Sweet Taste of Demise
3. ... with Burning cigarette - Vincent van Gogh (1886)
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

EXT. JALANAN — MALAM

Ban roda motor berputar tidak terlalu cepat. Kaki menginjak rem, tangan kanan menarik kopling. Tampak helm dari belakang. Jaket pengendara motor berkepak ringan. Dari atas terlihat cahaya lampu depan motor yang meliuk-liuk berbelok di jalan berbukit, tidak banyak lampu jalan.

Terlihat tampak depan helm full face dari jarak sangat dekat. Visor hitamnya diturunkan. Helm hanya terlihat tiap dekat lampu jalan. Gelap. Terang. Gelap. Terang.

Helm terangguk-angguk, tangan kiri bersarung refleks memegang area mulut helm, seakan menahan batuk. Tangan kiri kembali ke stang, memegang santai. Permukaan sarung tangan di tangan kiri mengetat perlahan, tangan kiri mulai menggengam dengan sangat kuat. Dari jauh terlihat belokan jalan yang tajam.

Dari spion terlihat bayangan pengendara motor, cahaya lampu yang lewat semakin cepat, pengendara motor tak bergeming. Suara kepakan jaket terdengar lebih liar.

Tangan kanan menarik gas lebih kencang. Tampak depan helm, pantulan belokan semakin membesar di permukaan visor, pengguna helm tidak bergeming. Tiba-tiba selama sepersekian detik muncul kilasan wujud perempuan berambut ponytail di dalam pikiran. Pantulan belokan sudah di depan mata. Hening mendadak. Layar hitam.


J CUT TO:


INT. CAFE AUGUR — SIANG

Terdengar lengkingan suara whipped cream. Sebuah tangan sedang menabuhkan krim ke dalam cangkir berisi kopi.

Sebuah kuas sedang menorehkan warna kuning ke pola bunga matahari di atas kain hitam. Clak. Sebuah cangkir di taruh di atas meja, terlihat kain hitam itu adalah masker.


TIRTA

White Mocha, ga pake gula cair kan?


MBAK SUNFLOWER

(ekspresi baru teringat)

Ah iya, lupa bilang tadi.


TIRTA mengetuk pelipisnya dengan jari telunjuk, sambil mengedipkan mata dan tersenyum, ia beranjak pergi memegang nampan, rambutnya diikat ke belakang, ada nametag di apron yang ia kenakan. MBAK SUNFLOWER balas tersenyum dan lanjut melukis masker.

Tirta duduk di belakang counter kasir, terlihat wujud interior cafe yang tidak terlalu luas, dari 12 meja hanya dua yang terisi. Tirta menghela nafas, lalu mengeluarkan smartphone. Di layar tampak tulisan "4 pesan baru dari Vedaniya Sata".

INT. RUMAH NANTA — SIANG

Suara halus dering telfon. Layar gelap. Hening. Sebuah suara batuk. Hening. Suara batuk. Hening. Suara orang hendak muntah. Suara jejak kaki buru-buru.

Terlihat muntah meluncur jatuh ke dalam toilet. NANTA terduduk di lantai, tangannya di atas pinggiran toilet duduk.

Air dari dispenser mengisi gelas, uap panas membumbung pelan. Terlihat dari dalam kamar, Nanta sedang berjalan mendekati pintu hendak masuk kamar, menyeruput air.

Smartphone tergeletak di atas meja dengan cermin besar, tangan Nanta mengangkatnya, mengetuk layar dengan ibu jari dua kali. Layar menjadi hidup, tampak beberapa notifikasi.

"3 Missed Call from Veda"

"2 New Message from Veda"

"5 Missed Call from Tirta S."

"1 Voice Message from Tirta S."

Nanta menekan-nekan layar. Lalu menaruh smartphone di atas meja.


Tirta (O.S.)

Nan, ade lo tadi chat gue. Katanya lu ga ngangkat telfon. Lu sehat? Apa belum bangun aja? Entar kabarin gue lu ke cafe apa ga. Jangan lupa kabarin ade lu.


Nanta mendengar pesan sambil menyeruput air hangat, matanya setengah melamun. Pesan mengulang otomatis


Tirta (O.S.)

Nan, ade lo-


Nanta mematikan pesan. Ia menaruh gelas kosong ke atas meja. Matanya masih setengah melamun, tangannya refleks mengambil sebatang rokok dari bungkus yang sudah terbuka, menyelipkannya ke bibir. Matanya melirik ke cermin, wajahnya sedikit terkejut melihat diri sendiri menyelipkan rokok ke bibir. Ia lalu mengambil rokok dari bibir lalu meliriknya. Nanta berdiri agak menyamping dari cermin, ia menatap rokok itu agak lama. Nafas kecil terhela dari lubang hidungnya.

Dunia bergerak lamban. Dari sudut pandang Nanta terlihat jarinya perlahan menyelipkan kembali rokok ke bibirnya. Mata Nanta menoleh perlahan ke kiri, ke cermin, kelopak matanya berkedip sebelum melirik mengikuti gerak kepala.

Dunia gelap. Yang terlihat hanya cermin dan pantulannya. Sebuah tengkorak menggigit rokok dengan asap lemah.

Dunia kembali normal. Terlihat dari dekat mata Nanta yang sedang menatap cermin. Bayangan cermin menunjukkan bayangannya seperti saat ini. Senyum melankolis mengembang di wajah Nanta.

Tangan Nanta melayang-layang di atas meja hendak mengambil korek. Tidak terlihat ada korek di atas meja. Nanta menggeser pintu dan menepuk baju serta celana yang tergantung di sana. Tidak ada korek. Alisnya menyimpul. Ekspresinya tiba-tiba seakaan teringat sesuatu


J CUT TO:


EXT. JALANAN - PUNCAK TANJAKAN — MALAM

Suara korek dipantik. Terlihat Anitya memantik korek lalu menghirup rokoknya pelan. Pendar halus dari ujung rokok menunjukkan rupa samar Anitya selama beberapa saat. Anitya melirik ke arah Nanta.


INT. RUMAH NANTA — SIANG

Raut Nanta sedikit masam, manyun.

Nanta

(berbicara ke diri sendiri)

Manusia klepto.


Nanta menutup mata, berpikir sejenak.


NANTA

(membuka mata)

Kompor.


Nanta keluar kamar. Sebelum melewati pintu ke ruang makan, matanya terlihat menangkap sesuatu. Sebuah foto, ada 4 orang di dalamnya. Foto keluarga. Terlihat wajah Nanta dan Veda, wajah Nanta sedikit buram, sosok kedua orang tua sangat buram. Nanta menatap foto dari jauh selama beberapa saat.

Nanta melirik ke tong sampah kecil di area dapur. Tangannya hendak melempar batang rokok. Gerak Nanta terhenti, lagi-lagi wajahnya seakan teringat sesuatu. Tangannya lanjut bergerak.


MATCH CUT TO:


INT. CAFE AUGUR — SORE

Sebuah tangan menaruh gelas plastik dengan cairan berwarna hijau ke atas meja.


NANTA

Nih jus alpukat.


Senyum mengembang di wajah TIRTA. Di depannya terlihat sebuah laptop.


TIRTA

(matanya berbinar)

Dari fakultas P?


NANTA mengangguk, ia sedang memakai apron hitam dan memasang nametag.


NANTA

Sorry gue tadi jadi partisipan penelitan dulu di rumah sakit.


Tirta menyeruput jus dengan khidmat.


TIRTA

Ngerti kok gue Nan. Ngapain minta maaf.


NANTA

(menyodorkan bungkus rokok)

Oy, nih buat lu aja.


TIRTA

(tak berekspresi, tak melihat ke arah Nanta)

Gue ga ngerokok lagi.


NANTA

(sedikit bingung)

Lah kenapa?


TIRTA

(menoleh ke Nanta, ekspresi agak kesal)

Lah lu ngapain nanya lagi sialan.


Alis Nanta terangkat, ia tersenyum mendengar respon Tirta. Nanta lanjut melihat layar laptop di depan Tirta. Layar menunjukkan spreadsheet pengeluaran dan pemasukan Cafe Augur, beberapa kolom berwarna merah.

Terlihat Nanta dan Tirta berbincang-bincang. Raut mereka berubah-ubah dari cemas ke bingung ke serius. Di dalam cafe terlihat 5 meja terisi, salah satunya oleh MBAK SUNFLOWER. Masker bunga matahari miliknya yang sudah selesai terlukis tergeletak di samping laptop dan white mocha yang sudah hampir habis.

Lonceng berdenting, sebuah tangan dengan jam bebek kuning mendorong masuk pintu cafe. Tirta beranjak pindah ruangan, ke meja kasir. Nanta masih memperhatikan layar laptop, rautnya penuh pikiran, tangannya menggaruk tengaH dada yang gatal. Suara Tirta di ruangan sebelah terdengar.


TIRTA (O.S.)

Atas nama siapa?


ANITYA (O.S.)

Tya.


CUT TO:


Langit biru cerah, matahari terlihat bersinar terang tanpa penghalang. Tiba-tiba sebuah awan besar melintas, meredupkan cahaya matahari.


CUT TO:


Terlihat dari belakang sosok Anitya sedang duduk, menatap ke Nanta di area kasir. Di atas meja Anitya ada laptop, layarnya menunjukkan desain poster acara di Fakultas P dalam sebuah aplikasi editing.

Dari sudut pandang Anitya terlihat Nanta sedang berdiri memegang menu, menunjuk-nunjuk menu minuman teh lalu menunjuk rak display roti dan dessert. Menjelaskan pairing ke pelanggan di depannya. Anitya terus melihat selama Nanta berbicara panjang lebar dan berbinar penuh semangat.


DISSOLVE TO:


Nanta memencet tombol cash register, memasukkan uang dan menutup mesin. Ia duduk. Matanya menyisir ruangan Cafe. Pandangannya berhenti ke sebuah meja. Seseorang sedang berdiri, berbincang-bincang santaI dengan MBAK SUNFLOWER. Ekspresi Nanta menujukkan ia merasa familiar melihat perempuan berambut wolf-cut namun tidak ingat itu siapa. Suara pintu terbuka dan bel berdenting. Nanta menoleh, tersenyum, hendak berdiri menyambut pelanggan.


EXT. JALANAN - DEPAN CAFE AUGUR — MALAM

NANTA sedang mengunci pintu depan cafe, Tirta berdiri di belakang Nanta.


TIRTA

Kamis jadi ga ke Tea Coffee Expo?


NANTA

Jadiin aja, kita perlu ide buat ganti menu.


Nanta selesai mengunci, ia mulai menarik pintu garasi toko. TIRTA melirik ke dalam toko menembus kaca.


TIRTA

Ah bentar! Gue lupa masukin batch cold brew ke kulkas.


Nanta melempar kunci dan ditangkap Tirta. Nanta hendak masuk setelah Tirta.


TIRTA

Udah gue aja. Ga bakal lama kok.


Nanta beranjak menyandar ke lampu jalan. Lampu di atasnya berkedip-kedip. Nanta menengadah. Ada ngengat coklat menabrak-nabrak lampu itu. Tangannya masuk ke kantong dada, hendak mengeluarkan sesuatu, namun berhenti di dalam. Nanta melihat ke depan, setengah melamun, berpikir.

Clak. Percikan api muncul di depan wajah Nanta. Ia refleks mundur ke belakang. Terlihat sebuah korek dalam genggaman tangan. Korek yang familiar.

ANITYA

(tersenyum)

Sini saya bantu hidupin rokoknya.


Ekspresi Nanta bingung, lalu seakaan teringat sesuatu,


ANITYA

(setengah kecewa)

Baru ingat ya?


ANITYA memberi korek. Nanta mengambil, mengangguk.


ANITYA

(ekspresi lega)

Pantesan tadi ga nyapa.

(menunjuk Nanta)

Boleh bagi rokoknya?


Nanta mengeluarkan tangan dari kantong, menyelipkan rokok ke bibirnya, memberikan sebatang ke Anitya, memasukkan kembali bungkus ke kantong. Terdengar suara pintu garasi toko diturunkan.

Dunia seakan melambat. Percikan korek membakar ujung rokok Nanta. Matanya melirik pendar lemah itu. Ia menyesap pelan, kepalanya meneleng sedikit ke kiri. Sebuah hembusan dalam keluar dari bibir Nanta. Wajah Nanta rileks dan khidmat, seakan ada beban yang ikut menguap dengan hembusan itu. Suara gembok terkunci. Nanta lanjut membakarkan rokok Anitya.


TIRTA

(intonasi kaget, ekspresi cemas)

Lah, masih ngerokok aja lu?


Nanta menoleh, mengembangkan senyum melankolis, merasa bersalah.


ANITYA

Halo Gons


TIRTA

(ekspresi marah)

Lu panggil gue apa?


EXT. FAKULTAS M — PAGI

Dunia melambat. Terlihat dari sangat dekat sebuah mulut sedang membentuk kata sangat perlahan tanpa suara.


PEMILIK MULUT

Gon...Drong...Ga...Gu..Na...


Terlihat TIRTA menutup sebelah mata, mengernyit menahan kesal, air liur PEMILIK MULUT terbang menetes di wajahnya. Tirta menggunakan pakaian hitam putih ala mahasiwa baru, di dadanya ada nametag besar. Pemilik mulut menggunakan seragam panitia ospek kuliah, tangannya menarik kerah baju Tirta.

NANTA terlihat berdiri tidak jauh dari Tirta, dengan atribut yang sama, beberapa orang serupa juga terlihat. Mata Nanta terbelalak, tahu apa yang akan terjadi.

Tangan Pemilik Mulut yang lepas mulai meraih rambut Tirta. Mata Tirta terbuka. Jari-jari Tirta merenggang perlahan lalu membentuk kepalan. Kepalan terbang memukul sisi pipi Pemilik bibir, kontur wajahnya berubah sesaat.

Nanta menggeleng pelan, terlihat buru-buru tengah beranjak ke Tirta.

Pemilik Mulut jatuh terduduk, mulut sedikit terbuka, setengah bengong. Matanya lalu melirik ke atas, ke wajah Tirta. Kegarangan palsu hilang dari mata Pemilik bibir, tergantikan takut.


MATCH CUT TO:


EXT. JALANAN - DEPAN CAFE AUGUR — MALAM

Wajah ANITYA tanpa ekspresi, tidak terintimidasi.

NANTA

Selo Tir. Orang-orang emang taunya cuma itu.


TIRTA

(nada tenang, mata memancar amarah)

Jangan sembarangan manggil nama orang. Ingat.

(mengeja nama)

Tirta, Sarva-rudra.


NANTA

(menoleh ke Anitya)

Panggil dia Tirta, Rudra, ga masalah, Asal jangan panggil Gons


ANITYA

(ekspresi polos)

Kenapa?


NANTA

(senyum mengelak)

Mending ga usah tau.


Ekspresi Anitya bingung, mulutnya hendak bertanya lebih lanjut.


NANTA

(menoleh ke Tirta)

Tir, jadinya mau jamber Kamis?


Tirta sedang bersandar di pintu garasi toko, menghisap vape. Asap kental keluar dari mulutnya, menutup wajahnya dari pandangan untuk beberapa saat.


TIRTA

Siang aja.


ANITYA

Ikut boleh?


TIRTA

Ha? Buat apa?


ANITYA

Jadi penasaran habis dengerin Nanta di cafe tadi.


Tirta melirik ke Nanta. Nanta mengedikkan bahu.

TIRTA

(menghembus nafas dari hidung)

Kamis siang ya. Ketemu di sana.


ANITYA

(tersenyum, membentuk lambang oke)

Oke.


DISSOLVE TO:


Anitya melambai tangan, lalu masuk mobil. Nanta dan Tirta duduk di atas motor masing-masing melihat mobil pergi menjauh. Suara notifikasi di handphone Nanta dan Tirta. Nanta melihat layarnya, terlihat notifikasi "1 Message from Anitya L.K.". Jempol Nanta memencet layar. Sebuah stiker tulisan penuh warna. "SEE YOU LATER"


EXT. GEDUNG EXPO — SIANG

Langit cerah, matahari tidak terlihat, hanya sebuah awan bergerak pelan. ANITYA sedang berjalan ke arah gedung, dari sudut pandangnya terlihat NANTA dan TIRTA sedang berbincang agak jauh. Telinga Anitya sayup-sayup mendengar pembicaraan.

TIRTA

Lu udah ngasih tau?


NANTA

Engga bakal kayaknya.


TIRTA

(melankolis)

Ha? Gila lu.


NANTA

(tidak melihat ke Tirta)

Ya ga perlu juga kan.


TIRTA

(kecewa bercampur sedih)

Ga gitu Nan.


Nanta diam tak melanjutkan pembicaraan.


TIRTA

(halus bercampur sedih)

Nan, denger...


Mata Nanta melihat Anitya mendekat. Anitya melambai menangkap pandangan Nanta. Nanta melirik ke Tirta sesaat. Tirta berhenti bicara, mengerti. Ia lalu menoleh ke arah pandang Nanta. Tirta mengangkat tangan acuh tak acuh membalas lambaian Anitya.


INT. GEDUNG EXPO — SIANG

Terlihat area terbuka luas, diisi banyak orang berlalu-lalang, stand demi stand berjejer menampilkan display product berdasarkan negara asal. Setiap stand memiliki dekor yang unik dan ditemani dengan orang yang berkostum sesuai label negara. ANITYA, NANTA, dan TIRTA berdiri di area perbatasan antara expo kopi dan expo teh.

TIRTA

Kita pisah aja, gue ke kopi


NANTA

(menyelesaikan kalimat Tirta)

Gue ke teh, oke.


TIRTA

(ke Anitya)

Lu ikut Nanta aja ya.


Anitya membentuk lambang oke dengan jari tangan. Mereka berpisah.

Nanta dan Anitya berhenti di stand terdekat, stand dari Rusia. Terdapat display samovar dan cangkir-cangkir porselen lomonosov khas rusia. Nanta mengangkat teko dengan sangat hati-hati, takut menjatuhkan. Anitya mengangkat cangkir dan piring berganti-ganti tanpa terlihat cemas.


NANTA

Kamu mau aku tunjukin cara nikmatin teh yang agak beda ga?


Anitya menoleh cepat ke Nanta, mengangguk-angguk ceria.


NANTA

Tutup mata ya.


Anitya menyimpul alis, bingung.


NANTA

(tersenyum manis)

Coba tutup mata dulu deh.


Dari sudut pandang Anitya, terlihat Nanta yang lebih tinggi dari dirinya. Kelopak mata Anitya menutup. Semua menjadi gelap.

BLACK SCREEN - ASMR

huuft...fuuu... Anitya menarik dan menghembuskan nafas pelan. Suara halus nafasnya terus terdengar di sela-sela suara lain.

Krtak... Terdengar gemeretak cangkir bergerak.

Pop! Terdengar suara toples di buka.

Ting! Terdengar suara sendok diketuk halus di mulut cangkir.

seerrr... Suara gemuruh halus air panas yang menggulung tertuang ke dalam cangkir.

ting! ting! Suara dentingan sendok mengaduk.


NANTA (O.C.)

Buka mulut.


ANITYA (O.C.)

Aaa


NANTA (O.C.)

Aku mau taro sesuatu, jangan langsung digigit ya.


ANITYA(O.C.)

(sambil membuka mulut)

Iya.


NANTA (O.C.)

Coba digigit.


Kress... Suara gigi Anitya menghancurkan sesuatu.


ANITYA (O.C.)

Hmm?


kratak... suara cangkir diangkat. fuu..fu... Suara Nanta menghembus halus.


NANTA (o.c.)

Ini minum. Aku pegang dagu kamu ya. Hati-hati panas.


Syuut... glek. Anitya menyeruput dan menelan air.


ANITYA (O.C.)

HMMM?!


Anitya membuka mata, terlihat wajah Nanta tersenyum lebar, tangan kanan memegang cangkir tangan kiri masih di dagu Anitya.


NANTA (O.C.)

Gimana? Manis?


Anitya mengangguk-angguk semangat, masih sambil mengecap-ngecap bibirnya.


ANITYA

Tadi kamu taro apa?


Nanta menaruh cangkir dan mengambil sebuah gula kubus kecil berwarna putih kecoklatan. Anitya melihat gula itu dengan terpukau. Nanta membentuk lambang oke masih memegang gula, menutup mata khidmat memamerkan benda di tangannya.


FADE TO:


MONTAGE

Omae Wa Mou by deadman starts playing.

Nanta dan Anitya melangkah serasi.

Tirta berhenti di depan sebuah stand, mencium biji kopi.

Satu sendok selai dituangkan ke dalam cangkir porselen lomonosov, lalu dituangkan air panas. Uap membumbung.

Tirta menyeruput kopi. Menutup mata khidmat.

Tangan Anitya melayang di atas display biskuit, sedang memilih.

Tirta menggigit donat.

Remah-remah jatuh ke baju Nanta yang memegang biskuit telah tergigit. Anitya memberikan saputangan rajut ke Nanta.

Uap kopi dihirup masuk ke hidung Tirta. Tirta tersenyum.

Nanta tersenyum, melihat Anitya menggangguk-angguk ceria setelah mencicip teh.

Biji kopi digiling.

Sendok kecil mengaduk teh.

Set teko dan cangkir teh dari Cina.

Kopi menetes dari mesin.

Senyum terkembang dari wajah orang-orang.

Remah-remah makanan yang melayang jatuh.

Wajah-wajah orang khidmat menikmati teh, kopi, dan makanan.

Nanta dan Anitya berdiri bersandar, rokok di tangan, tas belanja di lantai, berbincang-bincang.

Tirta datang menghampiri. Anitya mengambil tas belanja dan pamit.

Tirta dan Nanta melihat Anitya melambaikan tangan di kursi belakang mobil yang mulai berjalan.

Tirta mengambil rokok di tangan Nanta dan mematikannya ke tembok, menggeleng-geleng.

Wajah Nanta tersenyum penuh rasa bersalah.

Langit cerah, sinar sore terlihat berpendar lemah, sebuah awan menghalagi sebagian wujud matahari.


MATCH CUT TO:


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar