu sampai sore, Ma. Papa khawatir polisi kurang percaya.

IBU LISA

Gak mau, Pa. Itu kelamaan. Lisa gak pernah kaya gini soalnya.

AYAH LISA

Ya sudah, ayo.

55. KANTOR POLISI-SIANG

Orang tua Lisa tiba di kantor polisi. Mereka berjalan terburu-buru dan kebingungan. Kita melihat kesibukan kantor polisi di siang hari. Lalu seorang polisi menyapa mereka.

POLISI (1)

Siang, Ibu, Bapak. Ada yabg bisa kami bantu?

AYAH LISA

Kami mau melaporkan orang hilang, Pak.

POLISI (1)

Siapa yang hilang, Pak?

AYAH LISA

Anak kami, Pak.

POLISI (1)

Kalau begitu, Bapak Ibu silakan menuju ke ruangan yang di sana.

AYAH LISA

Oke, terima kasih.

56. RUANG POLISI

IBU LISA

Pak, tolong, Pak. Anak saya belum kembali dari kemarin. Telpon juga gak dijawab.

POLISI (2)

Tenang, Bu. Tenang. Saya perlu mencatat semua identitas serta kronologinya terlebih dahulu. Siapa nama anak ibu? Dan umurnya berapa?

IBU LISSA

Lissa double S Ayumi Sakina. Panggilannya Lissa. Umur 20 tahun

POLISI (2)

Kapan pergi dari rumah?

IBU LISA

Kemarin siang, Pak. Ke rumah temannya.

POLISI (2)

Jam?

IBU LISA

Sekitar jam 10-11

POLISI (2)

Alamat yang dituju?

IBU LISSA

Nah, itu dia. Kami gak tau pasti. Jadi dia itu ke villa temannya yang baru pulang ke Indonesia di Lembang. Kami gak pernah menanyakan alamat persisnya karena kami pun dengan temannya Lissa sangat dekat. Kami hanya tau lokasinya dekat dengan wisata pasar apung yang terkenal di Lembang

POLISI (2)

Naik kendaraan apa?

IBU LISSA

Bawa mobil sendiri, Pak.

POLISI (2)

Nopol?

IBU LISSA

D 212 BQ

POLISI (2)

Jenis dan warna mobilnya apa?


IBU LISA

Ck! Kok banyak banget pertanyaannya. Saya khawatir sama anak saya. Keburu dia kenapa-kenapa

POLISI (2)

Sabar, Bu. Kami harus mengetahui semua informasi demi mempermudah pencarian. Bagaimana kami bisa tau yang mana anak ibu jika kami tidak mengetahui itu semua.

IBU LISA

Ya harusnya gak perlu banyak tanya begitu. Langsung aja bergerak sama saya. Saya, kan, tau anak saya yang mana.

POLISI (2)

Kapan terakhir komunikasi?

IBU LISSA

Kemarin siang sekitar jam 2 itu dia telpon saya tapi dia gak bicara sama sekali. Yang ada malah suara hapenya jatuh ke rumput atau semak-semak gitu. Gak biasanya dia seperti ini Karena kalau menginap dia pasti akan mengabari sendiri.

POLISI (2)

Ibu sudah coba hubungi temannya? Oh iya, temannya itu laki-laki atau perempuan?

AYAH LISSA

Perempuan, Pak. Namanya Ranaya Samantha Hakim. Panggilannya Ranaya. Dia juga hapenya tidak aktif.

POLISI (2)

Terakhir mengenakan pakaian apa?

IBU LISSA

Aduh, Pak. Yang bener aja? Mana saya inget. Saya gak merhatiin.

POLISI (2)

Ada foto cetak terbarunya?

IBU LISSA

Ya ampun, Pak. Kami tidak terpikir untuk menyetak foto. Kalo dari hape saya ada.

POLISI (2)

Ibu tenang dulu. Kami mengerti dengan kekhawatiran bapak-ibu. Nanti kami pasti segera mengirim personel untuk mencari tahu.

IBU LISSA

Kapan? Hari ini? Jam berapa?

POLISI (2)

Nanti, Bu. Jika semua berkas dan informasi sudah lengkap, Hari ini akan saya buat laporannya baru setelah itu akan dilakukan pencarian.

IBU LISSA

Ya ampun ribetnya! Kami cari sendiri saja kalau begitu!

AYAH LISSA

Tapi, MA. Memang prosedurnya seperti itu.

IBU LISSA

Papa tau dari mana? emang Papa pernah ngelaporin orang hilang?

AYAH LISSA

Ya enggak, sih.

Ibu lissa berdecak kesalkemudian pergi meninggalkan kantor polisi diikuti Bapak Lissa.

CUT TO

57. INT-MOBIL-SIANG

Orang tua Lissa menyusuri jalanan Bandung menuju Lembang, tempat villa Ranaya berada.

AYAH LISSA

Kalau ternyata Lissa gak kenapa-kenapa, kita malu, lho, Ma, sama polisi. Nanti kalau kita butuh apa-apa di kantor polisi, gimana?

IBU LISSA

Mama gak peduli! Itu pasti prosesnya masih lama, Pah. Udah, Papa nurut aja dulu. Kalau memang Lissa gak kenapa-kenapa, ya, bagus. Berarti laporannya gak perlu diproses, kan.

Setelah sekian lama, akhirnya mereka memasuki area Lembang.

AYAH LISSA

Nah, ini udah deket sama tempat yang Mama bilang tadi itu. Yang mana kira-kira villanya, Ma?

IBU LISSA

Kita coba tanya aja satu-satu, Pah.

CUT TO

54.KAMAR RANAYA- SIANG

Ranaya duduk di atas kasur sambil melipat ke dua tangan di atas lutut. Dia melirik ke arah paket baju yang berada di sebelahnya.

RANAYA

Jika sampai besok, tidak ada yang datang menolong, berarti usahaku tadi tidak berhasil. Aku harus segera menjalankan rencana ke dua. Sepertinya dua orang itu belum nemu alat tulis lain sampai sekarang.

Kemudian, sambil meringis Ranaya membuka sedikit perbannya yang kembali mengeluarkan darah.

Kita melihat luka pada kaki Ranaya masih basah, karena masih mengeluarkan darah bercampur nanah. Kemudian Ranaya menyentuh lukanya dengan jari telunjuk untuk memastikan lagi kondisi lukanya.

RANAYA

Aku benar-benar harus cepat sebelum kakiku membusuk.

Ranaya berjalan meuju meja rias, lalu membersihkan noda di telunjuk dan pada kertas kosong yang posisinya paling ujung meja rias, sebanyak dua baris. Setelah itu Ranaya berjalan menuju pintu kamar.

Kita melihat kertas putih itu kini memliki noda darah sebanyak dua baris. Bersanding dengan kertas yang telah Ranaya tulis dengan spidol merah.

RANAYA

HEEYY! MANA BOLPOINNYA? KOK LAMA BANGET SIH?

ELIN (O.S)

SEBENTAR MASIH DICARI

Ranaya tersenyum tipis.

RANAYA

YA UDAH BELI AJA DULU DI LUAR!

ELIN (O.S)

GAK BISA! GAK ADA YANG BOLEH MELIHAT KAMI SEBELUM WAKTUNYA!

Ranaya langsung diam dan membalik badan. Kepalanya disandarkan pada tralis kemudian menarik napas berat.

ELIN (O.S)

DI KAMAR KAMU ADA GAK?

Ranaya terkejut dan langsung membuka semua laci yang ada di kamarnya dengan wajah panik.

RANAYA

(kesal)

Kenapa aku gak kepikiran ya?

Tak lama, Ranaya menemukan satu bolpoin dan satu pensil di laci, lalu menyembunyikannya di samping kasur, dan kembali melanjutkan pencarian di laci yang lain. Ternyata Ranaya menemukan penggaris besi. Sejenak Dia terdiam memandangi penggaris itu kemudian menyimpannya di balik baju.

Setelah itu ranaya bergegas berjalan menuju kasur dan menyembunyian bolpoin serta pensil di bawahnya. Karena tak ada alat tulis, Ranaya tertidur.

CUT TO

55.RUANG UTAMA- SIANG

Kita meihat ruang utama sangat berantakan. Semua laci terbuka, dengan isi yang berserakan. Sementara Dodi sedang mengeluarkan semua isi dari laci yang lain.

Elin ke luar dari ruang keluarga membawa dua buah bolpoin.

ELIN

Ibu nemu dua nih, Pak. Tapi gak tahu ini masih bisa apa enggak. Sok ku Bapak cobian heula.

Dodi mengambil ke dua bolpoin dan mencoba salah satunya pada punggung tangan. Hasilnya nihil. Kemudian Dodi mencoba bolpoin yang satu dan ternyata sama juga. Karena kesal, Dodi melempar ke dua bolpoin itu.

DODI

Rumah segede gini gak ada bolpoin! Pensil gak ada, Buk?

ELIN

Ibu gak nemu pak.

DODI

CK! GIMANA SIH?

ELIN

Ya gimana atuh. Namanya juga rumah udah kosong lama banget. Wajar kalau banyak yang udah gak bisa dipake.

DODI

Ya udah. Kalau gitu siapin makanannya anak itu. Nanti biar Bapak aja yang kasih.

Elin menatap curiga.

ELIN

Tumben nawarin diri. Biasana oge disuruh nganterin makanan ogah-ogahan, da bau pesing. Enggeus, Ibu aja yang anter.

DODI

Ya udah terserah Ibu aja

O.S (Suara laki-laki dan perempian)

PERMISIII

Wajah Elin dan Dodi palsu langsung pucat.

DODI

Saha eta?

ELIN

Teuing atuh!

Elin dan Dodi menuju ruang tamu. Kita melihat orang tua Lissa berdiri di balik pintu tralis besi. Mereka terlihat sumringah karena berhasil menemukan Villa Ranaya.

CUT TO

56. RUANG TAMU-SIANG

ELIN

Siapa, ya?

IBU LISSA

Maaf, apa betul ini villa-nya Ranaya.

ELIN

Iya. Kalian siapa?

AYAH LISSA

Kami orang tua Lissa. Kebetulan kami lihat mobilnya terparkir di sini.

Dodi dan Elin langsung saling pandang.

AYAH LISSA

Kami mencari Lissa karena dia belum kembali sejak kemarin. Hapenya juga tidak dijawab.

ELIN

Aduuh, kumaha, ya mgasih taunya.

IBU LISSA

Lho, ada apa memangnya?

ELIN

Sok, Bapak aja yang ngasih tau!

DODI

Eh, bapak juga bingung ini mau ngomong naon.

AYAH LISSA

Kenapa? Ada apa dengan anak kami?

ELIN

Gini, Pak. Mmmm... Ranaya ponakan kami juga belum pulang ti kamari.

AYAH LISSA

Lho, jadi mereka gak ada di sini? Tapi mobilnya kok ada di depan.

ELIN

Oh, iya itu... Mereka.... Dijemput sama temannya. Laki-laki. Emang si Ranaya teh anakna rada bangor. Gak bisa dibilangin!

IBU LISSA

Pergi kemana mereka, Bu?

Tiba-tiba ayah Lissa melihat kunci mobil dengan gantungan bineka kecil milik Lissa ada di kolong kursi tamu. Seketika ayah Lissa merasa ada yang tidak beres.

ELIN

Aduh saya juga gak berani nanya. Udah bapak ibu pulang aja dulu. Nanti kalau mereka udah kembali pasti saya suruh cepet pulang.

AYAH LISSA

Punten, Pak, Bu. Boleh saya numpang ke kamar mandi.

DODI

Tapi, kamar mandi kami kotor pisan, Pak. Bapak pasti gak akan sanggup.

AYAH LISSA

Ah, tidak masalah. Saya cuma numpang buang air kecil, kok.

ELIN

Ya, udah atuh. Sok aja.

Elin membuka pintu tralis besi dengan ekpresi datar.

CUT TO

57. MOVING SHOT

Ayah Lissa masuk, diikuti Dodi. Selama menuju kamar mandi, Ayah Lissa memperhatikan selutuh isi rumah yang berantakan. Dia juga melihat dari jauh dua kamar yang pintunya terubuka dan tidak ada siapa-siapa di sana.

DODI

Di sana.

Dodi menunjukkan kamar mandi untuk tamu. Sedangkan dia berjalan menuju dapur.

Melihat Dodi meninggalkannya. Ayah Lissa langsung menaiki tangga. Ayah Lissa yakin anaknya ada di rumah ini di ruang atas sebab di bawah tidak ada siapa-siapa.

CUT TO

58. LANTAI ATAS-SIANG

AYAH LISSA (memanggil dengan suara pelan)

Lissa! Lissa!

Ayah Lissa terus berjalan hingga berada di depan kamar ranaya. Dia terkejut melihat gembok yang mengunci pintu tralis di kamar Ranaya.

CUT TO

58. KAMAR RANAYA-SIANG

F.O (AYAH LISSA)

Lissa! Lissa!

Ranaya terbangun karena mendengar suara seseorang. Sedetik kemudian dia sadar penuh dan beranjak dari kasur.

Ayah Lissa ternyata telah berdiri di depan kamarnya.

RANAYA

Om! Tolongin saya om.

Ayah Lissa kaget melihat kondisi Ranaya yang berjalan pincang, terluka, dan tak berdaya.

AYAH LISSA

Ya, ampun Rana! S-Saya akan telepon bantuan sekarang. Di mana Lissa?

Ayah Lissa sedang mengambil ponsel di kantong saat Ranaya terjatuh ketika hampir menggapai pintu.

RANAYA

Lissa...

AYAH LISSA

ADA APA DI MANA LISSA?

RANAYA

Lissa...Aaaaak!

Ranaya menjerit ketika tiba-tiba Dodi menyerang Ayah Lissa dengan pisau dan mengenai perut sampingnya. Seketika Ayah Lissa ambruk, tapi dia belum mati.

Ayah Lissa berusaha bangun dengam susah payah. Namun Dodi menendangnya tepat dibagian luka. Ayah Lissa menggeram kesakitan.

AYAH LISSA

Ada apa ini? Saya tidak tahu apa-apa.

DODI

Justru itu, jangan sampai anda tau.

Dodi menusuk leher Ayah Lissa tepat di depan Ranaya. Ranaya langsung pingsan.

Dodi mengabaikan Ranaya yang pingsan dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan darah yang ada di tangan serta melepas bajunya.

CUT TO

59. RUANG TAMU-SIANG

Elin dan Ibu Lissa tengah bersenda gurau dan tertawa kecil.

ELIN

Yah, namanya juga anak-anak, ya, Bu. Apalagi si Ranaya teh, kan, mantan orang kaya. Jadi hidupnya serba bebas. Punten Neng Lissa jadi kabawa-bawa. Da, saya teh mau ngingetin tapi sok malah dibentak. Maklum, lah, saya ini bukan orang kaya.

IBU LISSA

Iya, bu, gak apa-apa. Saya bisa mengerti.

Tiba-tiba dodi datang dengan bertelanjang dada. Ibu Lissa jadi canggung.

DODI

Geus beres, Bu.

IBU LISSA

Duh, mana, ya, suami saya? Kok, lama banget. Saya... Boleh lihat sebentar, Bu?

ELIN

Oh, mangga, silakan.

Elin mengikuti Ibu Lissa setelah mengambil pajangan kayu jati dan langsung memukul tengkuk Ibu Lissa. Seketika Ibu Lissa meregabg nyawa.

DODI

Ibu beresin yang ini. Bapak beresin yang di atas.

ELIN

Nambih kerjaan wae ieu jalmi!

CUT TO

60.KAMAR RANAYA-MALAM

Ranaya masih terisak dan syok karena peristiwa tadi siang saat Dodi dan Elin yang membawa nampan, masuk secara bersamaan. Mereka napak terkejut melihat kamar Ranaya yang berantakan.

ELIN

Tumben berantakan banget. Kamu pasti merencanakan sesuatu.

RANAYA

Tadi saya mencoba mencari bolpoin.

ELIN

Terus ada gak?

Ranaya menggeleng.

DODI

Bohong! Gak mungkin kamu gak punya bolpoin.

RANAYA

Ya silakan aja cari sendiri. Kamar ini bahkan belum sempat saya rapihkan kembali.

Ranaya diam sebentar memandangi dua orang itu.

RANAYA (cont,d)

Kalau kalian mau, saya bisa menulisnya dengan handphone. Bahkan kemungkinannya lebih cepat selesai. Saya janji gak akan lapor polisi.

Dodi tergelak.

DODI

Gak mungkin! Ngimpi maneh!

RANAYA

T-tapi, kalau pake hp, kalian bisa lebih cepat dapat uang kan? Malah kalau mau lebih cepat lagi, saya bisa mengunggahnya ke aplikasi baca online. Di sana kita bisa langsung dapat uang tanpa harus menunggu penerbit.

Elin memandangi Dodi yang terdiam.

DODI

Justru dari situ juga ada kemungkinan kami tidak jadi mendapat royalti karena kamu minta bantuan kan? Cih. Bisa aja kamu.

Dodi melongos, dan matanya tertuju pada kertas halaman pertama yang di tulis Ranaya. Dodi menggeser kertas paling atas satu persatu.

DODI

Masih belum ada judulnya nih?

RANAYA

Saya belum menemukan judul yang pas.

Lalu Dodi menghentikan kegiatannya ketika melihat kertas yang telah ditulis Ranaya dengan spidol merah. Dia membacanya sejenak, kemudian melirik dua garis noda darah pada kertas kosong di sebelahnya.

Dodi menyeringai. Dia langsung berjalan menghampiri Ranaya dengan spidol di tangan kanan dan kertas kosong di tangan kiri.

Ranaya sontak ketakutan. Dia mundur beberapa senti di kasurnya.

RANAYA

K-KAMU MAU APA?

Dodi mengambil paksa kaki Ranaya yang terluka, dan berusaha membuka perbannya meski mendapat perlawanan dari Ranaya.

RANAYA

JANGAN! KAMU MAU APA?

Ranaya terus berontak meski sia-sia.

Setelah perban terbuka, Dodi menusuk-nusuk dan memutar ujung spidol pada luka Ranaya yang diiringi jeritan Ranaya selama beberapa detik.

Lalu Dodi mulai menulis di kertas kosong dengan ujung spidol yang telah terkena darah bercampur nanah.

DODI

(menyeringai)

Mulai sekarang kamu menulis dengan darahmu sebagai tintanya. Mengerti?

RANAYA

GAK! SAYA GAK MAU!

ELIN

Udah kamu nurut aja boloho!

DODI

Kalau kamu gak mau. Akan kubuat kamu semakin menderita.

Dodi mengusap pipi Ranaya dan disambut sebuah tamparan di wajah Dodi.

Dodi tersnyum sinis dan mengusap pipinya sambil bangkit dari kasur.

Dodi pergi begitu saja diikuti Elin.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar