Tinta Darah
6. 06

36.RUANG TAMU-MALAM

Dodi terus menyeret Ranaya masuk ke rumah dengan cara menarik tubuhnya dari sela-sela ketiak.

Setibanya di ruang tamu, Dodi menjatuhkan tubuh Ranaya hingga kepalanya membentur lantai.

Ranaya sontak memegang kepalanya bagian belakang sambil mengerang.

Dodi berjalan ke arah kaki kanan Ranaya kemudian berlutut.

DODI

Matak oge nurut ka kolot! Disuruh ganti baju malah kabur.

Dodi berusaha melepaskan perangkap yang kembali memberikan rasa sakit pada Ranaya.

Ranaya sontak menjerit dan menangis sesudahnya.

Perangkap itu pun berhasil lepas dari kaki kanan Ranaya diiringi dengan darah yang keluar semakin deras.

DODI

Bangun!

Ranaya yang masih terisak tak bisa berkutik atau menjawab.

DODI

Bangun sia teh!

Dodi menariknya berdiri. Membuat Ranaya meringis kesakitan. Kemudian Dodi menopangnya dan membawanya duduk di sofa ruang tamu.

Dodi dan Elin ikut duduk di kanan kiri Ranaya.

DODI

Ini semua gara-gara Ibuk! Coba kalau tadi Ibuk teu narik Bapak tiba-tiba. Ieu budak moal tiasa kabur. Lamun maot karena kehabisan darah kumaha? Bapak teu tiasa ngajahit luka.

ELIN

Ya biarin aja atuh lukanya kaya gitu. Diobatin seadanya aja. Ceunah, makin dia tersiksa makin bagus buat cerita.

Elin menoyor kepala Ranaya.

DODI

Oh iya leres oge Ibuk. Tapi urang kedah menghentikan pendarahanna, supaya teu enggal maot.

ELIN

Kalau begitu, nanti malam Bapak tralis aja semua pintu dan jendela. Supaya gak kejadian lagi.

DODI

Hhhmmm...

RANAYA

CIH! Memangnya kalian bisa bertahan di rumah ini tanpa makanan selama aku masih hidup?

ELIN

Tenang aja sayang. Kami udah siapin itu semua. Tuh lihat.

Elin menunjuk ke arah sepeti telur, sekarung beras ukuran paling besar, dan bahan makanan lainnya yang jumlahnya sangat banyak.

Ranaya menelan ludah.

Elin bangun dan meninggalkan mereka berdua

RANAYA

Jadi kalian memang ingin mengisolasi diri sampai aku mati? Kalau begitu akan kubuat ini beranglsung sangat lama hingga kalian kehabisan makanan.

Dodi menyeringai.

DODI

Silahkan aja. Perlawananmu akan membuat cerita semakin menarik.

Elin datang membawa perlengkapan untuk obat luka juga sebaskom air dan kain. Kemudian dia duduk di tempat semula.

Elin mengangkat kaki kanan Ranaya agar bisa di bersihkan terlebih dahulu.

Lalu dengan sangat kasar Elin membersihkan luka pada kaki Ranaya.

Ranaya jelas kembali mengerang.

ELIN

NYUSAHIN AJA KAMU BISANYA! LAMUN BUKAN KARENA TULISANMU BISA MENGHASILKAN UANG, GEUS DI DURUK KU AING, BARENGAN SI LISA!

DODI

Sambil menunggu lukamu diobati. Sebaiknya saya menceritakan dulu awal mula saya dan istri bisa ada di sini. Jadi kamu bisa segera mulai menulis.

RANAYA

Saya gak mau! Saya gak akan mau nulis.

DODI

Silahkan saja. Tapi kami tetap akan menyiksamu sepanjang waktu dan rumahmu ini pada akhirnya akan tetap manjadi milik kami. Justeru dengan menulis, kamu memiliki kesempatan hidup lebih lama.

Elin yang kesal mendengar penolakan Ranaya, meremas luka pada kakinya hingga Ranaya menjerit.

ELIN

MAU NULIS TEU??

Elin semakin kencang meremas kaki Ranaya.

RANAYA

AAARGGGHH! IYA, IYA, LEPASKAN!

DODI

Nah, gitu dong.

Dodi menyandarkan tubuhnya pada sofa kemudian menyalakan rokok dengan pemantik api.

Ketika rokok menyala, Dodi mengisap kemudian mengembuskan asapnya.

DODI

Kami ini sama seperti kamu Ranaya. Orang kaya yang bangkrut.

Ranaya hanya diam sambil sesekali meringis kesakitan.

DODI

Dodi dan Elin yang asli, mereka adalah pekerja kami di rumah. Mereka sebenarnya orang baik dan menyenangkan. Kami sangat dekat, meski mereka adalah supir dan pembantu kami. Mereka kerap menceritakan tentang keluargamu, tentang kerinduan mereka terhadap keluarga yang tersisa, juga tentang perilaku kalian terhadap mereka.

Mata Dodi menerawang jauh sambil mengepulkan asap rokok.

DODI

Tapi mereka tak dendam sedikitpun, hingga mereka menceritakan tentang dirimu dan rumah ini di saat kami juga bangkrut dan terlilit hutang.

Dodi membersihkan sisa abu pada rokok ke atas asbak.

DODI (Cont'D)

Yaah, semoga mereka tenang di sana.

Ranaya yang diam selama Dodi dan Elin bercerita rupanya memikirkan berbagai cara untuk menyelematkan diri.

RANAYA

Terus, siapa nama asli kalian? Itu penting untuk sebuah cerita.

Dodi tertawa sinis.

DODI

Nama kami? Kami Dodi dan Elin sekarang.

RANAYA

Kalian benar-benar jahat! Sampai seniat itu kalian terhadap Amang dan Bibi.

Elin yang kini tengah mengobati luka Ranaya seadanya, tiba-tiba terhenti dan menunduk.

ELIN

Semua salah mereka sendiri! Mereka tidak mau diajak kerja sama untuk memiliki rumah ini. Mereka kekeuh ingin rumah ini tetap menjadi milikmu!

Elin mulai terisak.

ELIN

Padahal kami tidak ada niat membunuh mereka.

Elin mengusap air matanya dan berusaha tegar.

ELIN

Karena sudah terlanjur, lebih baik sekalian kami menjadi mereka.

Ranaya berdecak dan menggeleng.

RANAYA

Bohong! Pada akhirnya kalian akan tetap akan mencurangi mereka kan? Karena kalian bilang rumah ini hanya cukup untuk melunasi hutang.

Dodi terkekeh.

DODI

Lumayan pinter oge kamu, yah? Tapi saya tidak menyangka akan secepat ini menyingkirkan mereka.

Ranaya mendengus

RANAYA

Kalau begitu, mana handphone dan laptop saya?

DODI

Jang naon?

RANAYA

Ya untuk mulai menulis! Aku butuh benda itu.

Dodi menyeringai dan bangkit setelah memadamkan rokoknya.

Kita melihat Dodi pergi meninggalkan ruang tamu dan melihat Elin sedang membalut luka Ranaya dengan perban.

Tak lama Dodi kembali, membawa setumpuk kertas hvs dan pulpen.

Dodi membanting kertas dan pulpen itu di depan Ranaya.

RANAYA

Apa ini?

Dodi kembali duduk.

DODI

Ya untuk kamu menulis.

RANAYA

Lho, tapi saya menulis menggunakan handphone atau laptop.

DODI

Mulai sekarang kamu menulis, bukan mengetik!

RANAYA

(kesal)
Tapi akan sangat memakan waktu jika menulis dengan tangan.

DODI

Teu nanaon. Gak masalah itu mah. Daripada kamu minta bantuan melalui telepon atau internet.

Ranaya mendorong kertas di hadapannya hingga berserakan.

RANAYA

SAYA GAK MAU!

Elin dan Dodi terlihat murka. Elin bahkan langsung meremas luka Ranaya lagi yang telah dia perban.

RANAYA

AARRGGHHH!

Elin terus meremas tanpa peduli dengan Ranaya yang meronta kesakitan.

ELIN

Tulis dengan tangan, atau kakimu ku remas hingga putus!

Ranaya mengangguk

RANAYA

Biaiklah, baiklah. Aku akan menurut.

Elin melepas cengkramannya. Ranaya langsung tertunduk dan napasnya tersengal hingga beberapa detik.

RANAYA

Bagaimana rasanya membunuh orang?

Dodi dan Elin terlihat bingung.

RANAYA

Bagaimana rasanya menjadi seorang pembunuh? hah?

Elin yang geram langsung menekan ke dua pipi Ranaya

ELIN

JANGAN KURANG AJAR KAMU!

Ranaya tersenyum sinis.

RANAYA

Kenapa? kalian gak mau disebut pembunuh? lagipula aku butuh itu untuk menghidupkan cerita.

DODI

Enggeus Bu, lepaskeun.

Elin melpas tangannya dari pipi Ranaya dengan kesal.

DODI

Kalau ditanya soal itu, saat ini saya pribadi merasa biasa saja. Karena tidak banyak yang mengenal Dodi dan Elin. Mereka tinggal di rumah kami, jadi tidak akan ada yang menyadarinya. Identitas mereka juga sudah kami musnahkan.

RANAYA

Ternyata kalian iblis.

DODI

Bisa jadi.

Dodi mendorong bahu Ranaya.

DODI

Nah, sekarang ambil kertas dan bolpoin itu lalu mulai menulis malam ini juga. Saya mau mulai membacanya besok. Paham?

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar