MENGEJAR BINTANG FILM
10. BAGIAN SEPULUH
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

SCENE 66# EXT – SUASANA KAMPUNG – SIANG HARI

Hari berikutnya berita heboh, di surat jabar dan televisi memberitakan penemuan empat mayat yang sudah membusuk di gua dekat gunung, ramai sekalai karena banyaknya wartawan ke kampung untuk memburu berita penemuan mayat yang sudah tak dapat dikenali, mayat-mayat tersebut diidentifikasi oleh para dokter forensik bahwa semua mayat tertusuk anusnya oleh batang singkong dan kematian keempatnya karena ditembak oleh pistol. Polisi mencari bukti lain dengan melihat bekas ban mobil dengan roda ban yang tidak ada di kampung ini, akhirnyandipastikan bahwa ban mobil itu adalah ban mobil jeep ber cc sekian, siapa yang punya mobil itu akhirnya dipastikan bahwa Bagja lah yang membawa mobil itu ke arah gua. Banyak yang menyangka bahwa kematian mayat itu adanya karena tumbal penguasa gunung kapur yang garang, macam-macam berita simpang siur, bahkan beberapa wartawan mistik mewawancarai para orang pintar yang salah, karena dapat berita bagus berita itu pun mengacaukan kepolisian yang sudah mendapatkan tertuduh bahwa Bagja lah yang melakukan pembunuhan itu.

Polisi menerima semua laporan kehilangan itu, mencatat dan melaporkan ke pihak para medis untuk identifikasi mayat yang sudah diangkut ke rumah sakit. Semua informasi ciri-ciri Dower, Kohar dan Kodrat diterima kemudian tersebarlah berita bahwa mayat ketiganya memang benar adanya mereka. Tinggal satu mayat yang belum mengakui keberadaanya. Kalau saja “istri” Kucer yang akhirnya membuka mulut bahwa seminggu yang lalu Kucer ditodong pistol oleh seseorang yang membawa kendaraan jeep CJ7 dan membawanya pergi sampai sekarang belum pulang.

Seketika sekampung gempar, siapa yang berani memberantas empat laki-laki perusak kampung ini? Tak ada yang menyangka dan tak ada yang mengira, semuanya masih tanda tanya, di kampung ini tak ada yang mempunyai jeep CJ7 warna biru, mustahil!

Bagaimana pun waktu jugalah yang menyeret polisi mencurigai rumah orang tua Bagja, dengan informasi yang tak dapat disangkal, bahwa beberapa hari lalu mobil CJ7 Bagja nongkrong di dekat mesjid, ditambah dengan keterangan teman-teman kecilnya, maka rumah Bagja langsung digerebek!

SCENE 67# INT – RUMAH BAGJA – SIANG HARI

Bagja di dalam rumah dengan wajah tenang dan pasrah, karena akan tahu bahwa inilah akhir segalanya, lebih dari dua puluh personil polisi mengitari rumahnya, dengan senapan yang siap tembak dan sikap yang siap menghadapi rentetan serangan, tak melawan ketika para polisi itu mendobrak paksa pintu rumah dan masuk dengan cara tidak sopan.

SEORANG POLISI

Anda yang bernama Bagja?!

(Bagja mengangguk, memasrahkan tangannya untuk diborgol dan menurut apa yang diperintah oleh komandan mereka)

SCENE 68# EXT – RUMAH BAGJA – SIANG HARI

Baru saja Bagja keluar beberapa langkah dari rumahnya, orang sekampung sudah berkerumun seperti ada layar tancap. Bapak-bapak, ibu-ibu, orang-orang muda, bahkan anak-anak memaksakan diri menyelusup maju ke depan jalan yang akan dilalaui oleh pembunuh.

Bagja yakin beberapa orang di kampung ini ada yang merasa senang, bahwa empat orang tukang onar telah mati. Karena keempat orang itulah sebenarnya otak dari segala kerusuhan dan otak dari segala kesemerawutan, serta otak dari keonaran kampung ini sedari dulu. Mungkin yang tidak terima adalah para orang tua mereka.

Ada pula yang berdecak tidak percaya bahwa Bagja warga kampung yang sudah beberapa tahun menghilang, ternyata punya keberanian melawan kurcaci kelas kampung yang selama ini ditakuti karena ditunggangi oleh keluarga mereka, terutama bapak-bapak mereka yang preman serta dibantu dari jauh oleh oknum polisi dari sektor kecamatan.

Bagja tidak menunduk, malah ditatap semua wajah-wajah orang kampung yang sangat familiar dengannya, Bagja tahu siapa mereka, Bagja hapal siapa mereka, meski lama tak berada di sini tapi Bagja hapal betul nama-nama mereka. Tiba di jalan raya, Bagja melihat ke tiga temannya Kodir, Kunang dan Dede. Dengan sorot mata yang tajam ditatap mereka dari jauh, ada rasa suka juga ada rasa kesal.

Selamat tinggal teman-temanku, selamat tinggal kampungku…

ISTRI KUCER

(Melempar selop yang terbuat dari kayu menghatam wajah Bagja, tak bisa mengelak dan tak bisa menghindar, selop dari kayu itu mengenai jidatnya dan langsung mengeluarkan darah. Polisi melindungi, tapi Bagja sempat melihat siapa yang melemparkan selop itu ke wajahnya. Dia adalah “istri” Kucer yang setengah laki-laki dan setengah wanita alias wadam!

Dipaehan sia ku-aing!!!!! – (saya bunuh kamu!)Balikeun salaki aing siah! Anjiiingg Siah!! (Kembalikan suamiku)

Warga malah heran dengan perempuan jadi-jadian itu, apa hubungannya dia dengan si Bagja?

Wadam yang bau minyak tawon itu malah disoraki oleh semua warga. Mereka terus berkomentar sampai Bagja masuk ke mobil dan menghilang dari kampungnya sendiri

 

SCENE 69# INT – RUANG TAHANAN POLISI – SIANG HARI

Pintu sel itu didorong kuat oleh seorang polisi berbadan kerempeng dengan kumis tipis setipis kumis ikan lele. Matanya sama sekali tak membuat takut, bibirnya terlalu tebal, rambutnya seperti bulu kucing terkena siraman air, kupingnya caplang dan pipinya menjorok karena keseringan menghisap rokok kretek. Jangan tanya gayanya, petantang-petenteng seperti paling berkuasa di seluruh negeri. Seolah dia paling ditakuti oleh semua penjahat yang tertangkap yang ada di sel busuk ini.

Bagja melihatnya dengan muka masam. Polisi krempeng itu yang menyambutnya dengan kasar,Bagja ditarik bahkan sesekali ditendangnya, Bagja tak melawan – Banyak para wartawan mendekati untuk memoto wajah Bagja dan menanyainya habis-habisan, Bagja s cepat-cepat dimasukan ke sel agar kerumunan wartawan dan orang-orang yang penasaran ingin melihat wajah sang pembunuh segera membubarkan diri di kantor polisi yang crowded!

Ditatap penghuni sel yang berjumlah tujuh orang, semuanya bermuka frustasi dengan rambut botak dan gondrong. Ada yang pasrah, ada yang menyesali perbuatannya tapi ada juga yang berwajah sangat tenang tanpa beban, bermacam-macam wajah tapi satu yang paling menonjol dari wajah mereka adalah mereka semua penjahat! Termasuk Bagja.

Bagja mengambil posisi duduk di pojok ruangan kusam, tanpa bicara, semuanya memberi tempat kemana Bagja hendak menuju, mungkin mereka sudah tahu siapa dirinya kini. Dari hiruk-pikuk tadi, polisi bermulut ember sudah mengumumkan bahwa pembunuh yang membuang mayatnya di gua sudah tertangkap, cerita yang berkembang kemana-mana rupanya sampai juga ketelinga mereka.

SCENE 70# EXT – SUASANA BERITA KORAN, RADIO – SIANG HARI

Semua berita tentang Bagja seketika menyebar lebih dahsyat. Dimulai dari cerita pembunuhan itu sendiri lalu berkembang, bahwa Bagja adalah orang yang sedang mengasah ilmu hitam sehingga harus mengorbankan orang-orang ke gua itu sebagai tumbal – itu cerita mistik kampungan yang dibuat sedemikian kampungan. Cerita lainnya adalah Bagja seorang yang dicari-cari polisi atas pembunuhan berantai di Jakarta yang dendam terhadap orang-orang yang telah melakukan pedofilia – sedikit benar namun masih kurang akurat.

Beberapa sumber yang berkenaan dengan diri Bagja digali habis oleh para wartawan yang aji mumpung untuk menjual oplah korannya. Mereka menanyai kembali orang-orang kampung, malah ada media yang mengupas habis riwayat hidup Bagja sedari kecil hingga sekarang, lengkap dengan foto-foto masa kecil yang tertinggal di rumah. Tersebutlah teman-temannya yang ikut berperan menyumbang cerita dan masuk daftar sumber berita yang dapat dipercaya.

Berhari-hari, berminggu-minggu, Bagja habis diwawancari oleh wartawan yang menyogok polisi untuk mendapatkan penghasilan tambahan, walhasil hanya dengan sekejap saja Bagja seperti selebriti jadi-jadian di dalam sel penjara. Pertanyaan-pertanyaan yang mengumbar nafsu bahkan melenceng dari cerita kriminal sebenarnya membuat Bagja makin marah. Bagja tidak bilang apa-apa pun wartawan memuatnya dengan seenaknya. Mereka pikir Bagja ini bukan siapa-siapa jadi tak pantas juga membela nama baik bahkan harga diri. Bagja tak perduli!



Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar