Sandyakala Payodanagari "Gardajita"
13. BAB 13

83. INT. KEDATON PRAMESWARI - KAMAR – PAGI

Prameswari Pramidhita memainkan botol kecil yang dia sita dari Damar untuk waktu yang cukup lama. Tatapan matanya kosong ke lantai. Parwati bersimpuh di depannya dengan sabar. Beberapa saat kemudian Sang Prameswari memutuskan.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Lakukan. Lebih cepat lebih baik.

Parwati mendongak sebentar sebelum menunduk patuh.

CUT TO:

84. EXT. PELABUHAN PAYODA – KAPAL – PAGI

Para penumpang kapal yang ketakutan melihat dua lelaki saling menghunus pedang, turun terburu-buru tak terkecuali para awak kapal. Tinggal Wira, Giriputra yang melindungi Damar sambil menyaksikan pertarungan antara dua pendekar itu. 

Tanpa menunggu aba-aba Yada dan Nalendra saling meloncat menyerang. Kedua pedang berbenturan keras hingga memercikkan api.

SOUND EFFECT: Suara dua pedang berbenturan.

WIRA

(waspada)

Nalendra tidak akan termakan tipuan Yada lagi.

GIRIPUTRA

Bagaimana dia bisa sembuh setelah pukulan tepat di jantungnya waktu itu?

Damar yang turut mendengar percakapan dua prajurit Mahawira itu mulai curiga.

Pertarungan semakin sengit. Yada dan Nalendra saling menyerang dan bertahan. Meloncat dari satu sisi kapal menuju sisi yang lain. Wira, Giriputra, dan Damar yang menyaksikan tetap waspada di tempat mereka berdiri.

Orang-orang berkumpul di dermaga menyaksikan pertarungan di atas kapal itu. Antara takjub dan takut. Tidak ada yang berani melerai dan memang tidak ada ingin ikut campur demi nyawa mereka sendiri. Beberapa prajurit penjaga pelabuhan pun hanya menyaksikan karena mengenali tiga lelaki di atas kapal sebagai prajurit kedaton.

Di belakang kerumumunan, Zhi Lan dan Tantri duduk berteduh di sebuah kedai. Zhi Lan berkesempatan menyaksikan secara langsung kekuatan Nalendra. Jika dipasangkan, seperti ucapan gurunya, dia dan Nalendra akan menjadi pasangan pendekar yang tak terkalahkan. Zhi Lan mengangguk-angguk mengakui ucapan gurunya.

Pertarungan yang awalnya imbang perlahan memihak pada satu sisi. Nalendra mulai kehabisan tenaga. Sesekali memegangi dada kirinya. Hal itu beberapa kali tertangkap mata Damar yang mulai ketakutan akan dugaannya.

Yada yang masih memiliki banyak tenaga menyerang Nalendra habis-habisan hingga lelaki itu terkapar menabrak buritan kapal. Yada ingin memberikan serangan terakhir tetapi Nalendra sudah merogoh ke dalam pakaiannya lebih dulu. Lelaki itu melemparkan sesuatu yang bertaburan tepat mengenai wajah Yada. Yada berusaha mengibaskan udara di sekitar wajahnya tetapi bubuk itu sudah mengganggu penglihatannya.

Yada meloncat mundur, Nalendra memanfaatkan itu untuk balik menyerang. Ujung pedang Nalendra dengan cepat menyentuh perut Yada, darah segar pun mulai mengalir. Namun sebelum Nalendra sempat menusuk lebih dalam, sebuah tebasan datang tiba-tiba tanpa dia sadari, tepat di depan matanya. Pedang Nalendra patah. 

Belum sempat Nalendra berpikir, sebuah serangan lain sudah datang dari belakangnya. Semua terjadi dengan cepat hingga Nalendra tidak sempat menghindar. Sebuah tendangan tepat mengenai kepalanya, membuat seluruh tubuhnya terpental menabrak sisi kapal. Nalendra kehilangan kesadaran.

Yada terkulai memegangi perutnya. Wira yang baru saja memberi tendangan pada Nalendra terduduk menopang tubuh Yada. Yada mendongak dengan penglihatan kaburnya untuk memastikan sosok yang berdiri di depannya. Zhi Lan dengan pedang yang sudah terhunus dari sarungnya.

CUT TO:

85. INT. KEDATON PRABU DHANANJAYA – DAPUR – SIANG

Parwati memeriksa dapur kedaton dengan santai seperti biasa. Para dayang di dapur sibuk dengan urusan masing-masing. Parwati tahu benar dimana letak makanan dan air minum untuk Gusti Prabu Dhananjaya. Parwati bersikap sangat tenang saat menghampiri meja dan membubuhi sesuatu dari botol ke dalam kendi air minum Gusti Prabu. Selesai dengan tugasnya, Parwati melangkah keluar dengan tenang tanpa mengetahui seseorang memperhatikannya dari sudut lain. Mahapatih Danadyaksa.

CUT TO:

86. EXT. PELABUHAN PAYODA – KAPAL – SIANG

Wira dan Giriputra mengikat Nalendra dengan sangat kencang. Beberapa prajurit membantu mereka mengangkat tubuh Nalendra ke punggung kuda. Wira yang akan membawa tubuh itu bersamanya ke Payodapura.

Di serambi kedai, Damar selesai membalut luka Yada dengan kain dan obat-obatan yang dia dapatkan di sana.

Zhi Lan dan Tantri muncul dari sebuah kapal yang memiliki simbol dagang keluarga Zhi. Kapal dagang milik Zhi Lan. 

Semua yang sudah selesai dengan persiapannya, naik ke punggung kuda masing-masing. Tetapi Yada mulai meringis memegangi perutnya. Membuat Zhi Lan terhenti sebelum sempat naik ke punggung kudanya.

Semua orang memperhatikan kondisinya.

YADA

(memelas)

Sepertinya aku tidak bisa mengendarai kuda sendiri.

Wira dan Giriputra mencibir mengetahui maksud Yada.

WIRA

(tersenyum mengejek)

Ini pertama kalinya aku melihatnya seperti ini.

Wira dan Giriputra perlahan berjalan lebih dulu. Damar yang sadar diri segera meloncat ke punggung kuda Yada dan menyusul Wira dan Giriputra. 

Tak disangka, Zhi Lan tersenyum meski pelit melihat tingkah Yada seperti itu untuk pertama kalinya.

Senyuman Zhi Lan setelah berhari-hari itu disambut senang oleh Yada yang segera meloncat ke punggung kuda Zhi Lan, disusul oleh pemiliknya. Tantri mengekor di belakang dengan kuda Nalendra tanpa pengendara.

Selama perjalanan, Damar tampak penasaran memperhatikan Nalendra yang masih tertutup wajahnya. Sebelumnya Zhi Lan melarang mereka membuka penutup wajah Nalendra agar tidak ada yang mengenalinya di jalan. 

Yada seperti telah melupakan nyeri di perutnya karena jantungnya saat ini terus berdebar lebih kencang dari lari kudanya. Apalagi saat tangannya bersentuhan dengan tangan Zhi Lan karena memegang tali kekang bersama-sama. Yada tidak berhenti tersenyum.

CUT TO:


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar