Mata Matarri
13. Bagian #13

73  INT. RUANG BELAKANG - RUMAH BAPAK SANTOSO – SIANG

Padra menggotong toilet duduk, dan meletakkannya di lantai.

PADRA
Ini toiletnya. Sengaja saya beli yang standart saja Pak, Bu.


Bapak Santoso memandang toilet yang dibawa Padra dan tersenyum.

BAPAK SANTOSO
Emang ada yang gak standar? Kayaknya bentuk toilet ya begini ini?

PADRA
Ada,Pak. Produk terbaru. Toilet duduk tapi kita gak sepenuhnya duduk, tapi ada sandarannya. Lalu kaki kita juga bisa selonjor...
(Tersenyum lebar)

BAPAK SANTOSO
(Tertawa)
Mas Padra ini ada-ada saja.


Suara ponsel Padra berbunyi.

PADRA
Maaf, Pak, saya permisi dulu, kebetulan ada telefon.


Padra bergegas meninggalkan rumah Bapak Santoso.

Di teras, ia menekan tombol terima.

PADRA
Ya, Nek Wanda?


CUT


74  INT. RUANG PETUGAS PANTI ASUHAN TRIBUDI - SORE

Matarri duduk di depan Petugas Panti Asuhan

PETUGAS PANTI
Kamu akan segera bersekolah kembali.

MATARRI
Terima kasih, Bu.

PETUGAS PANTI
Tapi karena kelas untuk tingkat umur kamu tak ada muridnya, mungkin untuk sementara waktu kamu mengikuti kelas sebelumnya.


Matarri nampak bingung.

MATARRI
Mengikuti... kelas... sebelumnya?

PETUGAS PANTI       
Harap maklum, di sini hanya kota kecil, para difabel netra tak banyak ada di sini.


Matarri akhirnya hanya bisa mengangguk.

Saat itulah Padra kemudian masuk dengan sedikit terburu-buru.

PADRA
Selamat sore, Bu. Maaf, saya ditugaskan untuk menjemput Mbak Matarri. Neneknya baru masuk rumah sakit tadi malam, dan ia sekarang satu-satu keluarga yang bisa merawatnya...

CUT


75  INT. RUANG INAP - RUMAH SAKIT – SIANG

Padra membuka pintu ruangan.

Dengan gerakan perlahan, Matarri masuk keruang inap Nenek Dadali, dan duduk di kursi yang ada di sebelah nenek Dadali.

MATARRI
Nenek...
(Ia mencari-cari tangan Nenek Dadali)


Saat menemukan tangan Nenek Dadali, Matarri memnciumnya.

CUT


76  INT. SELASAR - RUMAH SAKIT – SIANG

Nenek Wanda dan Padra melihat dari kaca jendela di luar ruangan.

Nenek Asih dan kakek Udin duduk di kursi.

NENEK WANDA
Kasihan sekali anak kecil itu. Rasanya setiba di sini, semuanya menjauhinya. Ayahnya meninggalkannya begitu saja.... Neneknya mengusirnya... dan sekarang...

PADRA
Tidak semua, Nek. Nenek Wanda baik padanya... Sampai cepat-cepat menyuruhku membawanya ke sini. Kita semua di sini, juga baik padanya...

NENEK WANDA
Ya... hanya tinggal kita yang bisa baik padanya... 


CUT


77  INT. SETAPAK DI KOTA – MALAM

Manjari masih mencoba menelefon. Saat sedang berjalan, tanpa sengaja ia tersenggol seseorang. Ponselnya jatuh dan masuk ke dalam selokan.

Buru-buru Manjari berusaha mengambilnya, namun besi penutup selokan terlalu kecil untuk tangannya.

Seorang anak kecil (10 tahun) datang mendekatinya.

ANAK KECIL
Biar kubantu, Om!


Tapi tangan Anak Kecil itu pun tetap tak bisa masuk seluruhnya.

Lalu seorang Laki-laki berbadan besar (20 tahun) datang.

LAKI-LAKI BADAN BESAR       
Sini! Biar kubantu, Om!

MANJARI
Duh, ini adik yang tangannya kecil saja gak...


Belum sempat Manjari berucap, Laki-laki berbadan besar itu mengangkat besi gorong-gorong itu.

Manjari hanya bisa bengong sesaat.

Tapi begitu sadar, ia segera berjongkok dan memasukkan tangannya ke dalam got. Tapi sampai beberapa saat mengobok-obok selokan itu, ia tetap tak bisa menemukannya.

LAKI-LAKI BADAN BESAR       
Kalau tetap gak ketemu, mungkin sudah terbawa arus ke bawah sana, Om!

Manjari hanya bisa menatap ujung selokan itu dengan tatapan tak percaya.

CUT


78  INT. RUANG INAP - RUMAH SAKIT – MALAM

Pukul 21.00, sudah tak ada siapa-siapa di ruang tunggu dan di selasar rumah sakit.

Hanya tinggal Matarri yang nampak mulai tertidur di kursi tunggu.

Tiba-tiba Nenek Dadali mengigau.

NENEK DADALI
(Mengigau)
Manjari... Manjari...

Matarri terbangun. Segera mendekat ke kursi yang ada di sebelah Nenek Dadali terbaring.

MATARRI
Nenek... 


Tapi nenek hanya diam, seperti tak terjadi apa-apa.

CUT


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar