Misi Kafe Biru
7. Restoran Kamata

INT. RESTORAN KAMATA — MALAM

Restoran Kamata adalah restoran di sebuah hotel berbintang empat. Kita melihat suasana resto yang elegan, kondusif, dengan musik mengalun indah. Tanaman hias terlihat di banyak sudut, serta lampu-lampu yang memberi kesan romantis dan private. Pelayan berseragam rapi. 

Kita melihat Naya dan Ary datang. Mereka tampak datar dan tegang. Suasana santai dan senang yang biasanya ada di antara mereka kini hilang.

Pelayan menunjukkan kursi untuk mereka, kemudian Ary dan Naya pun duduk berhadapan. Ary melempar senyum singkat pada Naya.

Naya dan Ary masih hening, mereka tampak tidak tahu apa yang harus dibahas. Naya hanya tersenyum biasa pada Ary, lebih seperti 'kewajiban'. Ary sendiri tampak agak bingung menghadapi Naya.

Tak lama kemudian, akhirnya ia mulai buka suara.

ARY
Oh ya, ada yang mau aku jelasin sedikit.
NAYA
Apa?

Ary menegakkan posisi duduknya.

ARY
Kalo kamu emang perlu tau... Aku gak ada apa-apa sama Gladys.
(beat)
Bahkan udah gak chattingan lagi. Terakhir pas aku anterin microwave aja ke rumahnya. Setelah itu udah.

Naya menanggapi dengan muka muram.

NAYA
It's just... Aku cuma gak ngerti kenapa di awal, kamu bilang kamu nggak kontakan sama dia lagi.
ARY
Karena itu nggak ada sangkut pautnya sama kita. Itu nggak penting, karena memang gak ada yang terjadi antara aku sama dia. Aku cuma bantu dia, sebagai teman, sebagai manusia.
NAYA
By the way, ada apa sih dengan kamu "membantu" (membuat tanda kutip dengan tangannya) mantan-mantanmu ini? Dari waktu, sampe barang, kamu bantu mereka. Emang mereka gak punya orang lain dalam hidupnya?
ARY
Nay, aku gak tau soal hidup mereka. Aku taunya mereka punya kesulitan dan aku bisa bantu. Emangnya kamu gak pernah bantuin orang lain?
NAYA
Ya pernah. Tapi ya sekali dua kali aja, nggak berkali kali, bahkan langganan.

Ary sontak mengernyitkan dahinya, tampak bingung dan kaget Naya berbicara seperti itu.

ARY
Emang kenapa kalo aku bantu berkali-kali?
PELAYAN
Permisi Pak, Bu, ini pesanannya.

Naya maupun Ary cukup kaget dengan kedatangan PELAYAN yang tidak mereka sadari itu. Mereka meununggu makanan selesai diletakkan di depan mereka. Ary dan Naya menggumamkan “terima kasih”. Pelayan mengangguk sopan dan meninggalkan mereka.

Ary kemudian kembali melihat Naya, secara tidak langsung menayakan apakah mau makan dulu atau lanjut bicara. Naya tahu Ary sedang "bertanya" padanya, dan ia pun mengambil sendok garpu dan mulai makan. Ary melihatnya, memastikan sebentar, dan saat Naya sudah mulai makan, ia baru ikut makan. 

Satu suap, kunyah. Sambil mengunyah, Naya tak kuasa melihat Ary, dengan ekspresi masih cukup kesal. Ary sedang mengunyah juga, sambil mengawasi pergerakan ekspresi dan gerak-gerik Naya. Mereka seperti ingin melanjutkan pembicaraan tapi juga tidak ingin membiarkan makanan menjadi dingin.

Tak kuasa menahan suasana tegang dan menyiksa ini, Naya akhirnya meletakkan sendok garpunya, menghasilkan suara kelentang yang cukup nyaring. Ia meneguk sedikit minumannya.

NAYA
"Kenapa emamgnya kalau kamu bantu berkali-kali?" Well. Mungkin, kalau yang kamu bantu bukan mantanmu mungkin akan lebih gak aneh dan berisiko aja.

Ary segera menghentikan makannya juga. Ia mengernyitkan dahinya.

ARY
Aneh? Beresiko? Sejak kapan bantuin orang lain jadi aneh dan beresiko?
NAYA
Ry, kamu lihat dong yang kamu bantu itu siapa. Aneh dong. Kamu beneran gak mikir ta kalau mereka itu bisa banget bergantung sama kamu dan hanya memanfaatkan kebaikan kamu aja?

Ary speechless.

NAYA (CONT’D)
Dan lagi, emangnya kamu yakin kamu sendiri gak akan terjebak dalam zona nyaman itu, bahkan mungkin jadi... balik lagi, sama mereka?

Kali ini Ary lebih speechless. Ia terpaku, wajahnya sudah tidak menahan-nahan perasaannya lagi. Ia seperti sudah tidak mengenal Naya lagi.

ARY
Kamu gak percaya sama aku? Setelah semua penjelasan yang aku kasih, kamu masih gak percaya?
NAYA
Well, itu yang terjadi kalo kamu gak jujur sejak awal.

Ketidakpahaman dan kegeraman Ary mulai memuncak. Ia mengepalkan tangannya, memejamkan matanya dan mengatakan:

ARY
Nay, aku udah ceritain ke kamu, dengan lengkap. Harus aku bilang berapa kali...? (frustrasi) Kamu kenapa gini sih, Nay? Kenapa makin ke sini kamu jadi gak percaya sama aku?
NAYA
Oh, yakin kamu udah cerita lengkap??
ARY
Iya. Udah gak ada yang--
NAYA
Gimana soal kamu sama ibunya Gladys yang ngobrol akrab banget?? Aku liat sendiri. Tapi kamu gak cerita, 'kan...?!

Ary tersentak. Pertanyaan ini bagai bom di kepalanya. Ia menatap lurus, perlahan-lahan menajam, langsung ke mata Naya.

ARY
Kamu liat sendiri?? Kamu--kamu mata-matain aku Nay?

Benteng pertahanan Naya pecah. Kemarahannya kini dengan cepat diambil alih oleh kesedihan. Suaranya kini meninggi.

NAYA
Karena kamu bohong, Ry! Kamu bohong soal Gladys, terus Kiki gak sengaja liat kamu ke rumah dia. (suara mulai bergetar) Aku gak suka kebohongan, Ry. Aku benci rahasia.
ARY
Aku gak suka privasiku diganggu, Nay. Nggak gitu! Privasi itu privasi.

Lagi-lagi, baik Naya maupun Ary tidak menyadari SUPERVISOR Restoran yang datang menghampiri meja mereka.

SUPERVISOR
Selamat malam, Pak, Bu. Perkenalkan saya Galang, Supervisor Restoran Kamata. Mohon maaf. Pak, Bu, beberapa pelanggan sempat mengeluhkan suara keras. Apakah boleh kami minta kerjasamanya untuk sedikit memelankan suara?

Suara lembut dan sopan Supervisor itu saja seakan menjadi tamparan untuk Ary dan Naya yang sedari tadi hanya adu mulut tanpa memperhatikan orang-orang di sekitar mereka.

ARY
Baik, Pak. Mohon maaf sebesar-besarnya.

Perasaan marah dan malu bercampur dalam ekspresinya, juga Naya. Supervisor itu mengangguk sambil membungkuk sopan, lalu berlalu. Tapi--

ARY (CONT’D)
Oh ya, Pak. Boleh minta dibungkus makanannya? Terima kasih.
SUPERVISOR
Bisa, Pak. Baik, mohon ditunggu sebentar. 

Tak lama kemudian, seorang Pelayan mengambil piring-piring mereka. Ary tersenyum pada pelayan itu, masih terlihat sedikit menyesal dengan peringatan tadi.

CUT TO

EXT. DEPAN RUMAH NAYA — MALAM

Mereka sampai di depan rumah Naya dan berhenti. Ary mematikan mesin motornya. Naya turun, lalu melepas helmnya. Ary pun melepas helmnya. 

Belum ada yang berbicara. CLOSE UP Ary sendiri belum menoleh ke Naya, masih menatap ke depan. Tangannya sudah tidak di kemudi. Ia duduk tegak di atas sepeda motornya. Mimik mukanya masih keras oleh kegeraman.

Naya pun masih diam. Ia tampak cukup kesal, sedih dengan situasi saat ini, dan lelah. Kepalanya sedikit menunduk. Tangannya memainkan tali helm yang dibawanya, hanya untuk mengisi kekosongan di antara mereka.

Jalanan yang sepi pun seakan takut bersuara, dan ikut menunggu mereka berbicara.

