Polo Mata
3. Act 1 (Scene 8 - 11)

8. INT. RUMAH FATMA – PINTU MASUK – MALAM

 

Rahma menemui Fatma (62 tahun) ibunya, sepulang kerja. Dia bahkan masih berpakaian dinas Jumat karena tidak sempat pulang ke rumahnya.

Fatma digambarkan sebagai seorang Ibu yang sudah lumayan berumur tapi karena perawatan, kecantikannya masih tampak jelas. Kerutan di setiap sisi wajahnya pun tidak terlalu terlihat. Dia memakai jilbab yang panjang.

Fatma tampak bingung melihat Rahma ketika dia baru saja membukakan pintu untuknya.

FATMA

Rahma?

Rahma seketika itu memeluk Fatma sambil tersengut-sengut yang membuat Fatma kian bingung.

FATMA (cont’d)

Rahma, apa yang terjadi?

RAHMA

Harun, Ma.

Fatma yang segera paham langsung membawa Rahma masuk ke dalam rumahnya, lalu mengunci pintu.

DISSOLVE TO

9. INT. RUMAH FATMA – RUANG TAMU – MALAM (LATER)

 

Rahma dan Fatma sudah duduk di sofa ruang tamu.

Saat itu, wajah Rahma masih tampak tertekuk, sementara Fatma sudah tampak merengut.

FATMA

Harun nyakitin kamu? Bilang sama Mama!

Rahma hanya menggeleng.

FATMA (cont’d)

Terus? Harun selingkuh? Suamimu memang kurang ajar.

Rahma masih menggeleng.

RAHMA

Nggak, Ma. Harun nggak nyakitin Rahma, apalagi selingkuh. Hubungan kami baik-baik saja.

FATMA

Terus apa, Rahma? Cerita sama Mama!

Rahma menarik napas dalam-dalam. Dia memandang Fatma dengan sorot mata yang lemah.

RAHMA

Kemarin malam, Rahma sama Harun sempat nonton film horor berdua. Mama tahu kan, Rahma nggak pernah berani nonton film horor, tapi karena Harun maksa, saya terpaksa ikut. Tapi tiba-tiba tadi pagi, pas bangun, hal yang aneh terjadi.

Rahma menarik napas kembali. Sementara itu, Fatma tampak semakin penasaran.

RAHMA (cont’d)

Wajah Harun yang Rahma lihat sudah berubah kayak hantu dalam film horor. Sangat mengerikan. Itu membuat Rahma takut. Sampai sekarang, Rahma nggak berani lihat mukanya Harun lagi, Ma.

FATMA

Itu pertanda, Rahma.

RAHMA

Pertanda gimana, Ma?

FATMA

Pertanda kalau Tuhan memang tidak menakdirkan kalian bersama, tapi kalianlah yang selalu memaksakan diri untuk tetap bersama.

CUT TO FLASHBACK

10. INT. RUMAH FATMA – KAMAR TIDUR – FLASHBACK – SIANG

 

Rahma heran.

RAHMA

Kok gitu, Ma?

FATMA

Selama bukan PNS, dia bukan jodohmu, Rahma.

RAHMA

Rahma kan sudah bilang, Ma, dia memang bukan PNS, tapi dia pekerja keras. Gajinya juga lumayan kok, Ma.

FATMA

Mama tidak peduli.

Fatma lalu bangkit dari duduknya di tempat tidur dengan kesal. Dia berjalan menuju jendela dengan gorden yang terbuka. Menarik napas sebentar, lalu dia berbalik kemudian berbicara dengan tegas.

FATMA (cont’d)

Ingat, Rahma. Kamu lahir dari keluarga PNS. Bapakmu pensiunan PNS. Mama seorang PNS yang sebentar lagi juga akan pensiun. Kakakmu Darma itu PNS yang menikah dengan seorang PNS. Kamu PNS. Adikmu Siska dan Arka juga akan kami usahakan jadi PNS. Kamu harus paham itu, Rahma.

Rahma ikut berdiri.

RAHMA

Rahma mencintainya, Ma. Lagi pula, Rahma sudah bilang sama Mama, dia bukan laki-laki pengangguran. Dia pasti bisa menafkahi Rahma lebih dari laki-laki PNS di luar sana.

FATMA

Bisa Rahma pastikan dia tidak akan di-PHK? Bisa Rahma pastikan soal hari tuanya? Ingat, Rahma. Kamu hidup bukan untuk hari ini dan besok saja, tapi untuk beberapa tahun yang akan datang saat kalian sudah tidak bekerja lagi.

Rahma menggeleng-geleng tak percaya. Dia bahkan hampir-hampir menangis.

FATMA (cont’d)

Mama lebih tahu laki-laki yang pantas untukmu, Rahma.

RAHMA

Mama hanya tahu laki-laki yang cocok untuk Mama, bukan untuk Rahma.

FATMA

Pokoknya Mama tidak akan pernah setuju kalau kamu menikah bukan dengan PNS.

 RAHMA

Baiklah, kalau Mama berpikir seperti itu. Rahma nggak akan menikah dengan siapapun kalau bukan dengan dia.

FATMA

RAHMA!!!

Saat itulah, Hamka (65 tahun), bapaknya Rahma, muncul dan ikut bergabung dengan Rahma dan Fatma di kamar.

HAMKA

Ada apa ini?

FATMA

Tanyakan saja sama anakmu, Pa, sebenarnya apa yang dia mau.

Hamka menatap Rahma dengan isyarat menunggu jawaban.

RAHMA

Ada kenalan Rahma yang mau datang ke rumah, Pa. Dia mau datang sama orang tuanya.

HAMKA

Maksudnya, mau melamar, Nak?

RAHMA

Begitulah, Pa, tapi dia bukan PNS

Rahma mencuri pandang ke arah Fatma yang masih terlihat kesal.

HAMKA

Kerjaannya apa?

RAHMA

Pegawai swasta, Pa. Tapi Papa nggak usah khawatir. Dia pekerja keras dan gajinya lumayan kok, Pa.

HAMKA

Yah, kalau bukan PNS, mau gimana lagi?! Yang penting dia serius dan bisa jadi imam baik buat kamu.

Fatma merasa tidak terima.

FATMA

Pa?!

HAMKA

Sudahlah, Fatma. Kita harusnya bersyukur ada laki-laki serius yang mau ngajakin anak kita nikah. Jangan sampai kayak… siapa lagi itu? Anaknya teman kantormu itu. Ditunggu sampai sekarang nggak datang-datang.

Hamka kembali menatap Rahma sambil tersenyum.

HAMKA (cont’d)

Kapan mereka datang?

RAHMA

Sebentar malam, Pa.

BACK TO PRESENT

11.  INT. RUMAH FATMA – MALAM

 

Rahma dan Fatma masih duduk di sofa ruang tamu.

RAHMA

Kenapa sampai sekarang Mama belum menyukai hubungan Rahma sama Harun? Kami sudah menikah lebih dari tujuh tahun. Apa itu nggak cukup buat Mama?

FATMA

Mama bisa ngasih kamu seribu alasan kenapa Mama masih menginginkan kalian pisah, Rahma.

RAHMA

Ma, Rahma datang ke sini karena Rahma pikir Mama mungkin tahu solusi dari masalah Rahma sehingga Rahma bisa lihat suami Rahma lagi. Bukannya malah Mama kembali memaksa kami untuk pisah.

FATMA

Rahma, Mama sudah bilang kalau…

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu.

FATMA (cont’d)

Bentar! Barangkali Arka. Anak itu makin sering saja keluyuran.

Fatma lalu berdiri. Dia berjalan ke arah pintu, lalu membukanya. Dan saat pintu terbuka, Fatma cukup kaget melihat orang yang datang ternyata Harun.

Harun pun segera meraih tangan Fatma, lalu menyalaminya.

HARUN

Rahma di sini, Ma?

FATMA

Apa lagi yang kamu lakuin sama anakku, Harun?

Di sisi lain, Rahma juga tampak kaget menyadari kalau Harun yang datang. Dia segera mewanti-wanti jangan sampai dia melihat wajah Harun.

HARUN

Harun datang ke sini karena Rahma belum pulang juga, Ma. Harun khawatir. Harun pikir satu-satunya tempat yang mungkin Rahma pergi ya di sini. Rahma ada kan, Ma?

FATMA

Ada di dalam. Tapi, kamu tidak perlu masuk. Rahma sudah cerita semuanya. Rahma bilang kalau dia takut lihat kamu.

HARUN

Syukurlah, Ma, kalau dia di sini.

FATMA

Kalau gitu, lebih baik sekarang kamu pulang.

HARUN

Tapi Rahma, Ma?

FATMA

Bagaimana kalian bisa tinggal bersama kalau Rahma bahkan takut lihat kamu? Harusnya kamu bisa mikirin itu, Harun.

Harun bungkam. Tatapannya gelisah.

FATMA (cont’d)

Kamu mesti sadar, Harun, kalau kalian memang tidak pantas bersama. Kalian sudah tujuh tahun nikah, tapi belum punya anak. Sekarang, istrimu bahkan tidak berani lihat kamu.

(pause)

Maka, berpikirlah untuk berpisah, Harun!

Harun sekali lagi hanya diam. Pikirannya kacau.

Saat itulah, Rahma mendekat, tapi tidak cukup dekat sehingga dia tidak melihat wajah Harun. Lalu, bersuara.

RAHMA

Sayang, pulanglah! Saya akan menyusulmu.

Mendengar perintah Rahma, Harun dengan gusar kemudian meninggalkan rumah Fatma.

HARUN

Baiklah, Ma, Harun pulang.

Sementara Harun pergi, Fatma tampak kecewa mendengar kalau Rahma akan menyusul pulang.

FATMA

Rahma, apa yang kamu lakuin? Kamu ingin pulang ke sana? Kamu kan masih takut lihat Harun. Bagaimana bisa kamu tinggal sama orang yang kamu takuti?

RAHMA

Rahma masih istrinya Harun, Ma. Dan Rahma masih punya kewajiban patuh sama perintah suami. Kalau Harun nyuruh Rahma pulang, Rahma akan pulang.

Rahma lalu kembali ke meja ruang tamu. Dia ingin mengambil tas jinjingnya yang berwarna krem.

Fatma mengikuti.

FATMA

Rahma, dengarkan Mama sekali saja! Suamimu pasti paham mengapa kamu tinggal di sini.

RAHMA

Nggak, Ma. Rahma harus tetap pulang. Selama masih suami-istri, kami akan tetap bersama sampai kapan pun.

Rahma lalu menyalami tangan Fatma.

RAHMA (cont’d)

Rahma pulang, Ma. Salam sama Arka.

Lantas, Fatma hanya bisa menatap Rahma penuh dengan kekecewaan saat Rahma meninggalkan rumahnya.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar