Polo Mata
10. Act 3 (Scene 59 - 67)

59. INT. RUMAH RAHMA – DEPAN KAMAR – MALAM

 

Rahma keluar dari kamar dengan memakai penutup mata dari kerudung kremnya.

 

Harun tampak terkejut.

 

Rahma dengan mata tertutup kemudian mencari-cari keberadaan Harun, sehingga Harun mendekat dan menyentuh lengannya. Kemudian, Rahma dengan tersedu-sedu lantas memeluk Harun.

 

RAHMA

Saya minta maaf, Sayang. Saya benar-benar minta maaf.

 

Harun menekan punggung Rahma ke dadanya sehingga mereka bisa berpelukan dengan erat agak lama dan dramatis.

 

Lalu, Rahma melepas pelukannya … dia sentuh wajah Harun, dia raba wajah itu hingga tangisnya semakin pilu.

 

Harun meraih tangan Rahma, kemudian memberikan kecupan hampir ke seluruh pergelangan tangannya. Dia lalu menyeka air mata di pipi Rahma, lantas secara perlahan dia rendahkan wajahnya ke muka Rahma. Pelan-pelan, bibirnya meraih bibir Rahma. Mereka pun berpagutan dengan sangat mesra dan cukup lama.

 

CUT TO

 

60. INT. RUMAH RAHMA – KAMAR – MALAM (LATER)

 

Rahma dan Harun sudah bersama di atas tempat tidur. Mereka tak lagi berpakaian, kecuali selimut yang menutupi sebagian tubuh mereka.

 

Harun terus menekan Rahma, lebih dalam, dan lebih agresif.

 

Rahma merasakan kenikmatan yang lama tak dinikmatinya.

 

Lantas di tengah klimaks sanggama itu, Harun sejenak berhenti, dia memandangi Rahma yang masih memakai penutup mata, kemudian berkata lembut.

 

HARUN

Berjanjilah kau tak akan meninggalkanku lagi, Sayang.

 

RAHMA

Nggak akan. Nggak akan pernah. Sebab kau tahu… nggak ada yang lebih saya rindukan selain kamu.

 

Harun tersenyum, kemudian melanjutkan sanggama itu sampai tak ada lagi suara selain desahan-desahan.

 

DISSOLVE TO

 

61. INT. RUMAH RAHMA – KAMAR – PAGI

 

Rahma terbangun. Penutup matanya sudah terbuka. Tangannya lalu menggapai-gapai ke segala arah, baru akhirnya sadar Harun sudah tidak lagi bersamanya.

 

RAHMA

Sayang?!

 

Percikan air dari kamar mandi membuat Rahma sadar kalau Harun sedang mandi.

 

Rahma lega mendengar suara percikan air itu.

 

RAHMA (cont’d)

(pada dirinya)

Ini waktunya saya bergerak. Siapa pun orang yang melakukan itu, saya akan buktikan kami nggak segampang itu dipisahkan.

 

Rahma tersenyum.

 

CUT TO

 

62. INT. KANTOR RAHMA – PAGI

 

Rahma yang memandangi komputernya sambil tersenyum membuat Ratna yang penasaran akhirnya berseru.

 

RATNA

Rahma! Perasaan mulai dari pas kamu baru masuk sampai sekarang, kamu senyum-senyum terus deh. Kenapa? Ayo cerita!

 

Rahma hanya menanggapi dengan senyum yang sangat lebar.

 

Ratna kian penasaran.

 

RATNA (cont’d)

Kamu sudah bisa lihat suamimu?

 

Rahma menggeleng.

 

RATNA (cont’d)

Terus?!

 

Rahma masih saja menanggapi dengan senyum pada Ratna sehingga membuat Ratna geram.

 

RATNA

Ya ampun, Rahma. Kebahagiaan itu mesti dibagi, jangan pas sedihnya doang.

 

RAHMA

Ada deh pokoknya, Kak. Doain saja ya Kak semoga semua rencana saya lancar.

 

RATNA

Aamiin. Yang terbaik buatmu.

 

RAHMA

Makasih, Kak

 

Rahma memandangi HP-nya, lalu dengan tarikan napas, dia segera meraih HP itu. Dia menekan-nekan tombol, lantas menghubungi seseorang. Bunyi tuts terdengar, panggilan terjawab.

 

RAHMA

Halo, Narti.

 

INTERCUT WITH

 

63. INT. KANTOR HARUN – PAGI

 

Narti sedang duduk di meja kerjanya. Kita bisa lihat posisi meja kerja Narti berada di sebelah pintu masuk menuju ruang kerja Harun, tampak jelas tulisan SUPERVISOR pada penanda pintunya. Selain Narti, ada juga pekerja lain di ruangan itu yang masing-masing hanya disekat dengan kaca.

 

Saat itu, Narti memeriksa berkas ketika Harun tiba-tiba lewat tepat di dekat mejanya. Narti melihat Harun tampak sangat bahagia dengan senyum di bibirnya. Narti hendak berdiri, hendak menyapa, tapi nyalinya ciut, sehingga dia duduk kembali.

 

Saat itulah, HP Narti berdering. Narti langsung meraihnya dan menjawab panggilan itu.

 

NARTI

Iye, Rahma, kenapa?

 

RAHMA

Nar, adekmu sudah balik, kan?

 

NARTI

Sudah. Memangnya kenapa? Mau ditemani lagi nanti malam?

 

RAHMA

Kalau bisa.

 

NARTI

Hmhm.

 

RAHMA

Ayo dong!

 

NARTI

Oke deh. Tapi siapin makanan yang banyak ya. Ingat! Harus ada martabak manis dan telur.

 

RAHMA

Gampang itu! Thank you ya Nartiku cayanggg.

 

NARTI

Ihh, apaan sih?!

 

RAHMA

Hahaha.

 

CUT TO

 

64. INT. RUMAH RAHMA – DEPAN KAMAR – MALAM

 

Harun mengetuk pintu kamar sambil membawa dua kotak makanan. Kita bisa lihat kotak makanan yang berisi martabak itu.

 

HARUN

Sayang?! Makanan yang kamu pesan sudah sampai.

 

RAHMA (O.S)

Ya sudah, simpan saja di depan pintu. Nanti saya ambil.

 

HARUN

Oh iya, Sayang. Ini kan ada dua. Saya simpan semua, atau saya ambil satu?

 

RAHMA (O.S)

Semua, Sayang.

 

HARUN

Loh?! Untuk saya?

 

RAHMA (O.S)

Kamu kan bisa pesan lagi, Sayang. Lagian, itu pesanannya Narti. Satu lagi, kalau Narti datang, suruh langsung ke kamar ya.

 

Harun membuang napas, lalu meletakkan dua kotak makanan itu tepat di depan pintu.

 

HARUN

Mau ngapain sih sama Narti, Sayang, sampai pesan banyak makanan? Mau pesta, ya?

 

RAHMA (O.S)

Ada deh, Sayang. Pokoknya doain biar semuanya lancar.

 

HARUN

Kamu tidak mau ngapain-ngapain Narti, kan?

 

RAHMA(O.S)

Yah nggak, Sayang. Saya juga sudah yakin kalau bukan Narti yang lakuin.

(pause)

Sudah dulu, Sayang, lagi siap-siap nih.

 

HARUN

Semoga lancar, ya!

 

Harun lalu berbalik dan pergi.

 

Tampak kemudian pintu terbuka, dan tangan Rahma yang menggapai dua kotak makanan itu, lalu memasukkannya ke dalam kamar.

 

CUT TO

 

65. INT. RUMAH RAHMA – KAMAR – MALAM

 

Narti membuka pintu pelan-pelan.

 

Rahma yang sedang duduk sambil mengotak-atik laptopnya di tempat tidur segera bangkit lalu menyambutnya.

 

RAHMA

Kirain nggak bakal datang, Nar.

 

NARTI

Saya kan bukan pengingkar janji, Rahma.

 

RAHMA

Kalau soal itu, kamu memang juaranya.

 

NARTI

Nah, kalau kamu? Gimana dengan martabak yang saya minta?

 

Rahma lalu bergerak ke lemari rias. Dia mengambil dua kotak makanan yang diletakkan di sana.

 

RAHMA

Ini dia. Martabak manis dan telur, kesukaanmu.

 

Narti takjub dan agak sedikit bingung.

 

NARTI

Tunggu dulu! Kamu memang baik sih, tapi kok tumben aja jadi sebaik ini. Ada maunya ya? Buruan kasih tahu.

 

Rahma tersenyum. Dia letakkan kembali dua kotak makanan itu, kemudian bergerak lagi demi mengambil beberapa CD film horor di rak lainnya.

 

Narti makin bingung.

 

NARTI (cont’d)

Kamu mau nonton film horor? Yakin?

 

RAHMA

Gini, Nar, dengerin dulu. Yang bikin saya takut lihat mukanya Harun itu kan karena saya takut lihat hantu. Jadi, saya pikir, kalau saya nggak takut lagi lihat hantu, berarti saya juga bakal nggak takut lihat Harun. Betul, kan?

(mendesah)

Makanya, Nar, kamu harus bantuin saya. Temenin saya nonton film horor sebanyak mungkin sampai saya nggak takut lagi.

(pause)

Gimana? Mau, kan?

 

Narti masih bingung, tapi akhirnya mengangguk juga.

 

CUT TO

 

66. MONTAGE

 

1. INT. KAMAR – MALAM

Rahma dan Narti sedang menonton film horor melalui laptop di kamar. Pada saat menonton, wajah Rahma tampak sangat ketakutan. Tangannya pun terus menggandeng tangan Narti. Dan ketika suara kejut yang sangat keras terdengar dalam film horor, Rahma ikut menjerit.

2. INT. KAMAR – MALAM

Malam lain, tampak dari pakaian mereka yang beda, Rahma lagi-lagi menjerit ketika sosok hantu tiba-tiba muncul dalam film.

3. INT. RUANG TENGAH – MALAM

Harun yang sedang duduk di sofa ruang tengah tampak sangat khawatir dan berkali-kali ikut terkejut ketika mendengar Rahma menjerit dari dalam kamar.

4. INT. KAMAR – MALAM

Sebelum nonton, Rahma bertanya pada Narti lebih dulu.

 

RAHMA

Ada saran nggak sih, Nar, cara nonton film horor yang lebih greget? Biar lebih terasa.

 

Narti tersenyum, lalu bergerak mematikan lampu kamar sehingga bersisa cahaya dari laptop. Dan Rahma justru menjerit.

5. INT. KAMAR – MALAM

Malam lain lagi, kamar itu cukup gelap dengan sisa cahaya dari laptop. Rahma menutup mukanya dengan kedua tangannya, meski sebenarnya dia bisa sedikit melihat dari sela-sela jarinya. Sementara itu, kita bisa lihat Narti tampak kasihan melihat Rahma.

6. INT. KAMAR – MALAM

Rahma menunjukkan CD film horor yang baru dibelinya pada Narti.

 

RAHMA

Tadi sore saya beli. Langsung tiga. Mumpung dikasih discount.

 

Narti terheran-heran.

7. INT. RUANG TENGAH – PAGI

Rahma dan Harun sedang sarapan sambil duduk membelakang di sofa.

 

HARUN

Kamu tidak apa-apa, kan, Sayang, nonton film horor tiap malam?

 

RAHMA

Ini salah satu usaha, Sayang.

8. INT. KAMAR – MALAM

Rahma akhirnya bisa menonton film horor tanpa menjerit, tanpa menutup mukanya.

9. INT. KAMAR – MALAM

Rahma sangat bahagia bisa nonton film horor sampai selesai tanpa menjerit ketakutan lagi.

 

RAHMA

Kamu lihat, kan? Saya sudah nggak takut lagi sama film horor, artinya saya sudah nggak takut hantu, dan satu lagi, saya pasti sudah nggak takut juga lihat mukanya Harun. Saya berhasil, Nar, saya berhasil.

 

Saking bahagianya, Rahma memeluk Narti. Dia bahkan menangis haru.

 

RAHMA (cont’d)

Bentar, Nar!

 

Rahma melepas pelukannya, lalu mengusap matanya.

 

RAHMA (cont’d)

Saya harus keluar. Saya harus ketemu sama Harun. Saya harus pastiin kalau ini benar-benar berhasil. Doain saya ya, Nar.

 

Narti tersenyum.

 

Sementara itu, Rahma segera bangkit dan berlari keluar.

 

CUT TO

 

67. INT. RUANG TENGAH – MALAM

 

Harun berdiri membelakangi Rahma.

 

RAHMA

Saya sudah nggak takut lagi nonton film horor, Sayang. Jadi saya pikir, saya juga pasti sudah berani lihat kamu.

(pause)

Sekarang, saya mohon, berbaliklah, Sayang, biar saya bisa lihat wajah yang sudah lama saya rindukan.

 

Harun pun pelan-pelan membalikkan badannya ke arah Rahma.

 

Ketika badannya Harun sudah menghadap Rahma, Rahma langsung buang muka. Dia masih tampak sangat ketakutan.

 

Harun bingung.

 

HARUN

Sayang?! Kenapa? Masih takut?

 

Harun mencoba menyentuh Rahma, tapi ketika tangannya berhasil menyentuh Rahma, Rahma malah segera menghindar dan membalikkan badan.

 

Rahma tampak sangat kecewa. Dia pun menangis tersedu-sedu.

 

RAHMA

Kenapa nggak berhasil? Kenapa saya masih takut, Sayang?

 

Harun bertambah kasihan melihat punggung Rahma yang bergetar karena menangis.

 

RAHMA (con’d)

Kita sudah lakuin banyak hal. Saya sudah berusaha habis-habisan nonton semua koleksi film horor kamu. Saya sampai menahan takut tiap malam. Tapi kenapa masih seperti ini?

 

HARUN

Kamu yang tenang, Sayang. Ini mungkin belum waktunya.

 

RAHMA

Terus kapan? Apa saya perlu nonton film horor lebih banyak lagi?

 

Rahma kian menangis tersedu-sedu.

 

Harun mencoba memeluknya, tapi dia tampak ragu.

 

INSERT

Narti melihat percakapan Rahma dan Harun. Dia tampak sangat iba dan merasa bersalah.

 

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar