Meow Kamu Kok Gentayangan
7. PART 7

PART 7:

EXT.: Kuburan, pagi hari.

Begin montage:

Sekumpulan orang berdiri di depan makam Mbok Jannah. Zea dan Tajir (sudah berganti pakaian) berdiri di belakang kerumunan. Lalu orang-orang pulang. Hanya tinggal seorang laki-laki paruh baya (Pak Masyhur) dan remaja perempuan (Aurora).

End montage.

Pak Masyhur dan Aurora memakai faceshield.

Tajir: Permisi, apa anda Pak Masyhur?

Pak Masyhur: Siapa ya?

Tajir: Saya Tajir, ini Zea.

Pak Masyhur: Oh, den Tajir putra majikan ibu saya, dan dek Zea, yang dulu punya kucing bernama Yummy kan? Ibu saya sering cerita. Terima kasih sudah datang. Oh, ya ini anak saya, Aurora.

Aurora: Bagaimana kalau berbincangnya di rumah saja?

Tajir: Oh ya, biar sekalian tahu rumah Pak Masyhur.

Pak masyhur: Benar. Ayo ke rumah saya.

Cut:

INT.: Rumah Pak Masyhur, pagi hari.

Tajir, Zea dan Pak Masyhur duduk di karpet.

    Pak Masyhur: Maaf rumah saya seperti ini.

    Tajir: Tidak masalah pak. Em, begini pak, pertama-tama, ini bagaimana ceritanya bapak pindah?

Pak Masyhur: Sebenarnya sejak dulu kami sekeluarga, saya, ibu, ingin pulang kampung, tinggal di desa lagi. Tetapi ya bagaimana lagi, saya dapat kerjaan di kota. Sudah dicoba cari kerja kemana-mana ya syukurlah bisa jadi buruh pabrik.

Zea : Pabrik mana pak?

Pak masyhur: Pabrik SAYOORA-N.

Tajir: Oh, yang produk jajanan itu kan?

Pak Masyhur: Iya, betul. Saya sudah kerja di sana bertahun-tahun, tapi karena corona saya kena PHK. Jadi saya pulang ke desa. Ya, kita ambil positifnya saja, setidaknya dengan begini saya akhirnya pulang.

Tajir: Terus bapak sekarang kerja apa?

Pak Masyhur: Kemarin saya memotong rumput tetangga, dapat uang. Tapi ya kalau pekerjaan tetap belum ada.

Zea : Memotong rumput? Em, kalau jadi buruh tani bapak mau?

Pak Masyhur: Selama halal ya saya mau. Saya cuma orang miskin, kalau terlalu pilih pekerjaan, nggak akan bisa membiayai hidup. Walaupun penghasilannya kecil tapi lebih baik daripada tidak bekerja.

Tajir: Iya pak. Walaupun sedikit, kalau ditabung juga bisa jadi banyak.

    Zea : Berarti bapak setuju. Kalau begitu bagaimana kalau bapak ikut kelompok buruh tani? Saya juga ikut kelompok buruh tani, tapi yang perempuan. Ada banyak pekerjaan pak, kita bisa milih, dari persiapan lahan, nanam benih sampai panen, soalnya sudah ada kerja sama dengan para pemilik lahan, kalau mereka butuh bantuan buruh tani.

Pak Masyhur: Bukannya dek Zea sekarang harusnya masih sekolah?

Zea : Iya pak, buat nambah-nambah tabungan. Juga saya kan punya kucing. Biayanya lumayan. Terutama kalau lagi sakit.

Pak Masyhur: Oh begitu. Em, Saya pasti ikut kelompok buruh tani. Terima kasih dek Zea.

Tajir: Jadi, apa makam Mbok Jannah dipindahkan karena bapak pindah? Atau memang pesan Mbok Jannah?

Pak Masyhur: Ya, pertama memang semasa hidup mbok ingin sekali pulang. Kedua, saya kan juga sudah tinggal di desa. Jadi biar mudah berziarahnya.

Tajir: Benar Pak. Mending dipindahin sekalian biar nggak repot waktunya, biayanya, cape’nya.

Zea : Tapi ini mindahin makam pasti keluar banyak. Apalagi saat corona begini keuangan kan sulit. Mengapa tidak menunggu corona berakhir?

Pak Masyhur: Mengenai keuangan saya mendapat bantuan pemindahan makam dari pemerintah.

Zea : Mohon maaf, apa bantuan untuk keluarga kurang mampu?

Pak masyhur: Bukan, tapi karena corona. Begini, kan pasien corona yang meninggal semakin banyak, terus jenazahnya juga tidak bisa dimakamkan di TPU biasa. Kebetulan TPU ibu saya dimakamkan, memenuhi syarat. Akhirnya TPU ibu saya yang dipilih.

Tajir: Terus bagaimana dengan jenazah lain yang sudah dimakamkan di sana?

Pak Masyhur: Nah, kebetulan TPU ini masih baru. Mungkin sekitar dua tahunan. Jadi yang dimakamkan di sana masih sedikit. Sama ibu saya, totalnya hanya tiga orang. Kami semua setuju memindahkan makam.

Zea dan Tajir susah percaya.

    Zea : Hanya tiga orang?

Pak Masyhur: Lokasinya memang jauh dari perumahan, di pinggiran kota. Jalannya juga susah, belum diaspal. Kalau hujan becek. Jadi wajar kalau yang dimakamkan masih sedikit.

Zea dan Tajir mengerti.

Aurora datang membawa minuman, ramuan empon-empon.

Zea dan Tajir: Terima kasih.

Pak Masyhur: Aurora, duduk dulu sini.

Aurora: Aurora masih harus mengumpulkan data diri pak.

Pak Masyhur: Kamu sudah yakin mau milih jurusan apa?

Aurora: Belum sebenernya. Sekarang semua persyaratannya dipenuhi dulu. Nanti kalau sudah jelas mana yang dipilih, baru dikirim ke sana.

Pak Masyhur: Oh ya sudah kalau begitu.

Aurora ke kamarnya.

Pak Masyhur: Anak saya, tahun ini menang lomba di Jakarta. Syukurlah dapat beasiswa dari penyelenggara lomba. Sekarang bingung ini mau kuliah dimana.

Tajir: Aurora pintar sekali pak. Selamat ya pak.

Zea : Ngomong-ngomong pak, em, mbok jannah cerita apa saja tentang kami? Mungkin kami pernah punya salah ke mbok, tapi kami tidak sadar. Waktu itu kami masih kecil soalnya.

Pak Masyhur: Tidak pernah. Ibu saya justru sangat menyayangi den Tajir dan dek Zea, sama kucingnya juga, Yummy. ibu saya sebenarnya ingin sekali bertemu dengan kalian tetapi Tuhan berkehendak lain.

Zea : Nasib memang siapa yang tahu pak. Yummy juga sudah meninggal.

Pak msyhur: Eh? Kapan?

    Zea : Beberapa hari yang lalu.

“permisi” (off-screen). Suara dari luar.

Pak Masyhur: Maaf. Saya permisi sebentar.

Pak Masyhur keluar. Aurora keluar dari kamar dan mengikuti pak Masyhur. Aurora kembali ke ruang tamu. Aurora terlihat cemas.

Tajir: Aurora selamat ya, menang lomba, dapat beasiswa.

Aurora: Terima kasih.

Tajir: Lomba di Jakarta ya?

Aurora: Iya. Lomba cerdas cermat.

Tajir: Beasiswanya harus di jakarta juga?

Aurora: iya. Peraturan beasiswanya harus kuliah di Jakarta.

Tajir: Ngomong-ngomong, Aurora sudah memilih kuliah dimana?

Aurora: Belum, masih bingung.

Tajir: Kalau jurusan? Sudah memilih jurusan apa?

Aurora: Saya juga masih bingung.

Zea cemburu.

Zea : Ehem. Ngomong-ngomong Aurora, apakah kamu tahu kalau mungkin Mbok Jannah memiliki suatu dendam?

Aurora: Saya kurang tahu.

Zea : Dendam kepada kami maksudnya?

Aurora: Jelas tidak mungkin. Nenek justru sangat sayang sampai ingin sekali bertemu lagi dengan kalian.

Zea : Oh, jadi keinginan terakhirnya ingin bertemu kami.

    Aurora: Keinginan terakhir?

Tajir: Aurora, kalau kamu bingung jurusan mana, disesuaikan sama mata pelajaran yang kamu suka atau yang kamu berbakat.

Aurora: Kalau mata pelajaran yang disuka ya hampir semua saya suka. Kalau yang berbakat ya nilainya standar semua, tidak ada yang lebih menonjol.

Zea : Dulu Mbok Jannah pernah cerita kalau mbok ingin putranya jadi dokter hewan.

Aurora: Nenek pernah cerita. Tapi sayangnya pas bapak lulus SMA, biaya kuliah masih terlalu mahal, akhirnya bapak langsung kerja.

Tajir: Tapi sekarang kerja keras bapak terbayar. Bisa memiliki anak yang cerdas seperti Aurora.

Aurora tersipu.

Zea : Apa Aurora ingin meneruskan impian Mbok?

Aurora: Dulu saya pernah bercita-cita menjadi dokter hewan, supaya nenek bisa bahagia. Tapi sekarang nenek sudah meninggal, saya merasa sudah tidak ada gunanya lagi.

Zea : Jangan berpikir begitu. walaupun telah meninggal, Mbok Jannah pasti akan sangat bahagia kalau Aurora bisa jadi dokter hewan.

Tajir: Benar kata Zea. Tapi mungkin Aurora memiliki cita-cita lain. Teman saya ini, waktu kecil katanya ingin menjadi dokter hewan tapi sekarang malah kuliah di pertanian.

Zea : Jir! Ngapain kamu cerita-cerita tentang aku? (berbisik)

Tajir: Kamu dari tadi cemberut terus. (berbisik).

Zea : Ha? (Zea kesal).

    Tajir: Jadi bagaimana dengan Aurora?

Aurora: Sebenarnya saya juga kagum dengan dokter hewan. Walaupun saya tidak memiliki hewan peliharaan di rumah, saya ikut ekskul “animal care” di sekolah. Jadi kami sering menolong binatang yang terluka di jalan. Kadang-kadang saya juga membawa beberapa pulang untuk dirawat sementara di rumah.

Tajir: Menurut saya ya, Aurora, kamu itu sebenarnya suka sekali dengan binatang. Kamu terlihat senang sekali membicarakannya.

Aurora: Masa’? Em, mungkin. Tapi nenek sudah tiada. Rasanya..hiks, saya teringat nenek lagi hiks, maaf.

Aurora membasuh air mata.

Aurora: Kalau menjadi dokter hewan, saya akan teringat nenek. Saya takut saya akan sering menangis.

Tajir: Tetapi nenek pasti bangga sama Aurora.

Aurora: Iya.

Zea : Di beberapa daerah profesi dokter hewan masih langka. Setelah Mbok jannah pergi saya kesulitan mencari dokter hewan. Akhirnya dapat tapi ya jauh sekali. Saya yakin bukan hanya Mbok Jannah yang senang, tetapi juga para pecinta binatang.

Tajir menoleh ke Zea.

    Zea : Apa? (bisik)

Tajir tersenyum.

Tajir: Menurutku, walaupun sedih jika teringat Mbok Jannah, bukan berarti malah tidak mau mengingatnya. Mbok Jannah pasti sangat sedih jika dilupakan.

Aurora: Ah! Nenek maaf.

Pak Masyhur dan seorang pemuda datang.

Pak masyhur: Loh, Aurora kenapa menangis?

Aurora: Aurora teringat nenek, bapak.

Pak Masyhur: Kenalkan, ini pacar aurora, Kutub. Kutub, ini den Tajir dan dek Zea.

Zea senang. Lalu melirik Tajir. Tajir terlihat biasa saja. Zea bingung.

    Zea : Kalau begitu kami permisi dulu.

    Pak Masyhur: Lho, nggak pa pa.

    Zea : Saya harus membantu bapak membakar damen.

    Pak Masyhur: Oh ya, kalau begitu. Kapan-kapan datang lagi ya?

    Tajir dan Zea: Mari pak.

    Pak Masyhur: Mari mari.

    Aurora: Terima kasih (berlinang air mata).

Cut:

EXT.: Sawah, siang hari.

Begin montage:

Zea, Tajir dan Bapak mengumpulkan batang jagung yang kering. Mereka meletakkannya di tengah sawah. Setelah tertumpuk dangan rapi, Tajir membakarnya. Lalu berlari ke samping Bapak dan Zea yang sedang duduk di tanah mengamati. Zea berdo’a.

End montage.

Zea : semoga tidak hujan, semoga damennya bisa jadi pupuk yang menyuburkan, semoga apinya tidak menyebabkan kebakaran..

Zea menoleh ke arah gunung yang terletak cukup jauh di selatan.

Zea (dalam hati): Memang hutannya jauh sih, tapi tetap saja berdo’a.

Zea : ..Semoga arwah Mbok Jannah dan Yummy bisa tenang.

Tajir dan Bapak: Amiin.

    Zea: Tajir, sepertinya ini yang diinginkan Mbok Jannah. Pak Masyhur dapat pekerjaan, dan Aurora jadi dokter hewan.

Tajir: Semoga iya, supaya kamu nggak dihantui lagi.

Cut:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar