Polo Mata
11. Act 3 (Scene 68 - 75)

68. INT. RUMAH RAHMA – KAMAR – MALAM

 

Narti duduk di atas tempat tidur dengan gelisah. Ketika Rahma masuk dalam kamar dengan air mata yang masih berlinang dan suara tertahan-tahan, Narti segera berdiri dan memberikan pelukan pada Rahma.

 

Rahma pun menghabiskan tangisnya dalam pelukan Narti.

 

RAHMA

Saya gagal, Nar. Semua usaha yang saya lakuin gagal.

 

Narti lalu mengajak Rahma duduk di atas tempat tidur.

 

Rahma mengikuti.

 

RAHMA (cont’d)

Saya nggak ngerti lagi, Nar. Saya pikir ini cara yang paling efektif biar saya bisa lihat Harun lagi, tapi ternyata salah. Ini sama sekali nggak berguna.

 

NARTI

Tenang, Rahma. Kamu itu perempuan yang hebat. Barangkali belum waktunya saja kamu bisa lihat suamimu, tapi kamu harus percaya suatu waktu nanti, ya suatu waktu nanti kamu pasti bisa.

 

RAHMA

Semoga saja, Nar.

 

Rahma merangkul Narti lagi.

 

Sedang Narti kian gelisah. Tiba-tiba…

 

NARTI

Rahma, saya harus pulang.

 

RAHMA

Kenapa?

 

NARTI

Adek barusan nelepon kalau mamaku drop lagi.

 

Narti berdiri. Dia memegang tangan Rahma.

 

NARTI (cont’d)

Rahma, pegang kata-kata saya, suatu waktu nanti kamu pasti bisa lihat suamimu lagi. Percaya itu!

 

CUT TO

 

69. INT. TAKSI – MALAM

 

Narti pulang naik taksi dalam kondisi sedih teringat kejadian demi kejadian yang dia alami.

 

MONTAGE FLASHBACK

 

FLASHBACK: Narti cemburu ketika Rahma terus-terusan memuji Harun di sekolah.

 

FLASHBACK: Narti cemburu melihat Harun yang dari kejauhan terus memandangi Rahma sambil senyam-senyum di sekolah.

 

FLASHBACK: Narti cemburu melihat Harun yang sedang mengobrol dengan Rahma di halte (scene 27)

 

FLASHBACK: Seorang perempuan tampak heran saat mengecek nama-nama yang lolos di kertas pengumuman ketika menyadari nama Narti tidak ada di sana.

 

PEREMPUAN 1

Kok namamu ndak ada? Bukannya nilaimu tinggi?

 

Narti tersenyum kecut.

 

PEREMPUAN 1 (cont’d)

Coba lihat nama yang paling atas! Nilainya lebih rendah dari punyamu, kan?

 

Barulah kita lihat pengumuman itu. Nama yang paling atas dalam daftar adalah RAHMA ANDRIANI.

 

FLASHBACK: Narti tampak jengkel melihat Rahma dilamar Harun di taman.

 

CUT TO

 

70. EXT. RUMAH SANRO PALIMA – HALAMAN DEPAN – MALAM

 

Taksi berhenti tepat di depan rumah Sanro Palima (60 tahun). Saat itulah, Narti tampak turun dari mobil. Dia memandangi rumah Sanro Palima yang merupakan rumah panggung kayu bernuansa sepi dan remang. Selain itu, rumah-rumah di sana masing-masing berjarak beberapa meter dengan pohon-pohon atau tanah lapang menjadi pemisah.

 

Narti tampak berkali-kali menarik-buang napasnya.

 

CUT TO

 

71. INT. RUMAH SANRO PALIMA – MALAM

 

Narti duduk berhadapan dengan Sanro Palima. Dia menangis.

 

Sanro Palima seorang dukun dengan rambut separuh beruban. Dia memiliki janggut dan kumis yang cukup lebat. Dia memakai kemeja agak kebesaran dan sebuah sarung yang dilipat sampai perut.

 

SANRO PALIMA.

(logat bugis)

Belumpi cukup? Sudah mututupmi rahimnya, sudah muganggu tommi penglihatannya. Apapi?

 

Narti masih tersedu-sedu.

 

NARTI

Ndak, Puang. Sudah ndak lagi.

 

SANRO PALIMA

Kenapa pale datang ke sini?

 

NARTI

(terisak)

Cabut semua guna-gunanya, Puang. Cabut semuanya.

 

SANRO PALIMA

Mustahil! Sesuatu yang sudah ditanam tidak bisami dicabut.

 

NARTI

Tapi, Puang? Saya benar-benar menyesal. Saya sadar kebencian yang bikin saya begini.

 

SANRO PALIMA

Sudah saya bilang dari awal pas kau datang. Pikirkan kembali yang kauminta karena resiko bisa lebih besar dari perbuatan. Tapi apa yang kaubilang, tidak ada pedulimu sama sekali.

 

NARTI

Saya tahu, Puang, kesalahanku ini. Tapi izinkan saya perbaiki ini semua. Oke. Puang minta apa? Uang? Sesajen yang lebih banyak? Katakan, Puang! Katakan sesuatu yang bisa bikin semua ini selesai.

 

SANRO PALIMA

Sebenarnya… ada satu cara, tapi itu pun kalau kau mau.

 

NARTI

Apa itu, Puang?

 

SANRO PALIMA

Tumbal.

 

NARTI

Tumbal?

 

SANRO PALIMA

Itu satu-satunya cara. Kau tahu sendiriji, yang kau kirim itu bukan cuma satu, sudah komplikasi. Tapi, pikirkan lagi resikonya. Tumbal bukan permainan.

 

Narti bimbang, gelisah, bingung.

 

CUT TO

 

72. INT. KANTOR HARUN – SIANG

 

Narti gelisah. Wajahnya pucat. Kata-kata Sanro Palima terus membayang-bayang dalam pikirannya. Berkas yang harus diselesaikannya pun terpaksa diabaikan.

 

SANRO PALIMA (V.O)

Pikirkan lagi resikonya! Tumbal bukan permainan.

 

Harun lalu datang dari ruangannya. Dia menghampiri Narti yang sedang melamun di meja kerjanya.

 

HARUN

Narti, laporan bulan ini bagaimana?

 

Narti diam. Pandangannya kosong.

 

HARUN

NARTI!

 

Suara keras Harun membuat Narti terkejut. Dengan lesu, dia menjawab.

 

NARTI

Iye, Pak, maaf, ada apa?

 

HARUN

Laporan bulan ini. Sudah kamu rekap?

 

NARTI

Saya minta maaf, Pak, belum sepenuhnya saya rekap.

 

HARUN

Kamu kurang sehat?

 

Narti mendesah berat.

 

HARUN (cont’d)

Kalau butuh istirahat, lebih baik pulang. Soal laporan, besok-besok bisa kamu kerja.

 

NARTI

Tapi, Pak…

 

HARUN

Sudah, tidak apa-apa. Kesehatan lebih penting.

 

NARTI

Makasih banyak, Pak.

(pause)

Oh iya, Pak… saya mau minta maaf atas semuanya. Sampaikan juga salam saya sama Rahma.

 

Harun hanya mengangguk seraya tersenyum.

 

Sementara itu, Narti mulai membereskan barang-barangnya.

 

Ketika Harun kemudian berjalan, dia berpapasan dengan Fadli.

 

HARUN

Fadli, bisa ke rumah lagi sebentar malam?

 

FADLI

Iye, Pak, insya Allah.

 

CUT TO

 

73. INT. RUMAH RAHMA – DEPAN KAMAR – MALAM

Cast: Rahma, Harun

 

Rahma dari dalam kamar berteriak.

 

RAHMA (O.S)

Untuk apa, Sayang? Kita sudah lakuin itu berkali-kali, tapi hasilnya, nol.

 

HARUN

Kita tidak boleh pesimis, Sayang.

 

RAHMA (O.S)

Saya bukan pesimis, Sayang, tapi saya capek.

 

HARUN

Oke. Ini terakhir, Sayang. Kalau memang tidak ada perubahan, saya pasrah.

 

Cukup lama Rahma berpikir, akhirnya dia keluar kamar juga dengan kerudung di kepalanya.

 

Harun segera membalikkan badan saat itu.

 

CUT TO

 

74. INT. RUMAH RAHMA – RUANG TENGAH – MALAM

Cast: Rahma, Harun, Fadli

 

Fadli meruqyah Rahma kembali. Mereka duduk di lantai. Harun duduk di belakang Rahma, sementara Rahma duduk berhadapan dengan Fadli.

 

Fadli lantas merapalkan ayat-ayat pilihan, mulai dari alfatihah, al ikhlas, al falaq, an nash, ayat kursi.

 

Rahma seketika menjerit. Dia bahkan meronta-ronta sehingga Harun harus memegangnya kuat-kuat.

 

Saat Fadli mulai merapalkan tahlil dan tahmid berulang-ulang, mata Rahma memerah melotot. Air matanya berjatuhan. Dia menggeliat, menendang-nendang. Harun pun terus memegangnya, juga memeluknya sangat erat.

 

FADLI

Bismillahi arqik // Min kulli syai in yukzik // min syarri kulli nafsin au ‘aini haasid // allahu yashfik // bismillahi arqik

 

Mata Rahma menajam ke atas, napasnya sesak.

 

FADLI

Allahuakbar!

 

Rahma akhirnya tumbang. Dia jatuh di pelukan Harun.

 

CUT TO

 

75. INT. RUMAH RAHMA – RUANG TENGAH – MALAM (LATER)

 

Rahma membuka matanya pelan-pelan.

 

POV RAHMA: Agak kabur, perlahan kemudian semua tampak jelas. Dan akhirnya dia bisa lihat wajah Harun lagi.

 

RAHMA

Sayang?!

 

Harun refleks memalingkan wajahnya karena berpikir Rahma akan ketakutan lagi.

 

Rahma pun bangkit. Dia memegang wajah Harun, dan dengan pelan membuat wajah Harun menghadap wajahnya.

 

RAHMA (cont’d)

Inilah wajah yang saya rindukan.

 

Rahma langsung memeluk Harun sambil menangis terharu.

 

Harun masih bingung.

 

HARUN

Sayang, kamu sudah bisa lihat saya?

 

RAHMA

Iya, Sayang. Saya sudah bisa. Saya nggak takut lagi.

 

Saking bahagianya, Harun langsung menekan punggung Rahma sehingga mereka bisa berpelukan semakin erat. Keduanya pun tenggelam dalam kebahagiaan itu dengan air mata penuh keharuan.

 

Rahma kemudian tersadar. Dia melepas pelukannya.

 

RAHMA (cont’d)

Sebentar, Sayang, saya harus kasih tahu Narti. Dia sudah banyak bantu kita.

 

Rahma lalu merogoh HP-nya di saku. Ketika dia membuka HPnya, ada pesan WA masuk,

 

dari MY NARTI: “ASALAMUALAIKUM. MAAF, KAK. INI ADEKNYA NARTI. MOHON DOANYA. NARTI SUDAH TIDAK ADA. INSYA ALLAH BESOK PAGI DIMAKAMKAN. NARTI SEMPAT BERPESAN KALAU DIA BENAR-BENAR MINTA MAAF SAMA KAKAK.”

 

Rahma syok membaca pesan WA itu. Dia langsung menjerit dan menangis sekencang-kencangnya. Harun yang bingung segera memberikan pelukan.

 

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar