Sweet Taste of Demise
1. Four Hearts - Jim Dine (1969)
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

EXT. JALANAN - PUNCAK TANJAKAN — MALAM

Sebuah pembatas jalan dan hamparan langit malam membentang. Tidak ada kerlipan bintang. Hening. Semilir angin bertiup lembut. Hening kembali. Samar-samar mulai terdengar suara langkah kaki. Semakin dekat semakin jelas suaranya. Suara tapak kaki berlari-lari kecil. Semakin lantang suaranya.

Sosok seorang laki-laki muncul. Ia tersengal-sengal dan membungkuk memegang lutut. Tetesan-tetesan keringat jatuh dari ujung rambutnya yang bergelombang. Ia berdiri tegak, menengadah berlebihan ke atas, menarik nafas. Laki-laki ini adalah NANTA.

Nanta lalu menghadap ke pembatas jalan, melihat pemandangan di bawah. Dari atas terlihat kerlap-kerlip lampu perumahan juga garis-garis lampu kendaraan. Salah satu tangan Nanta menempel di dadanya yang kembang kempis.

Sebungkus rokok yang sudah terbuka diambil oleh Nanta dari kantung celana belakang. Ia melihat ke dalam bungkus itu dan menggeser batang demi batang rokok, menghitung jumlahnya. Terhitung ada 12 batang rokok.

Nanta menghela nafas kecewa. Ia lalu menghadap ke depan, tangannya diangkat hendak melempar bungkus itu ke bawah, namun geraknya berhenti di tengah jalan. Nanta menghela nafas berat, menggeleng-geleng.

Tangan Nanta beranjak memasukkan bungkus rokok. Semilir angin tiba-tiba datang meniup untaian rambut di tengkuknya. Nanta menggigil. Ia memeluk badan sendiri dan menggosok-gosoknya. Nanta melihat bungkus rokok di tangannya lalu kembali menggeleng-gelengkan kepala, ekspresinya kesal bercampur kecewa. Nanta berbalik badan, berjalan menuju pohon terdekat dan bersandar di sana menghadap pembatas jalan.

Ia mengambil sebatang rokok, yang langsung diselipkan ke bibir. Matanya tiba-tiba kosong. Jarinya masih melayang. Pikirannya terbang entah kemana-mana.

Anitya

Boleh pinjam korek?


NANTA

Hmm?


Mata Nanta masih kosong, pikirannya masih melayang-layang, ia setengah sadar menjawab pertanyaan, pandangannya belum bergeser melihat sosok penanya.


ANITYA

Boleh pinjam korek?


NANTA

(menoleh ke sumber suara, linglung)

Hmmm?


ANITYA

(setengah tersenyum)

Boleh pinjam koreknya ga?


NANTA

(ekspresi sedikit kaget)

Oh! Iya...


Nanta memasukkan bungkus rokok ke kantung celana dan mengeluarkan korek dari kantung yang sama, lalu dengan cepat memberikan korek ke sosok perempuan dengan kantung kresek putih di depannya.


ANITYA

(tersenyum lebih lebar)

Pinjam ya...


Wajah ANITYA tidak sepenuhnya terlihat, terhalang helai-helai rambut juga tertutup bayang karena ia berdiri membelakangi lampu jalan.

Nanta sigap menoleh ke bawah dengan raut cemas, melihat kaki Anitya. Kaki bersandal slip-on itu menapak di tanah, bayang tubuh Anitya juga terlihat di sana. Nanta menghela nafas lega dari hidung.

Nanta menoleh ke wajah Anitya. Anitya memantik korek lalu menghirup rokoknya pelan. Pendar halus dari ujung rokok menunjukkan rupa wajah Anitya selama beberapa saat. Anitya melirik ke arah Nanta.


ANITYA

Ini...


Anitya menyodorkan korek api sejengkal dari wajah Nanta, lalu memantiknya.


NANTA

(bingung)

Ha? Apa?


ANITYA

Itu rokoknya belum nyala, sini saya bantu biar ga gampang mati.


Nanta melirik ke rokok yang daritadi menempel di bibirnya.


NANTA

(ekpresi baru sadar)

Oh iya. Makasih.


Nanta mendekatkan wajah dan ujung rokok ke korek, salah satu tangannya menangkup dekat api. Angin bertiup. Api mati. Korek dipantik. Angin kembali bertiup, api bergoyang dan mati. Korek kembali dipantik Anitya dan angin terus bertiup.

Anitya

Sini biar saya saja.


Anitya mengapit rokoknya di antara jari telunjuk dan tengah, lalu mengambil rokok dari bibir Nanta dan menyelipkan ke bibirnya sendiri. Anitya memantik korek dan menyesap rokok dalam lindungan tangkupan tangannya. Rokok Nanta akhirnya digerogoti bara api.


ANITYA

(menyodorkan rokok Nanta)

Nih.


Nanta mengangkat alisnya sedikit terkejut, ia mengambil rokok dari tangan Anitya dan menyesapnya. Kepala Nanta sedikit meneleng ke kiri saat melakukan itu. Kebiasannya.

Dari dekat dapat terlihat rokok berpendar, sebagian asap memasuki lubang hidung Nanta dan tak lama asap itu keluar dari celah bibirnya. Bergelombang. Membumbung halus lalu menghilang bersatu udara.

Tanpa berbicara Anitya beranjak ke pohon di samping Nanta dan bersandar. Nanta kembali bersandar ke pohonnya.

Nanta menyesap rokoknya dalam-dalam. Bibir Anitya menghembuskan rokok tidak kalah dalam. Setetes keringat jatuh dari ujung rambut Nanta. Rambut wolf-cut pendek Anitya meliuk-liuk dirayu semilir. Abu mulai membentuk di ujung rokok Nanta. Jari lentik Anitya menjentik jatuh abu rokoknya. Hamparan langit berbintang, asap-asap tipis kadang terlihat.

ANITYA

Saya duluan ya.


Anitya menjatuhkan rokok dan menginjaknya mati. Nanta hanya mengganguk. Anitya berjalan menuruni tanjakan ke arah Nanta datang sebelumnya. Suara kresek belanja menemani irama langkah kaki Anitya yang semakin pudar.

Nanta kembali menatap kosong pembatas jalan di depannya untuk beberapa saat. Ia mengedipkan matanya pelan lalu beranjak pergi ke arah yang berlawanan dengan Anitya.


Character Introduction Montage (@0.75 speed)

Drop by Thee Michelle Gun Elephant starts playing

EXT. JALANAN - TANJAKAN — MALAM

Pergerakan dunia melambat. Jari Nanta perlahan menyelipkan rokok ke bibirnya, kepalanya dengan lamban meneleng ke kiri saat menghisapnya dalam. Hisapan penghabisan.


Jari-jari lentik Anitya dengan lamban menusukkan sedotan ke lubang susu UHT stroberinya. Cairan berwarna merah muda merembes dari sela-sela lubang.


EXT. JALANAN - DEPAN CAFE AUGUR — MALAM

Seorang laki-laki berambut panjang berpakaian ala grunge serba hitam sedang menarik pintu garasi toko ke bawah dengan sangat lamban. Wajahnya belum terlihat. Ia adalah TIRTA.


INT. KAMAR DUGA — MALAM

Di sudut kasur seorang laki-laki berambut pendek berbaju biru dongker dan celana tidur duduk memeluk kaki menempelkan matanya di atas lutut. Sayap kupu-kupu mengepak perlahan, mendarat di atas tidak jauh dari laki-laki itu.

Kepalanya dengan lamban terangkat melihat ke arah kupu-kupu hitam di seberangnya. Laki-laki ini bernama DUGA.


EXT. JALANAN - TANJAKAN — MALAM

Dari sangat dekat terlihat salah satu tangan NANTA mengelus-ngelus dadanya dengan sangat perlahan.


Otot leher ANITYA terlihat dengan sangat lamban sedang bergerak menelan susu UHT stroberi yang sedang ia sesap melalui sedotan.


EXT. JALANAN - DEPAN CAFE AUGUR — MALAM

Tangan TIRTA sedang memegang smartphone, jarinya dengan sangat lamban menarik layar untuk me-refresh halaman. Terlihat nama Nanta di bagian atas layar juga balon chat bertuliskan "Gimana jadinya tadi?" dari Tirta. Sebuah balon chat baru masuk. Tidak terlihat tulisannya.


INT. KAMAR DUGA — MALAM

DUGA dengan sangat perlahan bangkit dan merentangkan salah satu tangannya ke depan mencoba meraih kupu-kupu hitam. Ekspresinya kaku, rahangnya dingin, dan matanya terbuka lebar nan tajam seakan melihat mangsa.


EXT. JALANAN - TANJAKAN — MALAM

Jempol dan telunjuk NANTA mengepit masing-masing ujung putung rokok yang sudah habis di depan wajahnya sambil berjalan. Nanta menekan rokok itu sangat lamban, menggepengkannya. Ia lalu melempar puntung itu ke arah pembatas jalan. Mulutnya tiba-tiba menggelembung dengan lamban seakan hendak batuk.


Perlahan sekali tangan ANITYA meremas kuat karton susu UHT stroberi di genggamannya. Sisa susu merah muda dari sedotan jatuh ke atas tangannya. Anitya lalu membuang karton susu itu ke tong sampah tanpa berhenti berjalan. Lidahnya dengan lamban menyapu tetesan susu merah muda di punggung tangannya.


EXT. JALANAN - DEPAN CAFE AUGUR — MALAM

Terlihat wajah TIRTA dari dekat, ia berkumis dan berjenggot. Pantulan layar smartphone samar-samar terlihat di bola matanya yang berair. Sebelah tangan dengan gelang kawat berduri menempel di dahi dan meremas rambutnya sangat perlahan. Ekspressi di wajah Tirta cemas bercampur frustasi dan kesedihan.


INT. KAMAR DUGA — MALAM

Tangan DUGA yang bergerak lamban sudah hampir menyentuh kupu-kupu hitam, di jari manisnya ada cincin hitam dengan inskripsi perak sepanjang permukaan cincin. Kupu-kupu hitam itu melayang terbang menghindari tangan yang menepuk keras permukaan meja.


EXT. JALANAN - TANJAKAN — MALAM

NANTA dengan perlahan menolehkan kepalanya hendak melihat ke belakang. Rautnya sedikit penasaran namun matanya tidak.


ANITYA juga dengan perlahan menolehkan kepalanya hendak melihat ke belakang. Alisnya terangkat, ekspresinya tenang namun lirikannya sedikit penasaran.


EXT. JALANAN - DEPAN CAFE AUGUR — MALAM

Ngengat-ngengat coklat sedang menubruk-nubruk lampu jalanan. TIRTA mengalihkan pandangannya dari layar dan menengadahkan kepalanya perlahan hendak melihat. Rautnya sendu namun amarah tersirat di bola matanya.


INT. KAMAR DUGA — MALAM

DUGA memalingkan pandangannya ke atas sangat lamban berusaha mengikuti arah terbang kupu-kupu hitam. Rahangnya keras dan wajahnya menyiratkan amarah terpendam namun matanya memancarkan kesedihan.


TITLE CARD: Sweet Taste of Demise

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar