Misi Kafe Biru
2. Lamaran??

Naya menegakkan tubuhnya. Sepertinya proses cerna di otaknya sudah lengkap. Ia memandang cincin itu, lalu memandang ke Ary. Ia memajukan tubuhnya. 

NAYA
Ry, kita masih... (mengingat-ingat) dua minggu kenalan, 'kan? Bener dua ming--aku gak salah itung, 'kan?

Naya mengedip-ngedipkan matanya, masih bingung dan tidak percaya.

NAYA (CONT’D)
Ya, aku tau sih kita uda deket dan, udah kenal banyak. Tapi... kamu yakin? Kamu beneran serius?
ARY
Jadi, kamu gak mau?
NAYA
(agak panik)
Ya--bukan itu maksudku. Bukan. Cuman... ini... kamu gak ngerasa terlalu cepet?

Ary membenarkan posisi duduknya, menegakkan diri.

ARY
Aku tau ini cepet. Tapi iya, aku udah yakin kok.

Naya kemudian speechless. Mimik mukanya campur aduk, antara kaget, tidak percaya, heran, panik, dan sedikit senang. Ia masih belum bisa bicara selama beberapa saat.

ARY (CONT’D)
Kamu nggak perlu jawab sekarang kok, Nay. Pikirin aja dulu.

Ekspresi Naya belum berubah. Masih speechless. Ary memajukan dirinya ke Naya.

ARY (CONT’D)
Tapi aku perlu jawaban pasti aja.  

Naya hanya bisa menarik dan menghembuskan napasnya. Setelah mencoba menenangkan dirinya beberapa saat, ia akhirnya bisa bersuara.

NAYA
Oke.

Ary tersenyum, tampak lega. Naya juga ikut tersenyum, walau tampak sedikit dipaksakan. Raut wajahnya menampakkan bahwa ada ribuan pertanyaan yang muncul dalam pikirannya, namun ia hanya bisa diam.

Kita ZOOM OUT keluar jendela besar, naik sedikit ke atas, ke signage Kafe Biru, dan terus ke langit.

TITLE "MISI KAFE BIRU"

FADE TO

INT. SEBUAH TOKO BAJU DI MALL — KEESOKAN HARINYA, SORE

CLOSE UP Handphone yang berada di dalam tas transparan yang tergantung di pundak seorang perempuan, mulai berdering, panggilan masuk. Layar menunjukkan tulisan "Naya".

JUMP CUT TO

INT. RUANG TAMU RUMAH DETHA — SORE

CLOSE UP Handphone yang sedang tergeletak di sofa di sebelah seseorang yang sedang duduk membaca buku, yang mulai berdering panggilan masuk. Layar juga menunjukkan nama "Naya".

BACK TO

INT. SEBUAH TOKO BAJU DI MALL — SORE

KIKI (25 tahun, modis, cantik), si pemilik pundak yang sedang asyik melihat-lihat baju, langsung merogoh tas untuk mengambil HP dan melihat si penelpon. Ia langsung mengangkatnya.

JUMP CUT TO

INT. RUANG TAMU RUMAH DETHA — SORE

DETHA (25 tahun, sederhana, kutu buku) yang sedang asyik membaca sebuah novel tebal menoleh ke arah HP di sebelahnya, dan agak kaget melihat nama di penelpon. Ia segera membatasi bukunya dan mengangkat telepon.

SPLIT SCREEN JADI 2 (KIKI & DETHA)

DETHA
Halo Nay? Ada apa?
KIKI
Nay? Kenapa nih, biasanya ngechat, ini kok nelpon? Ada emerjensi?? 

SPLIT SCREEN JADI 3 (KIKI, DETHA, NAYA)

INT. KAMAR TIDUR NAYA — SORE

NAYA
(panik, berjalan berputar-putar)
Halo guys. Iya ini aku beneran harus nelpon. Kayaknya beneran emerjensi deh..
KIKI & DETHA
(tersentak kaget) 
Hah, emerjensi apa???
NAYA
(masih berjalan berputar-putar)
Kalian bisa ke rumah gak? Penting nih soalnya, ceritanya panjang!
DETHA
Oke oke.
KIKI
Yaampuun. Yaudah yaudah aku ke sana yaa.

SPLIT SCREEN SELESAI

Kiki yang ikut panik lalu menoleh mencari pacarnya, RENDI (26 tahun), dan segera menghampirinya. Ia mengisyaratkan bahwa mereka harus segera cabut. Rendi pun mengangguk.

Sementara itu, Detha membereskan bukunya, menghabiskan air putih yang tersisa di gelas di mejanya, dan segera bersiap-siap.

CUT TO

EST. SHOT tampak luar rumah Naya di sore hari. Rumah minimalis dua tingkat dengan cat yang elegan, fasad kaca di beberapa titik. Terlihat balkon di lantai dua. Pepohonan tinggi dan tanaman di berem depan pagar yang rapi dan terawat membuat suasana lebih segar dan nyaman. Tampak sederhana namun tetap berkelas.


INT. KAMAR TIDUR NAYA — SORE

Naya, Kiki, dan Detha sedang duduk lesehan di lantai beralas karpet di samping tempat tidur queen size Naya. Cerita Naya baru saja selesai.   

Kiki dan Detha masih bengong dan belum bisa bersuara selama beberapa detik. Mereka juga tampak tidak percaya. Naya memperhatikan raut muka mereka. 

NAYA
I know, I know. Aneh banget, 'kan?
DETHA
Bentar bentar, dia beneran ngelamar atau cuma nembak sih?
NAYA
Ngelamar, Tha. Beneran minta nikah.
KIKI
Ckckck. Ada ya cowok ngelamar cuma dalam dua minggu. Gila sih, antara nekat atau kebelet itu! 
NAYA
Kan!? Aku bener kan kalo merasa ini super aneh?? Dua minggu itu aku sama dia cuma ngobrol, sesekali jalan, gitu aja.   
DETHA
Kamu enjoy gak? Nyaman?
NAYA
Enjoy sih enjoy, iya...
KIKI
Berarti kamu udah suka sama dia?       
NAYA
Yah... (berpikir) emang aku sama dia udah langsung konek gitu sih. Tapi--             
DETHA
Tapi bukan berarti harus buru-buru.   
NAYA
Yaaa! Masih dua minggu, DUA minggu lho. Jelas terlalu cepet lah. Gak masuk akal!

Naya menyadarkan punggungnya ke sisi ranjangnya. Ia menghembuskan napas panjang, berusaha meredakan pening di kepalanya.

NAYA (CONT’D)
Apa dia ada tujuannya ya? 
KIKI
Maksudmu?
NAYA
Yaa mungkin ada sesuatu di balik lamaran yang keburu-buru ini.
DETHA
Sesuatu apa?
NAYA
Coba kita nalar deh, ya. Pertama, soal 2 minggu itu. Kalo langsung jatuh cinta, setidaknya kan nembak dulu, bukan langsung minta nikah.
(beat)
Terus, dia masih 27, aku 25. Belum ada tuntutan untuk segera nikah banget. Keluarga gak ada yang nuntut. Gak ada rencana mau ke mana-mana juga.
(beat)
So kenapa buru-buru kayak nggak ada hari esok? (menyilangkan tangannya) Paling mungkin ya karena ada sesuatu. Gak mungkin yang kayak gini tuh natural.

Kedua teman Naya menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak percaya pada situasi ini. Mereka tampak setuju pada kecurigaan Naya. 

NAYA (CONT’D)
Rendi, misalnya (menoleh ke Kiki), dulu pdkt-in kamu berapa lama sebelum dia nembak? 
KIKI
Empat apa lima bulanan gitu.
NAYA
Nah, kan?? Masih normal itu. Nembak, bukan ngelamar. Nah kalo ini? Gak mungkin dong gak ada apa-apa. Kalian inget kan, kejadian terakhirku? (wajahnya mulai sebel)  
KIKI
(teringat)
Ooooh iya. Hampir lupa sih sama Luki laknat itu...
DETHA
Jadi, menurutmu Ary ini bisa aja jadi Luki kedua?
NAYA
Kalian tau sendiri kan dia manipulatif, kerjanya morotin cewek demi gaya hidupnya yang hi-class. Aku salah satu korbannya...(suara mulai bergetar)
KIKI
Mabuk-mabukan juga. Untung e pas dia lagi mabuk, masih ada kita, jadi kamu gak--
DETHA
Ki, sssst! Gak usah dibahas maneh tho!

Kiki tidak menyadari raut wajah Naya yang makin takut. Kiki merasa bersalah, segera meraih lutut Naya dengan tangan kanannya, disusul Detha, dan mengusapnya dengan lembut. Kedua sahabatnya mencoba menenangkan Naya.

KIKI
Sori sori, Nay.
NAYA
Aku tau Ary dari luar gak begitu, tapi kita kan nggak tau, ya... (khawatir)
DETHA
Oke. Kalo gitu kamu mau gimana? Tolak aja?

Naya terlihat agak terpojokkan dengan pertanyaan Kiki. Ia seperti ingin menggeleng, tapi sedikit tidak berani. Ia terlihat dilema.

NAYA
Kalo menurutku, kita cari tau aja gimana? Apa yang dia sembunyiin.

Detha manggut-manggut, Kiki mengikuti.

DETHA
Mungkin kamu bisa coba mulai gali-gali lebih jauh, Nay. Udah cerita banyak, sampe yang personal?
NAYA
(berpikir sejenak) 
Hmm, kebanyakan sih aku yang cerita. Dia cuma cerita tentang kerjaan, temen, kepinginan, hobi, gitu.
DETHA
Kalo yang personal, kayak... mantan pacar?
NAYA
Hmmm. Belum banyak sih. Baru ngomongin dikit. Cuma bilang kalo mantannya ada tiga.
KIKI
Nah. Coba aja, Nay! 
DETHA
Bener. Paling enggak supaya kamu juga lebih kenal dia.

Naya pun manggut-manggut pelan, mulai setuju. 

NAYA
Okeh, guys. Makasih bangeeet udah bantuin akuu...

Naya merentangkan tangannya. Kiki dan Detha memeluk Naya beramai-ramai. Pipi mereka berdempetan. 

DETHA
Hati-hati lipenmu, Ki.
KIKI
Eh, enak aja. Lipen ini produksi baru dari kantorku. Elegan, nempel dan tidak akan beleber. Bulan depan launching. Beli ya. (nyengir)
NAYA
Ditungguu. 
DETHA
Wah, aman buat pelakor dong ya, 'kan nggak akan ketauan.

Kiki mendorong Detha keluar dari “gumpalan” pelukan itu sampai terjungkal di karpet. Semua tertawa-tawa.

FADE OUT

EXT. DEPAN KAFE CARPENTIER — PETANG

Ary dan Naya baru saja sampai di depan Carpentier dengan sepeda motor. Naya kemudian turun dan melepas helmnya. Ary pun turun.

CUT TO

INT. KAFE CARPENTIER — PETANG

CLOSE UP dua gelas latte, semangkok Cheese Penne, dan Beef Burger yang diletakkan pelayan di meja Naya dan dan Ary.

NAYA
Akhirnya kita makan di luar Kafe Biru, ya. Hahahaha (nyengir ke Ary)
ARY
(ikut tertawa)
Untung kamu yang ide, kalo enggak kayaknya customer juga bosen liat kita. (ke pelayan) makasih, Mas.

Pelayan mengangguk dan berlalu meninggalkan mereka.

Naya senang melihat Cheese Penne-nya, dan langsung mengambil garpu untuk siap menyantapnya. Ary menggestur untuk menahan Naya, lalu mengambil HP untuk memotret makanan mereka.

NAYA   
Deuuu, buat konten nih?                           
ARY   
Ini pertama aku makan di sini. Pengalaman baru mesti didokumentasikan.

Naya manggut-manggut penuh senyum mendengar itu. Ketika Ary selesai memotret, Naya menyahut.

NAYA
Aku suka itu. “Pengalaman baru mesti didokumentasikan”. 
ARY
(tersenyum singkat)
Aku cuma suka aja ngikutin usul orang. Karena selau selalu ada peluang, ada pengalaman baru.
NAYA
Kamu dong kapan-kapan usul, biar aku ada pengalaman baru.
ARY
Boleeh dong. Di kafe Biru nanti-- 
NAYA
Kafe Biru itu pengalaman nyaman, bukan baru.

Ary tertawa tersipu. Naya meredakan tawanya, seperti diam-diam sedang jadi serius. 

NAYA (CONT’D)     
Aku penasaran, apa yang biasa buatmu, tapi bisa jadi baru buatku.

Ary tersenyum saja. Naya diam menatap itu. Mereka pun mulai menyantap makanan masing-masing. Tapi terinterupsi oleh RINGTONE HP Ary yang meraung cukup keras, ada telepon masuk. Ary segera melihatnya dan mengangkatnya.

ARY
(suara agak rendah)
Halo? 

Ary mendengarkan selama beberapa detik. Naya pun menunggu. Kemudian, Ary menoleh ke Naya. 

ARY (CONT’D)
(tanpa suara)
Aku keluar bentar ya.
NAYA
(tanpa suara)
Siapa?

Ary tampak tidak ingin menjawab.

ARY
(lirih)
Ada lah, temen. Bentar ya. 

Naya mengernyitkan dahinya. Ia tidak pernah melihat Ary menerima telepon dan menjauh darinya. Ary segera berjalan ke luar kafe dan melanjutkan telepon di sana. Naya melongok untuk mengamati sejenak, dahinya masih mengernyit.

CUT TO

30 MENIT KEMUDIAN...

Makanan belum disentuh dan sudah mulai tampak dingin. Lumeran keju pasta sudah tampak membeku tak seragam, dan beef burgernya tidak lagi berkilat. Ary kembali ke meja.

ARY (CONT’D)
Sori sori, Nay. Agak lama.
NAYA
Emang tadi siapa yang nelpon?

Ary mulai memotong beef burger dinginnya.

ARY
Tadi itu Rani.
NAYA
Oh. Temen... kuliah?
ARY
Bukan sih. Lebih tepatnya mantan.

Naya menaikkan alisnya, sementara Ary terlihat sengaja menyibukkan diri dengan burgernya, seperti tidak mau meneruskan pembicaraan ini. Naya sendiri terlihat cukup terusik dengan itu.

NAYA
Butuh apa, sampe nelpon kamu? 

Mata Ary melihat ke Naya lagi. Ia merasakan nada suara Naya mulai menegang, dan ia tak suka itu. Ia melahap satu potong burgernya.

ARY
Gak butuh apa-apa. Cuma cerita.

Naya manggut-manggut, walau masih terlihat tidak puas.

NAYA
Eh iya, kamu belum cerita-cerita nih soal mantan. Padahal aku udah pernah (mengamati Ary)
ARY
Emm... Sebenernya gak ada yang spesial sih. Ya mereka pernah jadi bagian penting di hidupku, tapi sekarang udah enggak. (mengangkat bahu)
NAYA
Hemm... Kalo Rani, dulu putusnya kenapa?

Ary mengangkat bahunya lagi, antara mau dan tidak mau menjawab. Naya menunggu.

ARY
Kenapa ya? Hmm, gak cocok aja. 

Ary menyibukkan diri dengan burgernya lagi. Naya tidak kunjung menyentuh cheese penne-nya, berusaha untuk tidak mengubah air mukanya.

ARY (CONT’D)
Eh, omong-omong. Kapan Kiki sama Detha bisa ke Kafe Biru? Masih sibuk?

Naya memperhatikan Ary sejenak. Ia bisa melihat bahwa Ary ingin mengalihkan pembicaraan dari topik mantan. Ia menundukkan wajahnya sejenak, pura-pura sibuk membenarkan bajunya, sambil berusaha menyembunyikan wajahnya yang tampak agak kecewa.

Setelah beberapa detik, ia mulai menyendok pastanya dengan tidak semangat. 

NAYA
(nada datar)
Oh, iya. Aku belum tanya mereka lagi. Ntar aku tanyain.

FADE OUT


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar