INT. RESTORAN KAMATA — MALAM
Restoran Kamata adalah restoran di sebuah hotel berbintang empat. Kita melihat suasana resto yang elegan, kondusif, dengan musik mengalun indah. Tanaman hias terlihat di banyak sudut, serta lampu-lampu yang memberi kesan romantis dan private. Pelayan berseragam rapi.
Kita melihat Naya dan Ary datang. Mereka tampak datar dan tegang. Suasana santai dan senang yang biasanya ada di antara mereka kini hilang.
Pelayan menunjukkan kursi untuk mereka, kemudian Ary dan Naya pun duduk berhadapan. Ary melempar senyum singkat pada Naya.
Naya dan Ary masih hening, mereka tampak tidak tahu apa yang harus dibahas. Naya hanya tersenyum biasa pada Ary, lebih seperti 'kewajiban'. Ary sendiri tampak agak bingung menghadapi Naya.
Tak lama kemudian, akhirnya ia mulai buka suara.
Ary menegakkan posisi duduknya.
Naya menanggapi dengan muka muram.
Ary sontak mengernyitkan dahinya, tampak bingung dan kaget Naya berbicara seperti itu.
Naya maupun Ary cukup kaget dengan kedatangan PELAYAN yang tidak mereka sadari itu. Mereka meununggu makanan selesai diletakkan di depan mereka. Ary dan Naya menggumamkan “terima kasih”. Pelayan mengangguk sopan dan meninggalkan mereka.
Ary kemudian kembali melihat Naya, secara tidak langsung menayakan apakah mau makan dulu atau lanjut bicara. Naya tahu Ary sedang "bertanya" padanya, dan ia pun mengambil sendok garpu dan mulai makan. Ary melihatnya, memastikan sebentar, dan saat Naya sudah mulai makan, ia baru ikut makan.
Satu suap, kunyah. Sambil mengunyah, Naya tak kuasa melihat Ary, dengan ekspresi masih cukup kesal. Ary sedang mengunyah juga, sambil mengawasi pergerakan ekspresi dan gerak-gerik Naya. Mereka seperti ingin melanjutkan pembicaraan tapi juga tidak ingin membiarkan makanan menjadi dingin.
Tak kuasa menahan suasana tegang dan menyiksa ini, Naya akhirnya meletakkan sendok garpunya, menghasilkan suara kelentang yang cukup nyaring. Ia meneguk sedikit minumannya.
Ary segera menghentikan makannya juga. Ia mengernyitkan dahinya.
Ary speechless.
Kali ini Ary lebih speechless. Ia terpaku, wajahnya sudah tidak menahan-nahan perasaannya lagi. Ia seperti sudah tidak mengenal Naya lagi.
Ketidakpahaman dan kegeraman Ary mulai memuncak. Ia mengepalkan tangannya, memejamkan matanya dan mengatakan:
Ary tersentak. Pertanyaan ini bagai bom di kepalanya. Ia menatap lurus, perlahan-lahan menajam, langsung ke mata Naya.
Benteng pertahanan Naya pecah. Kemarahannya kini dengan cepat diambil alih oleh kesedihan. Suaranya kini meninggi.
Lagi-lagi, baik Naya maupun Ary tidak menyadari SUPERVISOR Restoran yang datang menghampiri meja mereka.
Suara lembut dan sopan Supervisor itu saja seakan menjadi tamparan untuk Ary dan Naya yang sedari tadi hanya adu mulut tanpa memperhatikan orang-orang di sekitar mereka.
Perasaan marah dan malu bercampur dalam ekspresinya, juga Naya. Supervisor itu mengangguk sambil membungkuk sopan, lalu berlalu. Tapi--
Tak lama kemudian, seorang Pelayan mengambil piring-piring mereka. Ary tersenyum pada pelayan itu, masih terlihat sedikit menyesal dengan peringatan tadi.
CUT TO
EXT. DEPAN RUMAH NAYA — MALAM
Mereka sampai di depan rumah Naya dan berhenti. Ary mematikan mesin motornya. Naya turun, lalu melepas helmnya. Ary pun melepas helmnya.
Belum ada yang berbicara. CLOSE UP Ary sendiri belum menoleh ke Naya, masih menatap ke depan. Tangannya sudah tidak di kemudi. Ia duduk tegak di atas sepeda motornya. Mimik mukanya masih keras oleh kegeraman.
Naya pun masih diam. Ia tampak cukup kesal, sedih dengan situasi saat ini, dan lelah. Kepalanya sedikit menunduk. Tangannya memainkan tali helm yang dibawanya, hanya untuk mengisi kekosongan di antara mereka.
Jalanan yang sepi pun seakan takut bersuara, dan ikut menunggu mereka berbicara.
Setelah beberapa saat, Ary akhirnya menoleh ke Naya. Ditatapnya wajah perempuan itu, yang sama pahitnya dengan dia. Sama lelahnya. Ditatapnya perempuan itu dengan wajahnya yang masih melukiskan kegeraman.
Naya diam saja, menunggu lanjutan dan maksud Ary.
Ary menatap Naya dengan tajam, wajahnya campuran kecewa dan sedih.
Ary mengatakan kalimat terakhirnya dengan tegas, dengan penekanan, dengan sedikit amarah dan kekecewaan. Naya menatap mata Ary, masih tanpa suara. Naya menatapnya dengan kaku, ingin membalas tapi tidak tahu harus bilang apa, lelah, dan keras kepala.
Ary memakai kembali helmnya. Menyalakan motornya. Ia menatap Naya lagi.
Tanpa menunggu Naya membalas, Ary pun melajukan sepeda motornya pergi.
Naya melihat Ary pergi, kesedihan dan kegeraman yang makin memuncak terlihat di wajahnya. Matanya pun mulai berkilat, berkaca-kaca.
Kemudian ia berjalan masuk ke rumahnya, tidak menghiraukan air mata yang mulai menetes di pipinya.
FADE OUT
INT. DAPUR RUMAH KIKI — ESOK HARINYA, MALAM
CLOSE UP saus bolognese di wajan yang sudah hampir matang, yang diaduk-aduk dengan bersemangat oleh Kiki. Terlihat asap tipis dan suara cssss.
Kiki mencicipi sausnya dengan sendok. Ia mengangguk, kemudian mematikan kompornya.
Tak jauh dari Kiki, kita melihat Naya dan Detha yang duduk di meja makan. Naya terlihat muram dan lelah.
Kiki menuangkan saus bolognese ke atas dua piring spaghetti yang sudah siap di sebelahnya.
Kiki menatap Detha, mengernyitkan dahinya.
Detha nyengir, kemudian segera berhenti tersenyum saat melihat Naya yang sedang murung. Kiki menyajikan spaghetti bolognese di depan Naya dan Detha.
Naya mengambil garpu, masih lemas. Kiki melihat wajah muram temannya, dan langsung ikut sedih.
Naya memakan suapan pertama spaghettinya, belum ingin menjawab Kiki.
Naya hanya melempar pandangan sinis, sambil terus melahap spaghetti Kiki. Sementara itu, Detha akhirnya meletakkan garpunya setelah dari tadi masih sibuk makan.
Ia kemudian menghadap ke Naya.
Setelah beberapa saat, Naya meletakkan garpunya, menelan makanannya, dan meneguk air putih.
Kiki manggut-manggut, setuju pada Detha. Naya gantian memandangi Detha dan Kiki, wajahnya masih tampak menimbang-nimbang. Detha dan Kiki menatap Naya, menunggu.
Detha dan Kiki tersenyum lega. Naya melanjutkan makan, begitu pun Detha.
FADE OUT
EXT. PARKIRAN KAFE BIRU — MALAM
Naya, dengan sepeda motornya, memasuki area parkir Kafe Biru yang hampir kosong. Ia memarkir motornya, dan mematikan mesinnya. Ia melepas helmnya, tapi tidak langsung turun. Ia diam di atas motornya.
Dihembuskannya napasnya, sambil melihat ke arah dinding samping Kafe berwarna abu-abu pucat yang ada di depannya. Di parkiran, hanya ada satu sepeda motor, yang ia tahu itu milik Ary. Dilihatnya jam tangannya, yang menunjukkan jam 22.55. Kafe telah lama tutup.
Naya memejamkan matanya, berusaha meyakinkan diri, menyiapkan hati. Ia menarik dan menghembuskan napasnya. Ia membuka matanya, melihat ke langit, berusaha mencari sedikit keyakinan yang sepertinya tertinggal untuk melengkapi niatnya untuk berbicara malam ini.
Sejenak kemudian, Naya turun dari motornya. Ia kemudian berjalan ke arah belakang kafe, yang lampunya masih menyala.
KAMERA POV
Beberapa langkah sebelum sampai di belakang Kafe, terdengar suara minuman yang diteguk, dan suara "ck-ahh" khas dari tenggorokan yang biasa terdengar setelah seseorang minum soda atau semacamnya.
EXT. BELAKANG KAFE BIRU — MALAM
Kita sampai di bagian belakang Kafe, di mana kita melihat Ary yang sedang duduk di tangga kecil di depan pintu backdoor dan menenggak minuman bening, langsung dari botol bening besar dengan dua baris tulisan berwarna biru.
CLOSE UP: botol bening dengan tulisan ABS*LUT VODKA. Sudah tinggal separuh.
Naya tercengang, speechless.
Ary menoleh ke kirinya, melihat kedatangan Naya. Wajahnya yang sudah terlihat muram, sedih, pucat, dan pusing (tipsy) ditambah dengan ekspresi kaget bukan main, horor langsung mendominasi wajahnya.
Botol itu langsung jatuh dari tangannya, dan, dengan ketakutan luar biasa dan rasa ingin menghilang dari muka bumi saat itu juga, Ary masuk, dengan sedikit terhuyung, ke Kafe lewat pintu belakang dan terdengar suara "klek" tanda pintu dikunci.
Naya masih membeku, masih syok dengan apa yang barusan dilihatnya. Ia melihat ke botol yang isinya telah tumpah tercecer, dan ke pintu belakang di mana Ary menghilang.
Tubuhnya, entah digerakkan oleh apa, perlahan berbalik dan berjalan kembali ke motornya.
CUT TO
EXT. PARKIRAN KAFE BIRU — MALAM
Naya sampai di motornya. Wajahnya masih agak syok.
Ia kemudian menyalakan motor, dan segera melaju keluar, meninggalkan Kafe Biru dan, walau mustahil, juga ingin meninggalkan memori apa pun yang baru ia kumpulkan dari belakang Kafe itu.
CUT TO