Setelah beberapa saat, Ary akhirnya menoleh ke Naya. Ditatapnya wajah perempuan itu, yang sama pahitnya dengan dia. Sama lelahnya. Ditatapnya perempuan itu dengan wajahnya yang masih melukiskan kegeraman.

ARY
Aku kepikiran kalimatmu di toko buku waktu itu.

Naya diam saja, menunggu lanjutan dan maksud Ary.

ARY (CONT’D)
Aku sampai cari-cari di internet. “Buku yang belum dibaca itu pengingat bahwa manusia lebih banyak nggak tahunya. Sepintar apapun.” Aku kagum sama itu. Tapi, ternyata ada sisi lainnya. Sebaliknya. Orang yang merasa tau... bisa jadi sok tahu.

Ary menatap Naya dengan tajam, wajahnya campuran kecewa dan sedih.

ARY (CONT’D)
Aku nggak nyangka, kamu malah bertingkah seperti yang kedua.

Ary mengatakan kalimat terakhirnya dengan tegas, dengan penekanan, dengan sedikit amarah dan kekecewaan. Naya menatap mata Ary, masih tanpa suara. Naya menatapnya dengan kaku, ingin membalas tapi tidak tahu harus bilang apa, lelah, dan keras kepala.

Ary memakai kembali helmnya. Menyalakan motornya. Ia menatap Naya lagi.

ARY (CONT’D)
Assalamualaikum.

Tanpa menunggu Naya membalas, Ary pun melajukan sepeda motornya pergi.

Naya melihat Ary pergi, kesedihan dan kegeraman yang makin memuncak terlihat di wajahnya. Matanya pun mulai berkilat, berkaca-kaca.

NAYA
(sangat lirih dan cepat) 
Walaikumsalam.

Kemudian ia berjalan masuk ke rumahnya, tidak menghiraukan air mata yang mulai menetes di pipinya.

FADE OUT

INT. DAPUR RUMAH KIKI — ESOK HARINYA, MALAM

CLOSE UP saus bolognese di wajan yang sudah hampir matang, yang diaduk-aduk dengan bersemangat oleh Kiki. Terlihat asap tipis dan suara cssss. 

KIKI
Terus, dia gak bilang apa-apa lagi, Nay? Lewat chat atau apa gitu??

Kiki mencicipi sausnya dengan sendok. Ia mengangguk, kemudian mematikan kompornya.

Tak jauh dari Kiki, kita melihat Naya dan Detha yang duduk di meja makan. Naya terlihat muram dan lelah.

NAYA
Nggak. Sama sekali. (melengos)

Kiki menuangkan saus bolognese ke atas dua piring spaghetti yang sudah siap di sebelahnya.

DETHA
Sejak kapan kamu masak, Ki? Mau ketemu calon mertua?? 

Kiki menatap Detha, mengernyitkan dahinya. 

KIKI
Nggaaak, bunddd. Ini kan cuma bolognese.

Detha nyengir, kemudian segera berhenti tersenyum saat melihat Naya yang sedang murung. Kiki menyajikan spaghetti bolognese di depan Naya dan Detha.

KIKI (CONT’D)
Coba ya.
DETHA
(antusias) 
Makasih, Kikiii.
NAYA
(muram)
Thanks, Ki.

Naya mengambil garpu, masih lemas. Kiki melihat wajah muram temannya, dan langsung ikut sedih.

KIKI
Nay, ini masalah kalian karena dia marah habis kita buntuti 'kan?
NAYA
(sedikit kesal)
Karena dia gak suka kepergok.
KIKI
Dan itu karena kita buntuti dia, 'kan? Nay, Kalo kamu jadi begini, dan kalian malah tengkar kayak kayak gini, yaudah lah gausah stalking dia lagi. Stop aja, Nay.

Naya memakan suapan pertama spaghettinya, belum ingin menjawab Kiki.

KIKI (CONT’D)
Aku gak tega aja liat kamu gini. Liat deh. Kayak baju kotor di pojokan lemari.

Naya hanya melempar pandangan sinis, sambil terus melahap spaghetti Kiki. Sementara itu, Detha akhirnya meletakkan garpunya setelah dari tadi masih sibuk makan. 

Ia kemudian menghadap ke Naya.

DETHA
Kalo aku amati ya, kalian kan udah berkali-kali bahas ini, dan gak ketemu jalan keluarnya 'kan. Aku liat juga akhir-akhir ini kamu jadi beda.
(beat)
Nah daripada stres terus, kenapa gak coba break aja? Puasa bentar. Gak ketemuan, gak telpon atau chatting. Biar tenang dulu.
KIKI
Ide bagus, tuh.

Setelah beberapa saat, Naya meletakkan garpunya, menelan makanannya, dan meneguk air putih.

NAYA
Berarti, sekarang aja udah break namanya.
KIKI
Naaaah itu. Sekalian aja Nay.
DETHA
Tapi kamu bilang dulu ke dia kalau mau break.
NAYA
Tapi nanti dia mikirnya putus dong?
DETHA
Enggak akan. Makanya kamu jelasin, cuma buat ngademin pikiran.

Kiki manggut-manggut, setuju pada Detha. Naya gantian memandangi Detha dan Kiki, wajahnya masih tampak menimbang-nimbang. Detha dan Kiki menatap Naya, menunggu.

NAYA
Hmmmm, yah... Mungkin emang butuh menjauh sejenak. Besok deh aku bilang. 
DETHA
Mending malem ini, Nay. Makin cepet makin baik. 
NAYA
Iya juga sih. Alright, alright.

Detha dan Kiki tersenyum lega. Naya melanjutkan makan, begitu pun Detha.

FADE OUT

EXT. PARKIRAN KAFE BIRU — MALAM

Naya, dengan sepeda motornya, memasuki area parkir Kafe Biru yang hampir kosong. Ia memarkir motornya, dan mematikan mesinnya. Ia melepas helmnya, tapi tidak langsung turun. Ia diam di atas motornya.

Dihembuskannya napasnya, sambil melihat ke arah dinding samping Kafe berwarna abu-abu pucat yang ada di depannya. Di parkiran, hanya ada satu sepeda motor, yang ia tahu itu milik Ary. Dilihatnya jam tangannya, yang menunjukkan jam 22.55. Kafe telah lama tutup.

Naya memejamkan matanya, berusaha meyakinkan diri, menyiapkan hati. Ia menarik dan menghembuskan napasnya. Ia membuka matanya, melihat ke langit, berusaha mencari sedikit keyakinan yang sepertinya tertinggal untuk melengkapi niatnya untuk berbicara malam ini.

Sejenak kemudian, Naya turun dari motornya. Ia kemudian berjalan ke arah belakang kafe, yang lampunya masih menyala.

KAMERA POV

Beberapa langkah sebelum sampai di belakang Kafe, terdengar suara minuman yang diteguk, dan suara "ck-ahh" khas dari tenggorokan yang biasa terdengar setelah seseorang minum soda atau semacamnya.

EXT. BELAKANG KAFE BIRU — MALAM

Kita sampai di bagian belakang Kafe, di mana kita melihat Ary yang sedang duduk di tangga kecil di depan pintu backdoor dan menenggak minuman bening, langsung dari botol bening besar dengan dua baris tulisan berwarna biru.

CLOSE UP: botol bening dengan tulisan ABS*LUT VODKA. Sudah tinggal separuh.

Naya tercengang, speechless.

Ary menoleh ke kirinya, melihat kedatangan Naya. Wajahnya yang sudah terlihat muram, sedih, pucat, dan pusing (tipsy) ditambah dengan ekspresi kaget bukan main, horor langsung mendominasi wajahnya.

Botol itu langsung jatuh dari tangannya, dan, dengan ketakutan luar biasa dan rasa ingin menghilang dari muka bumi saat itu juga, Ary masuk, dengan sedikit terhuyung, ke Kafe lewat pintu belakang dan terdengar suara "klek" tanda pintu dikunci. 

Naya masih membeku, masih syok dengan apa yang barusan dilihatnya. Ia melihat ke botol yang isinya telah tumpah tercecer, dan ke pintu belakang di mana Ary menghilang.

Tubuhnya, entah digerakkan oleh apa, perlahan berbalik dan berjalan kembali ke motornya.

CUT TO

EXT. PARKIRAN KAFE BIRU — MALAM

Naya sampai di motornya. Wajahnya masih agak syok.

Ia kemudian menyalakan motor, dan segera melaju keluar, meninggalkan Kafe Biru dan, walau mustahil, juga ingin meninggalkan memori apa pun yang baru ia kumpulkan dari belakang Kafe itu.

CUT TO

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar