Misi Kafe Biru
4. Mantan

INT. KUBIKEL NAYA — SIANG

Naya sedang fokus menggarap pekerjaannya saat tiba-tiba HP-nya membunyikan notifikasi chat baru. Naya memeriksanya. Terlihat Kiki dan Detha sama-sama mengirimkan chat "oke bisa Nay". Ia kemudian menekan beberapa tombol dan melakukan panggilan. 

NAYA
Halo Ry? Gak lagi sibuk, kan? 
(mendengarkan jawaban Ary)
Nggak, aku mau ngabari aja. Katanya Detha sama Kiki bisa ke Kafe Biru Sabtu nanti.
(mendengarkan)
Iya, nggak jadi besok Kamis karena aku yang gak bisa. Mau nemenin Mama ke panti asuhan. Bisa kan Sabtu, Ry?   

Naya tersenyum mendengar jawaban Ary. Gesturnya mulai santai.

NAYA (CONT’D) 
Oke, oke. Thank you. Sabtu jam 4 yaa. Nggak, bertiga aja kok. Gak bareng Rendi. 
(mendengarkan) 
Menunya? Hmm terserah deh. Mereka mah pemakan segala, hahaha. Okee. Bye.

Naya menutup teleponnya, wajahnya berubah jadi lebih excited.

TING. Sebuah notifikasi dari Quori muncul di pojok kanan layar PC-nya. Naya mengkliknya, dan sebuah artikel pun terbuka. CLOSE UP judul "Penyesalan selalu ada di akhir: 2 years of marriage, aku tidak pernah benar-benar mengenal suamiku".

CLOSE UP Wajah Naya berubah menjadi suram hanya dengan membaca judulnya. Matanya segera membaca artikel itu. Tak butuh waktu lama sampai wajahnya makin sedih, iba, dan miris. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, terlihat kepikiran dan takut. Hilang sudah wajah semangatnya 2 menit yang lalu.

Naya hanya bisa menghembuskan nafas panjang, tidak tau harus bagaimana. Ia hanya berusaha "bertahan".

FADE OUT

INT. KAFE BIRU — SABTU SORE

FADE IN

Kita melihat Naya, Detha, dan Kiki sedang duduk dengan minuman di depan mereka. Mereka tampak asyik mengobrol.

Tak lama kemudian, Ary datang dengan baki besar di tangannya, membawakan English Breakfast, Mushroom Soup, Grilled Chicken, dan Potato Wedges. Ia meletakkannya masing-masing di depan Naya, Kiki, dan Detha. Potato Wedges ditaruhnya di tengah-tengah meja.

ARY
Nih. Semoga suka ya kalian.

Detha dan Kiki melihat menu yang diberikan Ary. Naya mengamati semua detilnya: gerak-gerik dan gestur Ary yang cekatan, berikut reaksi sahabat-sahabatnya atas masakan ini. 

Detha menaikkan alisnya, cukup puas. Kiki mencoba menilai dengan menghirup aroma Mushroom Soup-nya.

Setelah mengembalikan baki ke belakang, dan membawa Nasi Ayam Mentega untuk dirinya sendiri, Ary pun bergabung duduk di sebelah Naya. Ia memandang ke arah Detha dan Kiki dan menyungging senyum ala customer service, menggestur mempersilakan makan.

ARY
Selamat makan.

Detha dan Kiki, diikuti Naya, pun meraih sendok garpu mereka dan mulai menyantap makanan. 

Setelah beberapa menit yang hanya dipenuhi suara keletak sendok garpu, Ary mulai membuka percakapan.

ARY (CONT’D) 
Mbak KiKi, Naya bilang kamu kerja di beauty brand ya? Di Parasayu?
KIKI
Iya. Assistant Talent Manager.
ARY
Oh. Bagian nyari model?
KIKI
Salah satunya, iya.
ARY
Pernah ngajak Naya gak? Karena yah, liat aja...

Ary menoleh ke Naya, sengaja memandangnya dengan kagum.

KIKI
Aduuh bisa ajaa kamu Ry! Hahahhaha. Kok jadi aku yang terharu sih, astaga.
DETHA
Smooth, Ry. Smooth.  

Naya yang sedari tadi hanya sibuk dengan makanannya, kaget, tapi kemudian tersipu malu. Ia berusaha menahan, namun masih kentara. Ary tersenyum puas.

DETHA (CONT’D)
Ry, Kafemu ini modalnya berapa sih? Gede gak? Setengah M ada?
ARY
Ooh, gak sampe, gak sampe.
DETHA
Eh serius? Ini menumu banyak lho.
ARY
Mau liat perinciannya? Aku bisa ambilin kalo mau. Kita bisa bahas habis makan.    
DETHA   
Eh boleh, boleh.
ARY
Oke, bentar ya.

Ary pun berdiri dan berjalan menuju ke staff area.

NAYA
Tha, nganggur banget kamu nanyain modal Kafe?? Heran. 
DETHA
Penasaran, guys. Dahlah gak apa-apa. Dianya juga mau. (menyeringai)
KIKI
Bukannya ikut gali-gali, kok malah pengen ikutan buka bisnis sih Tha!
DETHA
Heh. Business plan itu cerminan karakter. Anggep aja metode khususku untuk menggali karakter Ary. (mengedipkan mata)  

Kiki dan Naya tertawa, sambil menoleh ka arah staff area, takut Ary sudah muncul lagi. Belum. Dan tidak juga muncul.

CUT TO

INT. KAFE BIRU — 1 JAM KEMUDIAN

Piring-piring telah kosong. Hanya tersisa potato wedges yang dicomot satu per satu, pelan. Naya mulai mengecek jamnya dan melongok ke counter dan staff area. Ary tidak terlihat batang hidungnya.

KIKI
Ary mana sih? Lama amat??  
DETHA  
Wah, jangan-jangan business plan-nya baru dibikin sekarang.          

Tepat setelah Kiki melontarkan pertanyaan itu, Ary kembali membawa note pad.

ARY
Sori sori, ya. Tadi ngecek sesuatu bentar. Nih.

Ia duduk dan memberikannya pada Detha. Detha kemudian mengamati dan membaca satu per satu. Kiki yang duduk di sebelah Detha ikut membaca. 

Tiba-tiba, terdengar suara nada dering HP Ary. Naya yang sudah hafal dengan suara itu langsung menoleh, dan mengamati dengan saksama saat Ary melihat si penelpon. 

Terdengar nada "ck" kesal dari mulutnya, dan ia pun menoleh ke Naya.

ARY (CONT’D)
(pelan)
Bentar ya.     

Kali ini Naya tidak bisa menahan diri. Suaranya agak dikeraskan. 

NAYA 
Oh, Rani 'kan pasti?? Wow, udah tiga kali lho ini.

Detha dan Kiki sontak mendongak dan memandang mereka berdua dari seberang meja. Ary tampak kaget dengan reaksi Naya. Naya sendiri diam, keras, dengan kekecewaan terlukis di wajahnya. 

Dalam sekejap, suasana menjadi mencekam. Hanya tersisa ringtone Ary yang masih berbunyi. Ary kemudian mematikan panggilan masuk itu. Lalu ia menoleh ke Naya. 

ARY
(sedikit berbisik)
Nay, ke belakang bentar? 

Ary berdiri dari kursinya, matanya mengajak Naya. Naya tidak menjawab, tapi ia mengikuti Ary.


INT. STAFF AREA KAFE BIRU — MALAM

Naya dan Ary sampai di staff area, di dekat pintu belakang.

ARY
Nay, kamu kenapa sih?
NAYA
Kamu Ry yang kenapa! Temen-temenku malam ini ikut dinner sama kita, terus kamu bikin mereka nunggu satu jam, dan setelah itu masih kamu kasih waktumu buat Rani?!
ARY
Kamu ada masalah sama Rani??

Naya tampak tidak senang harus membahas ini sekarang, tapi ia harus melakukannya.

NAYA
Masalahku sama kamu. Kamu selalu angkat telpon dia, ngganggu waktu kita, dan sekarang ganggu waktu temen-temenku.
ARY
Aku juga gak tau Nay dia bakalan telpon saat kita bareng. Aku udah bilang ke dia chat dulu, dan dia gak nurut.
NAYA
Tapi pada saat dia telpon, kamu tetep ladeni dia kan? Tetep mentingin dia?

Ary melihat kesedihan di mata Naya. Tapi sebelum ia bisa menanggapi, salah satu staf mendekatinya. Tiga porsi es krim di tangannya.

STAF KAFE BIRU
Bang, sori ganggu bentar. Ini mau abang yang kasih ke mbak Detha dan mbak Kiki, apa saya?
ARY
Eh, iya. Em.. (nge-blank sejenak) Aku aja.

Ary mengambil alih baki dari stafnya ke tangannya. Ia kemudian menoleh ke Naya sejenak, yang masih agak kesal, lalu berjalan menyeberangi dapur menuju ke area customer.

Naya kemudian menghembuskan napasnya, menetralkan wajahnya, dan mengikuti Ary.

CUT TO

INT. KAFE BIRU — MALAM HARINYA

Jam menunjukkan pukul 23.00. Kiki dan Detha sudah tidak terlihat. Counter sudah bersih, dan para staf sudah pulang. Kita melihat Ary dan Naya yang sedang duduk berhadapan di salah satu meja customer. Mereka tampak agak tegang.

Ary mencoba membuka pembicaraan.

ARY
Ehm. Jadi, gini Nay. Soal Rani.
(beat)
Iya, dia kadang masih hubungi aku. Bener.
NAYA
Kadang apa sering?
ARY
Agak sering, sih. Iya.

Naya sedikit puas mendengarnya.

ARY (CONT’D)
Dia lagi ada masalah keluarga. Dan dia butuh temen cerita, kadang butuh saran. Aku cuma bantu. Sekedar temen curhat aja.
NAYA
Cuma kamu yang bisa bantu dia?  
ARY
Emm, dia punya temen sih. Cuma dia merasa yang paling bisa bantu itu aku. Gitu katanya.

Naya merespon dengan wajah skeptis, dan agak menyipitkan mata. Dia tampak tidak mempercayai alasan Rani itu.

ARY (CONT’D)
Ya... aku gatau kenapa gak ada temennya yang bisa. Aku males ikut campur banyak. Aku fokus bantu dia aja. Toh dia juga gak banyak mengambil waktuku.

Naya tertawa singkat, nadanya sarkas. Ary menangkapnya, dan langsung agak panik.

ARY (CONT’D)
Iya, iya... aku minta maaf kalo ini mengurangi waktuku sama kamu. Sama temen-temenmu juga.
(melihat wajah Naya yang masih agak kesal)
Aku akan lebih tegesin ke dia soal ini. Dan gak akan angkat telpon dia lagi pas sama kamu.

Beberapa detik berlalu, mimik wajah Naya pun perlahan melunak.

NAYA
Oke.
(beat)
Terus, bisa dong, cerita juga soal dua mantanmu yang lain? Mumpung lagi bahas mantan juga 'kan.

Ekspresi Ary menampakkan bahwa pasti pertanyaan ini akan muncul, dan sudah tidak bisa ia hindari lagi.

ARY
Jadi sebelum Rani, namanya Gladys. Dia setahun di bawahku. Cuma setaunan lebih dikit sama dia. Putusnya karena ... (berdehem) LDR.

Ada sedikit emosi yang ingin Ary sembunyikan saat menyebutkan alasan putusnya dengan Gladys, tapi Naya tampaknya tidak menangkapnya. Ia hanya manggut-manggut.

NAYA
Sekarang masih kontak sama dia gak?
ARY
Emm, enggak.
(beat)
Terus sebelumnya, yang pertama, namanya Diandra. Itu pas SMA, gak terlalu lama juga. Putusnya emmm... konyol sih waktu itu. Gara-gara aku iseng ngirimin kata-kata rayuan gitu ke cewek lain dan dia lihat.

Naya sontak tertawa geli, dan Ary juga ikut tertawa.

ARY (CONT’D)
Sejak saat itu dia kayak benci banget sama aku.
(beat)
Sejak lulus SMA udah gak pernah kontak lagi. Mungkin dia menghindari aku juga. (menaikkan bahunya)

Naya hanya bisa geleng-geleng, sambil tetap terkekeh. Naya dan Ary kemudian saling menatap, dan Naya pun tersenyum, cukup puas.

NAYA
Okeey, thank youu ceritanya. Sekarang 'kan enak, kita impas. (nyengir)

Ary tersenyum puas, ia tampak senang dan lega.

ARY
Sama-sama, sayang.
NAYA
(melotot kaget)
Eh, apa sih!
ARY
Hehehe. Kan bentar lagi..
NAYA
Bentar lagi apanya? Kan belum aku jawab juga. (muka sok jual mahal) 
ARY
Iya, iyaa. Aku tunggu, kok. 

Naya hanya melirik Ary sejenak, dan pura-pura sibuk dengan HP- nya. Ary mencoba mengamati wajah Naya, yang ternyata juga sedikit tersenyum. Ary pun tersenyum lebar.

Kita ZOOM OUT sampai ke luar Kafe Biru.

FADE OUT

EXT. KOMPLEKS PERUMAHAN — SORE

Kita melihat sebuah mobil tipe city car terparkir di sebuah jalan dengan deretan rumah yang cukup bagus, dengan lingkungan yang cukup bersih dan terjaga. 

Di dekat situ, tampak juga sebuah mobil box besar di depan rumah lain, yang bagian belakangnya terbuka, memperlihatkan beberapa item furniture besar seperti sofa, kursi, dan meja. Dua orang sedang menurunkan sebuah lemari.

EXT. DEPAN RUMAH L-97 — SORE

KIKI muncul dari dalam rumah bernomor L-97 sambil merapikan map ke dalam tasnya, diantar ANTARIA (27 tahun, wajah bersih dan mulus) sampai teras. 

ANTARIA
Makasih ya Mbak Kiki. Mestinya saya yang ke kantor. Jadi ngerepotin. 
KIKI  
(tersenyum maklum) 
Nggak apa-apa, Mbak. Mbak kan juga lagi sakit.
(beat)
Cepet sembuh ya, Mbak.  

Kiki pun berjalan menuju mobilnya yang berjarak beberapa langkah.

Kemudian di depan rumah sebelah, di belakang truk besar yang masih terparkir di situ, ia melihat sosok yang sangat mirip dengan ARY.

Kiki kaget, dan segera memicingkan matanya untuk memastikan. Ary telihat baru saja keluar dari pagar, dan seorang PEREMPUAN SEBAYA DIA mengantarnya keluar.

Si perempuan sempat menoleh ke Kiki, dan Kiki pun dengan panik langsung malanjutkan jalannya. Kemudian ia segera masuk ke dalam mobilnya dan menutup pintunya.


INT. MOBIL KIKI — SORE

Kiki duduk, wajahnya kaget dan agak syok. Ia yakin itu Ary. Ia pun berusaha melihat dengan lebih jelas lewat kaca spion.

CLOSE UP: dari kaca spionnya, Ary tampak sedang berbicara dengan perempuan itu. Kiki berusaha mendengarkan.

ARY
(sayup-sayup)
...besok, ya...
PEREMPUAN
Oke..

Kiki tidak mendengar apa-apa lagi. Ary pun menyetart motornya, dan pergi.

Kiki hanya bisa melihat Ary melewati mobilnya dengan agak lemas. Ia mencoba menenangkan diri, mencerna apa yang baru saja ia lihat dan dengar. Ia menstarter mobilnya, sambil mengatur napasnya.

Beberapa detik kemudian, Kiki menjatuhkan kepalanya ke sandaran, memegangi dahinya, tampak stres. Ia teringat pada Naya dan menyesalkan apa yang dia lihat.

KIKI

Duuh, Ry...

Dengan tarikan dan hembusan napasanya, akhirnya Kiki pun sudah lebih tenang, dan melaju pergi.

CUT TO

INT. LOBI KANTOR BAHASAKITA — PETANG

Kita melihat Naya sedang mengantri untuk check out saat tiba- tiba HP-nya berdering panggilan masuk. Naya mengangkatnya.

NAYA
Halo, Ki?

Naya mendengarkan penjelasan Kiki. Saat gilirannya tiba untuk menyecan id card-nya, mimik wajah Naya berubah drastis dari netral ke kaget, marah, dan kecewa jadi satu.

Ia pun men-scan kartunya dengan marah, dan berjalan ke salah satu sudut lobi.

NAYA (CONT’D)
Siapa cewek itu Ki...?? (mendengarkan Kiki) Jangan-jangan--eh bentar coba kamu kroscek sama fotonya aja. Bentar.

Naya cepat-cepat menekan beberapa tombol di hapenya, scroll sedikit, dan kembali ke Kiki.

NAYA (CONT’D)
Coba cek fotonya. Ada yang sama gak??

Naya menunggu dengan gelisah, ia berjalan berputar-putar seperti setrikaan. Saat mendengar jawaban Kiki, Naya berhenti seketika, kakinya melemas.

NAYA (CONT’D)
(sedih, kecewa)
Well. Berarti dia bohong. Itu Gladys, Ki. Mantannya. Dia bohong sama aku.

Naya duduk di salah satu kursi di dekatnya, lemas.

NAYA (CONT’D)
Okeh. Okeh... (mencoba mengontrol diri) Menurutku ini saatnya kita bener-bener ngikutin dia. Dia mau ke rumah Gladys lagi 'kan besok? Well, kita ikuti aja dia. Aku pengen liat sendiri!

Naya pun menutup teleponnya. Kesedihan dan kekecewaan di wajah Naya ditambah dengan sepercik kemarahan. Tak tersisa lagi suasana hatinya yang dua hari terakhir ini sedang baik di wajahnya.

FADE OUT

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar