Disukai
0
Dilihat
673
KDRT: Kebohongan Dalam Rumah Tangga
Drama

Aku pulang ke Indonesia setelah menetap di Kanada lebih dari 20 tahun akibat perceraianku. Hari ini, dua puluh tahun yang lalu. Pengadilan menyetujui gugatan perceraianku, atas dugaan perselingkuhan yang dilakukan istriku, Nadya.

Kala itu aku tak kuasa memendam kekecewaan atas kenyataan pahit yang harus aku hadapi. Apakah ini karma untukku?

Aku tidak menyangka hari itu akan benar-benar terjadi. Tak pernah sekalipun dalam hidupku terpikirkan untuk menceraikannya seperti itu.

Namun, apalah dayaku. Semua perselingkuhan itu Nadya lakukan akibat kesalahanku sendiri. Kesalahan paling bodoh yang seharusnya tidak pernah kulakukan.

Terlebih kepada Nadya, wanita yang paling aku cintai saat itu. Dan mungkin … masih sampai saat ini.

Masih teringat dengan sangat jelas dalam ingatanku kala itu. Selama lima tahun terakhir sebelum perceraianku dengan Nadya, rumah tangga kami dipenuhi dengan emosi negatif.

Emosi yang selalu meluap antara aku dan Nadya. Jika perbedaan pendapat tak dapat lagi kami hindari, kami akan bertengkar hebat.

Adu mulut menjadi suatu hal yang biasa dalam rumah tangga kami. Padahal … pada awalnya kami bangun dengan kasih sayang dan cinta.

Seperti yang terjadi saat itu. Aku baru pulang dari perjalanan bisnisku di Singapura. Aku pulang sudah cukup larut, hampir jam 11 malam.

Nadya telah terlelap dalam tidurnya. Aku membuka pintu rumah dengan sangat hati-hati. Aku takut akan membangunkan Nadya dari tidurnya.

Aku terkejut ketika aku berjalan ke ruang makan untuk mengambil minum di kulkas. Reza, adik lelaki Nadya berada di sana. Dia tampak sedang makan malam sendirian.

“Hey, kak … kau baru pulang?”

Pemuda berambut ikal itu menyapaku dengan ramah. Reza merupakan mahasiswa jurusan arsitek. Dia baru saja diterima di Universitas Indonesia. Letaknya tidak jauh dari rumah kami.

“Iya … aku tidak tahu kamu ada di sini?”

Aku berusaha menyimpan kekecewaanku atas kehadirannya di rumah kami.

“Ah … sudah hampir seminggu. Kak Nadya tidak mengatakannya padamu?”

Aku menggelengkan kepalaku. Bergegas menenggak air putih yang baru saja kuambil dari kulkas.

Aku tidak tahan melihatnya. Kuputuskan untuk meninggalkannya. Langkahku bergegas menuju kamarku untuk membangunkan Nadya.

“Nad … bisakah kamu bangun sebentar?”

Aku meraih bahunya yang kecil. Menggoncangkannya cukup keras untuk membuatnya terbangun.

Nadya terlihat sangat terkejut dengan kehadiranku. Ekspresinya cukup kesal karena aku membangunkannya.

“Tidak bisakah kau bangunkan aku lebih lembut lagi?”

“Oh, sepertinya tidak. Dan aku tidak tahu mengapa adikmu ada di sana? Di ruang makan kita?!”

“Dia akan tinggal di sini untuk beberapa hari.“

“Di rumah ini? Bersama kita? Bagaimana mungkin kamu menyetujuinya?“

“Ayah memintaku melakukannya, Dipta. Dia belum menemukan tempat tinggal.”

“Tidak Nadya! Dia tidak akan tinggal dengan kita!”

“Mengapa tidak?”

“Ini rumah kita. Aku tidak ingin ada orang lain selain kita!”

“Kamu gila, Dipta! Dia adikku ….”

“Aku tahu! Keluarkan dia dari sini segera!”

Aku tidak paham bagaimana kemarahanku memuncak. Terlebih, setiap kali mendengar Nadya lebih memberikan perhatiannya pada orang lain selain diriku.

Meskipun itu keluarganya, hal itu membuat dadaku sesak. Aku tak ingin dia melakukannya untuk orang lain.

Nadya keluar dari kamar kami dengan tatapan kesal padaku. Dia terpaku di depan pintu. Kulihat Reza berdiri tak jauh dari kamar kami.

Aku yakin Reza mendengarkan semua pertengkaran kami. Nadya berjalan mendekati adiknya. Suaranya terdengar lembut saat berbicara pada adiknya.

“Reza … itu tidak seperti yang kamu pikirkan. Masuk kamarmu sekarang.”

Aku melihat ke arah Reza yang juga menatapku. Dapat kurasakan jika tatapannya penuh amarah.

Aku mengalihkan pandanganku dengan cepat. Bergegas menghampiri Nadya. Segera setelah Reza masuk ke kamar rumah kami di lantai atas.

“Oh … jadi sekarang dia bahkan sudah punya kamar di rumah ini?”

“Hentikan, Dipta! Aku lelah dengan omong kosongmu itu!”

“Aku juga lelah Nadya. Kamu telah berjanji padaku. Kau tidak akan membiarkan siapapun masuk rumah kita. Tapi apa yang kau lakukan?”

“Dia adikku! Bagaimana mungkin aku menolaknya?”

“Kamu bisa saja membiarkan dia tinggal di hotel.”

“Ayah tidak akan membiarkannya.”

“Kalau begitu carikan dia tempat tinggal dulu sebelum masuk kuliah.”

“Ayah menghendaki tempat paling dekat dengan kampusnya. Di sana semuanya sudah penuh. Apa salahnya jika dia tinggal disini?”

“Jadi kau memang menginginkan itu?”

Aku melangkah lebih dekat ke arah Nadya. Dia memalingkan tatapannya dariku.

“Kamu sudah merencanakan ini sejak awal kan? Agar dia tinggal dengan kita seperti ini?”

Nadya tidak menjawabku dan hanya menggelengkan kepalanya. Aku menekannya kembali. Seakan amarahku tak dapat aku kendalikan sepenuhnya.

“Jawab aku Nadya!”

Aku semakin membuatnya terpojok ke dinding dekat kamar kami. Nadya mulai meronta saat tanganku dengan kasar memegang kedua pipinya. Seketika itu juga turun mengarah ke lehernya.

“Kau tahu aku tidak suka ada orang lain selain kita di rumah ini. Tapi apa yang kau lakukan, huh? Kau melanggar perjanjian kita, Nadya. Aku tak percaya kau melakukannya!”

Aku berbisik ke telinganya. Kurasakan semakin erat tanganku mencengkeram lehernya. Tatapan kemarahan yang menguasai mataku tertangkap oleh Nadya.

Aku merasakan badanku mulai panas. Menjalar di sekujur tubuhku dengan cepat. Amarahku tak dapat kukendalikan.

Mataku menatap Nadya yang mulai meronta. Dia meneteskan air matanya. Namun tak kulepaskan cengkeramanku pada lehernya.

Bukannya melepaskannya, aku justru menekan tanganku lebih keras. Sangat keras hingga membuatnya tersedak saat aku melepaskannya.

Aku meninggalkannya jatuh tersungkur di depan kamar kami. Langkahku bergerak cepat menuju tempat tidur.

Itu adalah pertama kalinya KDRT terjadi dalam rumah tangga kami. Dulu, tak pernah sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk menyakitinya. Apalagi … membuatnya menangis.

Saat ini aku tersadar. Cintaku untuknya saat itu berubah menjadi obsesi yang sangat mengerikan.

Setelah kejadian itu aku berusaha minta maaf pada Nadya. Dia memaafkanku. Namun, hal tersebut tidak membuatku jera. Hanya memperburuk obsesiku terhadapnya.

Aku bahkan tak segan untuk menamparnya. Terkadang … aku juga memukulnya dengan keras. Sangat mudah bagiku melakukannya. Terlebih, saat keinginanku tidak dipenuhi oleh Nadya.

Masalah sederhana akan menjadi rumit bagi kami. Dan itu selalu berujung pada kekerasan yang aku lakukan.

Aku akan selalu mengulanginya lagi dan lagi. Kemudian meminta maaf padanya lagi dan lagi. Nadya akan memaafkanku lagi dan lagi.

Begitulah lingkaran setan itu terjadi. Seakan tak pernah ada ujungnya untuk berhenti selama hampir dua tahun.

Tiga tahun sebelum perceraianku dengan Nadya. Kala itu aku mulai tersadar ketika Nadya melayangkan gugatan perceraian atas isu KDRT dalam rumah tangga kami.

Aku melakukan apapun yang aku bisa untuk mempertahankan rumah tanggaku dengan Nadya. Aku berusaha minta maaf padanya.

Kulakukan apapun yang aku bisa pada Nadya. Kuulangi lagi dan lagi sehingga perceraian itu tidak terjadi.

Tiga bulan setelah Nadya melayangkan perceraiannya padaku, kami kembali rujuk. Kami mulai hidup bersama seperti biasa.

Satu tahun pertama kami setelah itu, aku merasa semuanya baik-baik saja. Kami cenderung sedikit saling berbicara. Hal itu mengurangi potensi adu mulut di antara kami.

Setidaknya hal itu yang dapat aku pikirkan saat itu. Aku ingin menjadi lebih baik lagi untuk Nadya. Juga … untuk rumah tangga kami.

Aku memutuskan untuk lebih banyak menjalankan bisnisku di luar negeri. Hal itu berrtujuan untuk menghindari terlalu sering bertemu dengan Nadya. Namun … itu sangat menyiksaku.

Setiap kali aku pulang ke rumah satu minggu sekali, aku menjadi sangat terobsesi padanya. Hal itu tidak lain karena aku sangat senang setiap kali pulang ke rumah.

Nadya selalu menyambutku kala itu. Memperlakukanku dengan sangat baik. Dia juga menuruti semua keinginanku.

Ternyata semua itu hanya ilusi. Kebahagiaan yang aku rasakan seakan tak pernah nyata.

Sampai suatu ketika, aku menemukan Nadya memiliki hubungan romantis dengan Kalis. Mantan pacarnya saat SMA. Aku tidak bisa hanya terdiam mengetahui hal itu. Akupun menggila kala itu.

Beruntung Reza mengetahui pertengkaran kami. Dia mencegahku untuk mengulangi KDRT yang telah lama terkubur dalam rumah tangga kami.

Aku menahan amarahku selama selama tiga bulan. Tak kuasa lagi aku menahannya. Hingga akhirnya kulayangkan gugatan perceraianku atas perselingkuhan yang dilakukan Nadya.

Pengadilan berusaha membuat kami berdamai untuk rujuk. Namun hasilnya nihil. Berbeda dengan aku yang ingin pernikahanku dapat diselamatkan, Nadya memutuskan untuk mengabulkan gugatanku untuk bercerai.

Dan … pada hari ini, setelah 20 tahun berlalu dari perceraianku. Aku berdiri tepat di depan rumah Nadya yang dulu kami tinggali bersama.

Aku tidak kuasa membiarkan air mataku menetes setelah berdiri di depan rumah kami. Tanpa kusadari, aku mengingat semua kenanganku bersama Nadya.

Kenangan pahit itu seakan tidak pernah berhenti menghantuiku selama 20 tahun ini. Seberapa keras aku mencoba mengindarinya, rasa penyesalan atas KDRT yang kulakukan itu menyiksaku selama sisa hidupku.

Aku menjalani hari-hariku dengan berbagai konsultasi psikologi, pengobatan, hingga terapi. Namun, semua itu tidak membantuku sama sekali. 

Aku hidup selama 20 tahun dalam rasa penyesalan yang hebat. Penyesalan yang tak akan pernah dapat kuperbaiki.

Andaikan saja waktu dapat kuputar kembali. Aku sangat ingin memperbaiki semuanya.

Oh, andai saja mesin waktu datang dan berpihak padaku. Tak akan pernah sekalipun dalam hidupku untuk melakukan KDRT pada Nadya, istriku yang sangat kusayangi.

Aku kembali ke Indonesia sesegera mungkin setelah mengetahui fakta yang tidak pernah kuduga. Perselingkuhan Nadya yang menjadi penyebab perceraian kami adalah kebohongan.

Kebohongan dalam rumah tangga kami, Nadya buat dengan sengaja. Perselingkuhan itu tak pernah ada.

Namun, aku paham. Hal itu adalah satu-satunya cara yang membuat Nadya dapat terlepas dari diriku. Dari kejamnya obsesi cinta yang kumiliki untuknya.

Nadya meminta Kalis untuk melakukan rekayasa perselingkuhan itu. Bahkan, lengkap dengan semua bukti-bukti yang cukup kuat. Hal itu dimaksudkan agar gugatan perceraian yang kulayangkan diterima oleh pengadilan.

Aku tak menyangka Nadya akan melakukan itu untukku. Namun, ketika aku memikirkannya kembali … meskipun pahit aku akui bahwa itu adalah cara terbaik.

Hanya itu satu-satunya cara untuk Nadya. Agar dia bisa terlepas dari ancaman KDRT yang mungkin dapat kuulangi lagi. Kapanpun itu.

Saat ini, aku masih terpaku berdiri di depan mobilku. Aku bahkan tidak berani mengetuk pintu rumah Nadya.

Aku terperanjat saat melihat Nadya keluar dari rumahnya. Jantungku berdegup kencang melihatnya. Dia tampak tersenyum melihat ke arah ponselnya.

Nadya terpaku saat menoleh ke arahku. Kudengar suaranya yang lembut memanggil namaku. Kebingungan terpancar di wajahnya.

“Dipta?”

*** End ***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@marydice : betul kak, setuju ... seperti kebanyakan makan juga bikin sakit perut, hehee ...
sesuatu yang berlebihan itu memang nggak baik....hufff
Rekomendasi dari Drama
Rekomendasi