Misi Kafe Biru
6. Ketakutan

INT. KAMAR TIDUR NAYA — MINGGU PETANG

NAYA
(ngomel-ngomel)
Gimanaa ceritanya dia masih belum ngakuuu... masih gak mau cerita kalo dia itu ketemu Gladys di rumahnya whyyyyyy???!?

Naya berjalan berputar-putar seperti setrikaan, wajahnya tampak frustrasi. 

Di depannya, Detha dan Kiki duduk di lantai beralas karpet, mengamati sambil keheranan. Detha terlihat lebih maklum dan paham mengapa Naya begini, tapi Kiki terlihat lebih gemas.

NAYA (CONT’D)
Emangnya aku kurang detail apa nanyanya coba...?
KIKI
Yaa kamu sih gak langsung bilang kalo kamu mergokin dia!

Naya berhenti berputar-putar seketika dan menghadap ke Kiki.

NAYA
Kikiii gak bisa main hantam gitu aja, sayang... ! Kalo dia marah terus jadi ilfil dan benci sama aku gimanaa...?? 

Kiki membuka mulutnya ingin menjawab, tapi bingung mau berkata apa.

DETHA
Bener juga sih, Nay. 
KIKI
Ookeeey. Terus sekarang gimana dong? Kamu mau nanyain terus ke dia?

Naya berkacak pinggang, berpikir. Tapi tampaknya ia tidak menemukan ide yang bagus.

NAYA
Hmm... Nngggak tau juga sih. Iya mungkin.

Ia berpikir lagi. Berusaha mencari jalan lain. 

NAYA (CONT’D)
Atau... aku bisa pake cara lebih halus.. Lebih pelan... Lebih implisit.
DETHA
Nay.
(beat)
Emangnya kamu butuh dia harus ngaku ke kamu ya?

Naya menoleh ke Detha. Ia memikirkan pertanyaan itu sebentar, lalu duduk di depan Detha dan Kiki. Saat duduk, ia masih diam, mencoba menerjemahkan perasaannya ke dalam kata-kata.

NAYA
Orang, yang udah terbiasa bohong... itu akan susah ngomong jujur. Saking biasanya, udah kayak bernapas buat mereka.

Naya teringat pengalamannya di hubungan terakhirnya. Ingatan itu membuat dia sedikit bergidik, dan memunculkan ketakutan di wajahnya.

Saat melihat perubahan air muka Naya, Detha langsung melunak, dan merasa sedikit bersalah. Kiki pun masih tidak berani menanggapi.

NAYA (CONT’D)
Dan orang-orang kayak begini ini kelihatan baik-baik aja dari luar, bahkan sempurna. Karena mereka pinter nyembunyiin perangainya, pinter memanipulasi supaya orang percaya sama mereka.
KIKI
Iya--
NAYA
I mean, kalian sendiri liat dan tau kan, orang kayak gitu pernah ada... dan hampir bikin hidupku hancur?                   
DETHA
Aku ngerti, Nay. 
NAYA
Aku perlu pastiin aja, kalau dia itu bukan Luki kedua. Aku cuma gak mau ketemu orang kayak dia lagi.                    

Detha meraih dan menggenggam tangan Naya dengan lembut. Kiki memindahkan posisi duduknya di sebelah Naya dan menyandarkan pundaknya di pundak Naya. Naya tersenyum, menyambut hangat dukungan sahabat-sahabatnya.

FADE OUT

INT. SEBUAH MALL — SORE

SEMI-MONTAGE

Naya dan Ary sedang jalan berdua menyusuri lorong demi lorong di sebuah mall, masuk ke beberapa toko, melihat-lihat, membeli es krim, dan mampir ke toko buku.

Mereka tampak seperti biasa, tak ada masalah. Kadang terlihat sedang tertawa lepas, Ary menjahili Naya, serta keisengan dan keanehan mereka lainnya.

Mereka tampak lepas dan tidak ada beban pikiran. Dan mereka tampak serasi, tak ada masalah, bahkan tampak diciptakan untuk satu sama lain.

CUT TO

Kemudian saat mereka sedang mengantre untuk membeli boba drink, Naya melihat seorang perempuan yang sangat mirip dengan GLADYS sedang mengantre juga di barisan sebelahnya. Naya melotot kaget, dan langsung panik.

Ia segera mengajak Ary keluar dari antreannya dengan alasan batal beli karena nggak mood. Ary bingung, walau akhirnya ia menuruti Naya.

CUT TO

Di momen lain, saat Ary sedang melihat-lihat celana panjang, Naya melihat perempuan yang mirip Gladys itu lagi! Ia buru-buru bergerak ke sisi kanan Ary agar Ary ataupun "Gladys" tidak bisa saling melihat. Ary melihat tingkah aneh Naya itu, mengernyitkan dahinya, dan menanyakan ke Naya ada apa.

Naya hanya menggeleng dan bilang tidak ada apa-apa sambil mencoba tersenyum lebar.

Ary menggeleng-gelengkan kepalanya, wajahnya terlihat heran, tapi kemudian mengusap ujung kepala Naya dengan gemas. Saat konsentrasi Ary kembali ke celana panjang, Naya mengecek sekali lagi ke belakang dan sekelilingnya, memastikan "Gladys" sudah hilang.

SEMI-MONTAGE SELESAI


INT. KAFE BIRU — BEBERAPA HARI KEMUDIAN, SIANG JAM ISTIRAHAT

Kita melihat Kafe yang sedang sibuk dengan customer yang mengantre di counter dan meja-meja yang hampir penuh terisi. Tiga staf bekerja di balik counter, dan Ary mengantarkan pesanan.

Ary sendiri terlihat sigap bekerja, dan sedang dalam mood yang cukup baik. Ia selalu mengucapkan Terima Kasih dengan sepenuh hati, berbicara ramah dan sopan, dan sedikit berbasa basi dengan customer yang dia kenal.

Kemudian, pintu masuk Kafe terbuka, dan masuklah Naya dan Mbak Dilla, dengan dompet dan HP di tangan mereka. Naya menyapukan pandangan ke seisi ruangan, mencari Ary, dan menemukannya.

Di saat yang sama, salah seorang customer, seorang perempuan muda, sedang memanggil Ary dari meja tempat ia duduk. Ary pun mendatangi customer itu, yang kemudian membicarakan sesuatu sambil memegangi struk pembeliannya. Sepertinya sedang komplain. Ary tampak cukup tennag dan menanggapi customer dengan sabar.

Mbak Dila sudah mengejip tempat duduk. Naya menitipkan HP dan dompetnya, lalu ia pun bergerak ke area dekat Staff Area untuk menunggu Ary selesai berbicara dengan customer.


INT. DEKAT STAFF AREA KAFE BIRU — SIANG

Tak lama kemudian, Ary pun terlihat meninggalkan customer itu.

ARY
...tunggu sebentar ya, Mbak Rani.

Naya otomatis terpaku mendengar nama itu. Ia langsung mengamati di Mbak Rani itu dari tempatnya berdiri, hampir tak sadar kalau Ary sudah melihatnya.

ARY (CONT’D)
Eh, Nay! Ke sini sendirian?
NAYA
Eh--oh enggak, sama Mbak Dilla. Oh ya, Ry--
ARY
Nay sori banget aku gak bisa ngobrol sekarang, ada customer lagi komplen, harus aku handle sekarang.
NAYA
Iya ini tentang customer itu. Namanya Rani? Itu Rani-mu?
ARY
(kaget)
Hah..??
NAYA
Itu Rani Rani mantanmu??

Ary tampak tidak mempercayai pertanyaan Naya yang sekonyong-konyong itu.

ARY
Ya enggak lah, Nay! Kamu kok tanya gitu sih?
NAYA
Ya aku kan cuma nanya...
ARY
(agak sewot)
Udah udah. Kita ngomong lagi nanti ya. Ini beneran aku lagi gak bisa. Oke? Sori.

Ary pun langsung bergerak cepat, masuk ke Staff Area. Naya, meski gemas, akhirnya kembali ke mejanya.


INT. KAFE BIRU — SIANG

Begitu sampai di mejanya, Naya duduk. Ia tampak sedikit tidak fokus, terganggu dengan "Rani", "Gladys", dan kekhawatiran lain. Tatapannya kosong.

MBAK DILLA
Nay? Gak pesen?

Mbak Dilla menunjuk ke counter. Naya seperti tersadar dari lamunanya.

NAYA
Oh, yaampun! Iya deng. Sori sori Mbak. Oke.

Dengan pikiran masih sedikit bingung, Naya berdiri dan mulai mengantre.

CUT TO

INT. KAFE BIRU — MALAM HARINYA, JAM TUTUP KAFE

Kita melihat Ary yang sedang menaikkan kursi-kursi ke atas meja, dan Naya membatu. Mereka tinggal berdua saja, seluruh staf lain sudah pulang.

ARY
Kamu tadi kenapa sih Nay, kok tiba-tiba nanya kayak gitu?

Naya melanjutkan menaikkan dan merapikan kursi, enggan menjawab. Ary melihatnya.

ARY (CONT’D)
Perasaan sebelumnya kamu gak pernah sampe kayak gini. Kamu kepikiran soal Rani? Soal aku bantuin dia?

Ary berhenti menata kursi untuk mendengar jawaban Naya. Naya yang masih berisik dengan suara kursinya sendiri kemudian ikut berhenti, dan menoleh ke Ary.

NAYA
Emang kenapa sih kalo aku tanya soal Rani? Kan tinggal jawab aja.
ARY
Aku udah jawab tadi Nay, enggak, itu bukan Rani. Tapi pertanyaanmu itu aneh. Nama Rani kan banyak, tapi kamu kayak ketrigger.
(beat)
Makanya aku tanya, kamu kenapa.
NAYA
Nggak, kalo soal Rani aku uda tau. Aku lebih masalah sama Gladys.

Naya melanjutkan menata kursi. 

ARY
(kaget)
Gladys? Kenapa lagi Nay?
NAYA
Ya penjelasan kamu soal dia masih ngambang aja menurutku.
ARY
Ngambang gimana? Kurang jelas ta?
NAYA
Iya. (nada tegas)

Naya berhenti, lalu menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Menunggu Ary bicara. Ary kemudian membersihkan tenggorokannya, dan mulai berbicara.

ARY 
Sejak putus, Gladys sama aku gak kontakan lagi. Baru kontakan lagi beberapa minggu lalu. Dia ngabari kalo pindah balik ke Surabaya sama ibunya. Papanya barusan meninggal.
(beat)
Terus ya masa aku ga basa basi? Ya aku tanya lah gimana kabar, bela sungkawa. Terus dia balik nanya. Ya gitu-gitu aja.
NAYA
Terus? (muka datar)
ARY
Terus, ya... dia kan nempatin rumah baru. Dia lagi nyari beberapa barang buat ruamhnya. Dia tanya aku, barang ini nyari di mana. Ya aku bantu jawab, nyari info.
NAYA
Terus...?

Ary mulai merasa terpojokkan, terlihat sedikit panik.

ARY
Ya... ya terus dia nyari microwave sama karpet. Aku punya microwave lama, ada karpet ga kepake juga. Jadi aku kasiin ke dia, aku anterin ke rumah.

Nah!! Akhirnyaa!! Naya menaikkan alisnya, tampak puas. Ia ingin tersenyum, tapi berusaha menahannya.

NAYA
Jadi kamu ke rumah dia?? Nah gitu katanya kemarin cuma nanya kabar, basa basi... (sewot)
ARY
Ya aku ke rumah dia cuma buat nganterin barang aja Nay, nggak ngapa-ngapain.
NAYA
Ya tapi kenapa kemarin kamu gak bilang, Ry? Kenapa kamu--

NADA DERING HP Naya maraung-raung, memotong pembicaraan Naya begitu saja. Naya melihatnya. "IBU".

Ia kemudian mengecek jam tangan. Sudah jam 12 lebih 15 menit. Naya meringis, berasa bersalah selarut ini belum pulang. Ia ingin mengangkat telepon itu. Tapi ia dilema.

Ia akhirnya me-reject telepon ibunya. Lalu kembali menatap Ary.

ARY
Siapa?
NAYA
Ibu. Gak penting. Yang aku gak ngerti, kenapa kamu gak cerita semuanya dari kemarin, kenapa baru sekarang?
ARY
(kesal)
Ck, Nay, emang pentingnya apa cerita soal ini ke kamu...? Ini kan nggak ada--

HP Naya meraung-raung lagi. Naya tak punya pilihan selain mengangkatnya.

NAYA
Halo, Bu?
(mendengarkan ibunya)
Lagi di Kafe Biru. Iya, iya ini aku udah mau balik. Iya. Otewe. Udah di depan motor nih.
(mendengarkan ibunya)
Oke. Walaikumsalam.

Naya menutup teleponnya. Ia menghembuskan napas panjang, tampak lelah sekali.

ARY
Udah kamu pulang aja, Nay. Dicari ibumu.

Naya menatap Ary dengan kesal. Ia masih kecewa, tapi ia benar-benar harus pulang. Ia pun mengemasi tasnya, menyelempangkannya di pundak, dan mengambil kunci motornya.

ARY (CONT’D)
Mau aku temenin, dari belakang?
NAYA
(ketus)
Nggak usah.

Pundak Ary turun, ia lemas. Naya langsung berjalan ke arah pintu dan keluar.

ARY
(tak terdengar Naya) Ati-ati, Nay.

Ia mengamati Naya sampai motornya menghilang. Kemudian dihembuskannya napas panjang, digeleng-gelengkan kepalanya, tampak frustrasi. Ia tidak menyangka situasi berubah secepat ini. 

FADE OUT

INT. KANTOR BAHASAKITA — PAGI

FADE IN 

CLOSE UP MARYN (30 tahun, pegawai senior) membawa sekantung besar berisi belasan cake kecil. Terlihat tangannya membagi-bagikan cake itu sambil berjalan berkeliling menyusuri kubikel demi kubikel.

MARYN
(riang gembira)
Ini bingkisan dari acara nikahanku. Doakan langgeng ya.
REKAN KERJA
Wah, selamat ya Mbak Maryn. Makasih kuenya! 

Beberapa rekan kerja lain juga mengucapkan selamat dan berterima kasih, sembari kita tetap mengikuti Maryn berkeliling.

Maryn kemudian sampai di kubikel Naya, dan memberikan cake-nya. Kita melihat Naya, yang wajahnya cukup muram, menerima cake itu.

CUT TO

INT. KUBIKEL NAYA — PAGI

CLOSE UP cake yang dipegang Naya. Ia memperhatikan cake itu. Stau iris besar sponge cake coklat dengan lapisan krim tebal dan irisan stroberi di tengahnya. Satu strawberry utuh menghiasi bagian atasnya. Cake itu ditutup dengan mika silinder dengan PATUNG COUPLE kecil bertengger di atasnya.

Naya mengamati patung couple itu, sambil mengelusnya, meraba lekukannya dengan ibu jarinya.

Pasangan itu tampak bahagia. Ini membuatnya makin sedih. Matanya menerawang jauh, sampai ia tak sadar ada yang mendekati kubikelnya.

Mbak Dilla datang, menghampiri Naya yang melamun dengan wajah muram.

MBAK DILLA
Aduh Putri Cantik. Ada masalah sama Pangeran Tampan?

Naya otomatis menoleh ke Mbak Dilla dan tersenyum, sedikit tersipu. Senyum pertamanya hari ini. Mbak Dilla menggeret kursi dan duduk di sebelah Naya.

NAYA
Yah... Istananya kebakaran.
MBAK DILLA
(kaget)
Oh no... kerjaan orang luar apa ada pengkhianat dari dalam?
NAYA
Hmmm. Masih diselidiki. Kemungkinan orang dalem.

Mbak Dilla tampak tertarik.

MBAK DILLA
Hmm. Apakah pemadam kebakaran udah dipanggil?
NAYA
Hmph. Pangeran Tampan aja masih bingung apinya berasal dari mana. Makanya Putri Cantik gemes banget.
MBAK DILLA
Ouu, not goodNot good. Terus Pangeran Tampan ngapain dong?

Naya mengangkat bahunya, dengan lemas.

NAYA
Pangeran Tampan masih santai... mungkin gak peduli.
MBAK DILLA
Emangnya Putri Cantik gak pengen keluar dari istana aja?

Naya memikirkannya sejenak. Yang ini ia lebih tidak tahu. Ia pun mengangkat kedua bahunya lagi. Mbak Dila hanya memandangi Naya, ekspresinya bertanya.

REKAN KERJA (O.S.)
(dari kejauhan) Mbak Dilla...?

Mbak Dila menoleh ke arah sumber suara. Ia kemudian pamit pada Naya, lalu segera kembali ke kubikelnya.

Pandangan Naya kembali ke cake dan patung couple kecil itu, lalu ke arah jendela besar yang dekat dengan kubikelnya.

CUT TO

INT. JENDELA KANTOR BAHASAKITA — PAGI

Naya melangkah mendekati jendela itu, kedua tangan dilipatnya di depan dada. Ia menerawang jauh, ke arah jalan raya yang sibuk, ke bangunan-bangunan cukup padat yang mengelilinginya.

Lalu ia melihat plang Kafe Biru. Walau tampak kecil dari jendela lantai duanya, Naya mengenalinya dengan sangat baik. Ia tersenyum sejenak, lalu tergantikan oleh kebingungan, kehawatiran, takut, dan semua yang ia rasakan saat ini.

FADE OUT


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar