Sweet Taste of Demise
4. Keep Me Together/Do Not Abandon Me/Hold My Bones Together - Louise Bourgoise (1990)
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. TOKO BUKU — SIANG

Langit-langit toko berlatar biru berlukiskan matahari sore dan awan-awan.

Pintu toko terbuka. Dua pasang kaki bersepatu masuk ke dalam.

Angel Baby (Post-Chorus only) by Troye Sivan

Jari telunjuk ANITYA mencolek sepanjang barisan buku di rak.

DUGA menoleh ke samping melihat Anitya.

Anitya sedang mengambil sebuah buku di rak.

Dari dekat mata Anitya bergerak seakan sedang membaca.

Seorang pegawai toko sedang memasukkan kembali buku ke rak.

Tangan Duga berayun di samping badan yang berjalan, memegang buku berwarna merah. Judul buku tidak terlihat.

Anitya menoleh, terlihat Duga mendekat. Duga menunjuk buku di tangan Anitya.

Terlihat buku Temple of the Golden Pavilion (hardcover) dan buku East of Eden (hardcover) di atas counter kasir.

Tangan Duga memberikan uang, membayar.

Anitya memasukkan buku East of Eden ke dalam tas kecilnya.

Dua tangan di atas meja hampir bersentuhan.

Duga memegang buku Temple of the Golden Pavilion, terlihat tengah bercerita dengan semangat. Anitya terlihat mendengar dengan seksama.

Terlihat mata Duga dari sangat dekat, bola matanya memantulkan sosok Anitya tersenyum manis.

Terlihat wajah Anitya dari dekat, tidak terlihat apa yang terpantulkan di bola mata Anitya.


FADE TO:


INT. KOSAN DUGA — MALAM

Duga berjalan menuju pintu kamar. Ia memutar kenop pintu. Pintu terbuka perlahan. Terlihat wajah Duga menatap tanpa ekspresi ke dalam kamarnya.

Kamar itu gelap total, hampir tidak terlihat apapun. Duga menekan saklar lampu. Tampak dalam kamar terlihat, namun masih sama suram. Sunyi bergema. Duga terlihat ceria.

Pintu ditutup.

Pintu kamar mandi dibuka.

Air tercurah jatuh.

Handuk mengelap rambut basah.

Kepala masuk ke dalam lubang baju.

Duga berbaring ke tempat tidur. Ia tersenyum melihat langit-langit membayangkan sesuatu. Ia memeluk guling di kasur dan menutup mata.

Wajah tidur Duga terlihat selama beberapa saat. Perlahan-lahan kerutan muncul di dahinya. Duga membuka mata. Ia beranjak bangun ke meja, tangannya menarik sesuatu dari sela-sela halaman buku. Sebuah phobooth card. Foto Anitya dan Duga.

Duga duduk di sudut kasur menatap sebaris foto itu. Senyum kecil muncul di wajahnya. Duga terus menatap foto, namun senyumnya perlahan hilang, pandangannya setengah kosong. Dari langit-langit, suasana kamar Duga semakin suram, semakin sunyi.

Duga menjatuhkan diri ke kasur. Ia menghela nafas panjang. Duga menutup mata.


EXT. TAMAN KAMPUS — SORE

NANTA membuka mata. Pandangannya lemah. Dengungan cicada samar-samar terdengar. Terlihat langit, dan cahaya matahari menembus sela-sela kanopi pohon.

Suara gergaji mesin menderu hidup. Gergaji mulai memotong batang pohon.

Terlihat Nanta sedang berbaring di atas rumput, tas menjadi bantal. Telinga kiri Nanta terpasang earphone berkabel. Di dadanya ada sebuah buku mata kuliah.

Gergaji menderu lebih keras, pohon sudah terpotong habis dan mulai tumbang ke samping.

Sesuatu membayang di atas sosok Nanta. Semakin lama semakin besar. Terdengar gemeretak suara pohon jatuh. Bayangan itu jatuh di atas Nanta. Bibir Nanta menarik ke samping seakaan hendak membentuk senyum.

Plek. Sebuah tangan menempel di dahi Nanta. Tidak jauh dari tempat Nanta berada sebuah pohon tumbang.

Ekspresi Nanta berubah netral, ia menoleh.


ANITYA

Lagi sakit?


Terlihat ANITYA melihatnya dari atas. Raut wajah perhatian. Telinga kanan Anitya terpasang earphone berkabel. Nanta bangkit duduk, buku kuliahnya menyeret turun dari dada, earphone terlepas dari telinga.


NANTA

Engga. Cape aja.


ANITYA

Cape belajar?


Nanta mengendikkan bahu.


ANITYA

Namanya juga musim ujian. Bikin pusing.


NANTA

Mending musingin yang lain.


Anitya hanya tersenyum, ia lanjut mencoret-coret buku, membuat catatan. Nanta lanjut berbaring. Ia menatap Anitya beberapa saat.

Sebuah alarm berbunyi. Nanta mengambil smartphone dari kantung celana. Melihat layar.


NANTA

Tya, udah dulu ya hari ini. Harus ketemu orang bentar lagi.


ANITYA

(mengganguk, melepas earphone)

Lusa jadi dateng?


NANTA

(tersenyum lemah)

Belum tau.


ANITYA

(sedikit kecewa)

Oh ya udah.


NANTA

(bangkit berdiri)

Mau jalan pulang sekalian?


ANITYA

(menggeleng)

Aku masih mau nugas di sini sebentar lagi.


NANTA

(mengangguk-angguk)

Sampai ketemu lagi kapan-kapan.


Nanta mengambil buku dan tas, lalu melambai dan beranjak pergi. Anitya melihat Nanta pergi menjauh.

Anitya tiba-tiba merasakan sesuatu. Ia menoleh ke bawah. Semut mengerubungi tangannya.


EXT. MANSION KELUARGA KARIM - TAMAN — MALAM

Sepasang mata, menatap ke bawah. Sepetak panjang tanah gembur. Sepasang tangan bersarung. Sebuah sekop kebun menggali tanah, membuat lubang. Sekop menusuk tanah, tercipta sebua lubang. Sekop kembali menusuk tanah, tercipta lubang kedua. Sekop menusuk tanah lagi, tercipta lubang ketiga.

3 pot semak-semak mawar. Mengisi satu lubang, dua lubang, tiga lubang. Sarung tangan di lepas. Tangan mengelap keringat di dahi. Sepasang mata melihat ke depan. Tenggorokannya menengak ludah. Angin sepoi-sepoi meniup ujung rambut berwarna merah muda, menggantung di atas sebahu.


INT. RUMAH NANTA — MALAM

Layar gelap. Suara sendok menyentuh gelas, mengaduk.

Di atas meja sebuah tornado kecil berputar dalam gelas kaca tembus pandang. Di sekitar gelas tersebar remah-remah bekas obat yang dihaluskan, terlihat juga sendok dengan serbuk putih yang sama.

Sepasang Mata. Melihat ke depan, tidak jelas apa yang ia lihat. Pusaran air di gelas melambat dan menghilang. Sebuah tangan memegang gelas, tidak mengangkat.

Sepasang mata, masih melihat ke depan. Gelas mulai diangkat. Dering telepon. Sepasang mata melirik ke samping.

"INCOMING CALL: VEDA"

Sepasang mata, melihat lekat ke layar. Gelas masih dipegang, melayang di udara. Sepasang bibir, menghembus nafas dalam. Sebuah badan bangkit dari kursi. Isi gelas dihamburkan ke dalam wastafel.


INT. KAMAR NANTA — PAGI

Layar Gelap.

TIRTA (O.S.)

Nan, entar malem gue jadi nampil gantiin gitaris Hanumen. Dia masih ngilang lagi.


Terlihat Nanta terlentang di atas kasur. Matanya menatap langit-langit kamar, lemah. Pipinya terlihat mulai tirus. Smartphone tergeletak di samping kepala, memutar voice message dari Tirta. Ia menggaruk sternumnya pelan.

TIRTA (O.S.)

Biasanya sih balik, tapi sampe sekarang belum keliatan orangnya. Btw, nampilnya di Fakultas P kalo mau nonton. Eh tapi kalo lu butuh istirahat, mending ga usah. Gue cuma ngabarin aja.


Pesan mengulang. Nanta masih melihat langit-langit untuk beberapa saat. Ia menoleh ke cermin di kamar. Cermin memantulkan bayang layaknya cermin pada umumnya.


EXT. FAKULTAS P - PARKIRAN — MALAM

Terlihat sebuah panggung, berhias lampu dan peralatan. TIRTA dan anggota HANUMEN sedang tampil. Tirta berbaju hitam sleeveless, rambutnya diikat ke belakang. Di depan panggung sudah banyak orang berkumpul, beberapa memakai baju yang sama, baju panitia.

Lagu selesai dimainkan. VOKALIS HANUMEN terlihat berbincang-bincang ke pengunjung. Mata Tirta mencari-cari sosok di tengah kerumunan. NANTA tidak terlihat. Lagu selanjutnya mulai dimainkan. Tirta menghela nafas, sedikit kecewa.

Cool, Nice by Cobra Man starts playing.

Tirta mulai memainkan gitarnya, mendekatkan bibir ke dekat mic. Matanya tiba-tiba berbinar. Terlihat Nanta jauh di belakang kerumunan melambai, mengembang senyum di wajah pucat. Tirta tersenyum. Ia terlihat lebih bersemangat.

VOKALIS HANUMEN

🎵I Talk to you. You never listen. Always giving me a cool nice....🎵


TIRTA

🎵...I Talk to you. You never listen. Always giving me a cool nice...🎵

VOKALIS HANUMEN

🎵...I Talk to you. You never listen. Always giving me a cool nice...🎵


Jari Tirta menunjuk-nunjuk ke arah Nanta saat menyanyikan bagiannya. Ekspresi Nanta terkejut, lalu menggeleng-geleng penuh senyum menangkap kode Tirta. Tirta tersenyum jahil melihat reaksi Nanta. Tirta dan Hanumen lanjut dengan penampilan mereka.


DISSOLVE TO:


VOKALIS HANUMEN

Jangan lupa, minggu kita juga bakal nampil di...


Nanta bersandar di sebuah pohon, melihat jam di smartphone. 12.12.


ANITYA (O.C.)

Hei.


Terlihat Anitya di depan Nanta. Ia menggunakan baju panitia acara. Rambut wolf-cut miliknya sekarang bergaya ombre, hitam dengan sedikit warna merah muda di ujung rambut.


ANITYA

Kok ga ngabarin jadi dateng?


NANTA

Ah iya, lupa.


Di balik pundak Anitya, Nanta dapat melihat seseorang menatap tajam ke arahnya. Duga.

Duga berdiri tidak mendekat selama Anitya dan Nanta berbincang-bincang, tidak berekspresi. Mata Anitya terlihat berbinar-binar saat berbicara dengan Nanta. Suara perbincangan itu terdengar seperti kumur-kumur di telinganya.

Tak lama, Tirta datang mendekat, tas gitar di punggungnya. Ia menyapa singkat Anitya, lalu berjalan pulang bersama Nanta. Anitya kembali menuju Duga. Untuk beberapa saat, mata Duga terus memperhatikan Nanta. 

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar