11. 10

INT. RUMAH FAJRI - KAMAR - AFTERNOON

Fajri baru saja pulang dari rumah Diana. Rumahnya sepi, hanya ada Adel yang baru selesai mandi.

FAJRI

Mau kemana lo? Tumben keramas sore-sore gini.

ADEL

Mau main ke rumah Kak Laura.

Fajri mengangguk paham.

ADEL

Lo gak ngelatih badminton? Kan sekarang hari Sabtu.

FAJRI

Gue off dulu sampe UN.

ADEL

Oh, gitu. (beat) Btw di rumah gak ada makanan, Mas. Mama lagi ngegosok baju di rumah Bu Sari, Bapak lagi sibuk gak tau ngapain. Gue pikir lo pergi sampe malem. Tau gitu tadi gue gorengin ayam goreng

FAJRI

Baik banget lo akhir-akhir ini, jadi curiga gue.

ADEL

Oh, tentu saja.

Adel mencium jari-jarinya, lalu meniupkan kecupan ke kakaknya.

Fajri menggidikkan badannya.

FAJRI

Idih, geli gue.

Adel tertawa.

ADEL

Yaudah, gue pergi dulu, ya. Bye.

Adel berlalu pergi ke luar rumah.

FAJRI

(berteriak)

Jangan pulang malem, awas aja!

ADEL (O.S)

Iya, ntar pulang pagi!

Fajri menggeleng.

Ia membuka kemejanya, menyisakan kaus hitam polos dan celana jeans di tubuhnya. Fajri merebahkan tubuhnya di ranjangnya. Ia menatap langit-langit kamarnya.

INT. RUMAH DIANA - RUANG TAMU - DAY (FLASHBACK)

Fajri mendekatkan badannya ke arah Dion.

DION

Cari beasiswa, lalu ambil kelas karyawan.

FAJRI

Mana mungkin?!

DION

Mungkin. (beat) Dekati Marvin, Ayahnya bisa ngasih itu untuk kamu.

Fajri terbelalak, ia tidak berkedip sama sekali.

DION (CONT'D)

Kamu harus masuk ke perusahaan asuransi swasta yang sama dengan ayahnya Nana, atau bahkan lebih dari itu. Tapi, sebelum kamu masuk, kamu harus mendapatkan gelar. Saya dengar dari Nana kalau kamu termasuk siswa yang cerdas. Kamu tetap bisa menyalurkan hobi badminton-mu, bahkan membuka kelas sendiri di usia 30-an.

Fajri tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Spontan tubuhnya menjauh dari Dion.

FAJRI

Tapi, Om, gimana kalau Marvin tau?

Dion kembali menggoyangkan jarinya, menyuruh Fajri kembali mendekat. Fajri hanya melirik ke arahnya.

DION

Itu urusan saya. Saya tau kalau Marvin sering membantu pengobatan dan perawatan Nana karena menjual gitarnya, bahkan saya tau dimana dia membuat replika. Dia pasti nggak mau orang tuanya tau, kan? Tugas kamu cuma satu: mendapati beasiswa. Setelah kamu mendapatkan beasiswa, kamu bisa kencan dengan Nana tanpa sembunyi dari Marvin.

FAJRI

Tapi, kalo gitu, saya akan kehilangan...,

Omongan Fajri terhenti.

INT. RUMAH FAJRI - KAMAR - AFTERNOON

Fajri terbaring sembari menatap langit-langit kamarnya, ia terlihat sedih. Ia menutup wajahnya.

FAJRI

Tapi, kalo gitu, gue akan kehilangan ... sahabat gue.

Tangan Fajri beralih ke pilipisnya, ia memijit pelan pelipisnya.

Tiba-tiba saja terdengar suara notifikasi ponsel dari lemari buku mereka. Fajri bangun, ia mengambil ponsel yang ternyata milik Adel. Ponsel Adel tidak dikunci, Fajri bisa melihat ada pop-up pesan yang bertuliskan: "Aku udah sampe, Sayang." dari seseorang dengan foto profil laki-laki.

Fajri ingin meng-klik pesan itu, tapi tidak jadi. Ia pun merogoh kantung celananya dan mengeluarkan ponselnya. Fajri mencari nomor seseorang, lalu menaruh ponselnya di telinga kirinya.

FAJRI

Hallo, Ra?

LAURA (O.S)

Iya?

FAJRI

Lo dimana?

LAURA (O.S)

Di sekolah, baru mau pulang. Kenapa?

FAJRI

Kayaknya Adel ngebohongin gue.

LAURA (O.S)

(gagap)

Ma-maksud lo apa?

FAJRI

Tadi dia bilang mau main sama lo, tapi ternyata HP-nya ketinggalan. Nah...,

LAURA (O.S)

(memotong)

Terus, lo baca chattan gue sama dia?

FAJRI

Bukan. Dengerin dulu. Masa barusan ada chat dari cowok, segala pake embel-embel 'Sayang' lagi.

LAURA (O.S)

Ya ampun, gue kira apa. Bikin panik aja, sih. Wajar kali, Mas.

FAJRI

Wajar gimana?

LAURA (O.S)

Ya umurnya tahun ini udah 15 tahun. Wajar lah udah suka-sukaan sama cowok.

FAJRI

Lah, lo aja gak punya pacar sampai sekarang. Masa adek gue udah?

LAURA (O.S)

Ih, kan gue bilang suka sama cowok. Ya wajar aja, sih.

FAJRI

Emang lo udah suka sama cowok, Ra? Belum, kan?

Laura tidak menjawab.

FAJRI (CONT'D)

Ra?

LAURA (O.S)

Hm.

FAJRI

Apa gue samperin aja kali, ya? Atau gue chat pake HP Adel sekalian? Ini anak bukannya belajar malah pacaran.

LAURA (O.S)

Gak usah. Adel juga punya kehidupan kali. Gak usah buka HP-nya. Biarin, itu privasi dia. Lagian kan lo mau daftarin dia di sekolah gue.

FAJRI

Ya, iya, sih. Tapi...,

LAURA (O.S)

Udah, jangan terlalu ngekang. Lagian Adel juga pasti tau batasan, kok.

FAJRI

Oh gitu ya, Ra.

LAURA (O.S)

Yaudah, gue mau pulang dulu. Besok sore ke rumah gue ya, Mas. Gue udah bawa formulir pendaftarannya.

FAJRI

Oh, oke, Ra. Yaudah, thank you, ya.

LAURA (O.S)

Iya.

Panggilan telepon mereka pun berakhir. Fajri menaruh ponsel Adel di lemari buku seperti sebelumnya.

INT. RUMAH DIANA - KAMAR DIANA - MORNING

Diana sedang menyisir rambutnya tepat di meja riasnya. Ia mengenakan dress putih yang sama seperti kemarin. Diana terlihat tidak begitu semangat.

Dian membuka pintu kamarnya, matanya fokus ke arah ranjang Diana yang masih sangat berantakan.

DIAN

Jangan pulang terlambat, ya. Inget, kamu harus dateng ke Dinner Party Tante Mia.

Diana mengembuskan napasnya.

DIANA

Emangnya aku harus banget ikut, ya?

DIAN

Na, kok kamu ngomong gitu, sih? Ini acara ulang tahun Tante Mia, lho. Dia berjasa banget untuk Mama.

DIANA

Iya, aku paham. Karena dulu Tante Mia atasan Mama, kan? Terus hubungannya sama aku apa?

DIAN

Berkat dia, Papa bisa kerja di perusahaan besar dan kami gak perlu pusing nyari uang untuk pengobatan kamu.

Diana menoleh ke arah Dian.

DIANA

Tapi kan sekarang Tante Mia bukan atasan Mama lagi? Terus Papa juga udah... (beat) Intinya, kita udah gak ada hubungannya lagi dengan mereka.

DIAN

Na, mereka orang tuanya Marvin, lho.

DIANA

Iya, aku tau. Tapi aku cuma mau berteman sama Kak Marvin. Aku gak mau terlibat lagi dengan keluarganya dan lingkungan elitnya.

Dian mendekati Diana.

DIANA (CONT'D)

Aku benci mereka. Orang-orang kaya itu. Aku gak tahan, Ma. Aku gak nyaman. Dunia kita dan dunia Kak Marvin tuh jauh banget, Ma. Aku cuma mau berteman dengan Kak Marvin, toh kita udah gak butuh bantuan keluarganya lagi.

Dian menarik dagu Diana agar menatapnya.

DIAN

Kita masih butuh bantuan mereka.

Diana menggigit bibir bawahnya, ia kesal.

EXT. RUMAH DIANA - TERAS - MORNING

Diana berjalan keluar sembari membawa helm putih yang ia beli sepulang dari Ancol, membuka gerbangnya yang tidak begitu tinggi. Terlihat Fajri membuka helmnya, hendak turun dari motornya untuk salim. Namun, Dian menghentikannya.

DIAN

Ah, langsung jalan aja, Fajri.

FAJRI

Oh, oke, Tante. Izin ajak main Nana dulu, ya.

DIAN

Iya, Fajri. Jangan kesorean, ya.

FAJRI

Baik, Tante.

Dian memerhatikan anaknya dan Fajri dari ambang pintu rumahnya.

Diana memakai helmnya, lalu menaiki motor Fajri.

FAJRI

Jalan dulu ya, Tante.

DIAN

(melambai)

Hati-hati, ya.

Ketika Fajri dan Diana telah pergi, Dian tampak cemas. Ponsel Dian berdering, ada panggilan masuk dari Marvin.

INT. MOBIL MARVIN - JALANAN - MORNING

Terlihat Marvin tengah mengendarai mobilnya. Ia sudah sangat rapi.

MARVINTante, nomornya Nana kok gak aktif, ya? Aku sebentar lagi sampai.

EXT. RUMAH DIANA - TERAS - MORNING

Dian memutar matanya, mencari alasan.

DIAN

Vin, tiba-tiba si Nana mau mampir ke rumah temannya dulu. Mungkin sekitar sore baru pulang.

INT. MOBIL MARVIN - JALANAN - MORNING

Marvin mengerutkan dahinya.

MARVIN

Lho, kok, dia malah pergi? Katanya mau cari sepatu dulu?

EXT. RUMAH DIANA - TERAS - MORNING

Dian menggigit bibir bawahnya.

DIAN

Mungkin mau cari sepatu sama temannya kali, Vin.

INT. MOBIL MARVIN - JALANAN - MORNING

Marvin mengerutkan bibirnya.

MARVIN

Yaudah, Tante, aku cari sepatu untuk Nana sendiri aja. Mungkin Nana emang ada rencana, tapi gak enak bilang ke aku.

EXT. RUMAH DIANA - TERAS - NOON

Senyum Dian kembali merekah.

DIAN

Oh, oke, Vin. Tante juga tadi udah bilangin Nana untuk langsung dateng aja ke rumah kamu, gak usah dijemput.

(mendengarkan)

Iya, Vin. Kamu hati-hati di jalan, ya.

Panggilan telepon pun berakhir.

EXT. DEPAN RUMAH FAJRI - NOON

Fajri dan Diana baru saja sampai. Motor Fajri diparkirkan di halaman luar. Fajri membuka helm Diana. Diana melihat ke sekelilingnya.

FAJRI

Maaf, ya, rumah aku cuma kontrakan.

Diana tersenyum.

DIANA

Kenapa harus minta maaf?

FAJRI

Kalau kamu nggak nyaman, bilang aja, ya. Nanti kita langsung makan di luar aja, hehe.

DIANA

Gak mungkin, lah. Yang penting bersih.

Diana mengeluarkan inhaler kecil dari tas-nya.

FAJRI

Oh, tenang aja. Rumah aku bersih, kok. Tadi aku udah ngebayar adek aku untuk beberes rumah, hehe. Gak akan ada debu sedikitpun.

Mereka pun tertawa.

FAJRI (CONT'D)

Btw, kok dress kamu sama kayak kemarin?

DIANA

Dressnya bagus, hehe. Lagi pula habis dari sini kan aku harus ke acara ulang tahun Mama-nya Marvin.

FAJRI

Oh iya, untung kamu ingetin. Aku sebenernya beli ini.

Fajri merogoh saku celananya. Ia membeli jepitan dengan mutiara palsu sebagai hiasannya. Fajri menjepitkannya ke rambut Diana.

FAJRI

Kita gak bisa terlalu lama. Yaudah, kita masuk, yuk.

DIANA

Oke.

INT. RUMAH FAJRI - RUANG TAMU - NOON

Fajri menaruh helmnya di teras, begitupun dengan Diana. Rumah Fajri terlihat sangat rapi. Bagian ruang tamu yang biasa tidak dialasi apa-apa, hari ini digelar karpet. Terdapat air mineral dan beberapa camilan. Namun tidak ada siapapun di sana.

FAJRI

Ma? Del?

Dari balik tirai yang memisahkan ruang tamu dan kamar, Fitri dan Adel muncul. Fitri mengenakan kerudungan dan daster, sedangkan Adel mengunakan kaus putih dan celana training.

Fitri dan Adel terpukau, ia langsung memuji wajah cantik Diana.

ADEL

(bergumam)

Wah, cantik banget.

Diana tersenyum manis sekali, ia menunduk.

FITRI

Ya ampun, cantik sekali. Siapa namanya?

Diana meraih tangan Fitri, ia salim.

DIANA

Diana, Tante. Biasa dipanggil Nana.

FITRI

Oalah. Cantik sekali, Nana.

DIANA

(tersipu)

Terima kasih, Tante.

FITRI

Sini, duduk. Maaf ya, di rumah Fajri gak ada sofa. Jadi duduk di bawah.

DIANA

Gak apa-apa, Tante.

FITRI

Panggilnya Mama aja, gak apa-apa.

DIANA

Iya, Tante ... Eh, maksudnya, Mama.

Mereka berempat pun duduk di atas karpet.

FITRI

Nana sudah sarapan? Mau Mama masakin apa?

Diana menggeleng.

DIANA

Udah sarapan, Ma. Nanti aja siangan dikit, hehe.

ADEL

Kak, kok mau sih sama Mas Fajri?

Diana terkejut, ia tertawa karena tidak tahu mau merespon apa. Fajri mengangkat tangannya, berpura-pura ingin memukul Adel.

FAJRI

(ke Adel)

Rese banget, lo!

Adel menjulurkan lidahnya.

Fitri menuangkan segelas air putih untuk Diana, lalu memberikannya.

FITRI

Ini, minum dulu, Na.

Diana menerima gelas itu, lalu meminumnya.

DIANA

Makasih ya, Ma.

Kita tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi terlihat jelas mereka berempat bercengkrama begitu akrab, sesekali tertawa, saling bergantian berbicara.

EXT. DEPAN RUMAH FAJRI - afternoon

Suasana sore hari dengan matahari yang masih terik di luar ruangan. Fajri, Diana, Fitri, dan Adel keluar dari rumah.

Diana hendak berpamitan. Tangan kanannya salim ke Fitri, tangan kirinya memegang ponsel.

FITRI

Kenapa pulang cepet? Kirain mau sekalian makan malam di sini.

DIANA

Aku ada acara, Tante. Temennya Mama ulang tahun, aku diundang.

FITRI

Wah, sayang banget, ya. Nanti pas liburan panjang, main ya.

DIANA

Siap, Tante.

Diana melihat ke ponselnya.

DIANA

Eh, driver-nya udah sampai.

FAJRI

Ayo, aku temenin sampai gang.

DIANA

Gak usah, kan deket. Katanya kamu juga buru-buru mau ketemu Laura?

FAJRI

Yaudah, kamu hati-hati, ya. Kabarin kalau udah sampai rumah Marvin.

DIANA

Oke. Bye.

Diana melambaikan tangannya, kakinya melangkah menjauh dari rumah Fajri.

Fajri terus tersenyum lebar hingga giginya kelihatan.

FITRI

Gigi kamu kering, Mas.

Fajri menutup bibirnya, ia tersipu.

FAJRI

Apa sih, Ma. Udah, ah, aku mau ke rumah Laura dulu.

Fitri menggelengkan kepalanya, lalu masuk ke dalam rumah. Sedangkan, Adel mengerutkan bibirnya.

ADEL

Selingkuh lu?

FAJRI

Gak lah.

ADEL

Kalo udah punya pacar, harusnya jaga jarak dan jaga perasaan sama Kak Laura juga.

FAJRI

Ya kan pacar gue juga ngizinin. Lagian gue juga gak ada perasaan apa-apa sama Laura.

ADEL

Bukan Kak Nana yang gue maksud, tapi Kak Laura.

Fajri mengerutkan dahinya.

FAJRI

Maksud lo?

ADEL

Tau, ah.

Adel mengempaskan tangannya, lalu ia berbalik masuk ke dalam rumah.

Fajri mengangkat kedua bahunya, tidak mau ambil pusing. Ia pun menaiki motornya yang sedari tadi diparkir di halaman rumahnya.

EXT. RUMAH LAURA - TOKO FOTOCOPY LAURA - AFTERNOON

Motor Fajri baru saja sampai di depan toko fotocopy Laura. Terlihat Laura sudah menunggunya, ia terduduk di balai depan rumahnya dengan satu amplop cokelat besar di pangkuannya.

LAURA

Rapi banget.

Fajri tertawa kecil.

Ia melepas helmnya, turun dari motor, lalu menghampiri Laura di balai. Fajri duduk tepat di samping Laura, tangannya mengambil dokumen itu di pangkuan Laura. Namun Laura memukul pelan tangan Fajri.

LAURA

Buru-buru banget! Gue mau nanya beberapa hal dulu.

FAJRI

Apa, Ra?

LAURA

Tentang beasiswa per-semester yang pernah gue kasih tau. Kan gue bilang ke lo kalo setiap kali ranking satu dapat beasiswa selama satu semester, lo yakin kan kalo Adel mampu?

FAJRI

(mengangguk)

Pasti, Ra. Menurut gue, dia lebih pintar ketimbang gue.

LAURA

Untuk pelajaran umum, mungkin. Tapi ini kejuruan, Mas. Yang dipelajarin teori dan praktek. Pastiin dulu Adel siap atau nggak.

FAJRI

Oh, oke.

LAURA

Alasan lain gue nanyain itu adalah kemarin gue denger dari wali kelas gue, kalau cucu kepala sekolah mau sekolah di tempat gue juga. Dan dia berasal dari SMP Negeri 1.

Fajri melotot.

FAJRI

Hah? SMP Negeri 1? Maksud lo SMP Negeri yang kalo belajar cuma di kasih materi doang, tapi nilainya pada 100 itu?!

Laura mengangguk pasrah.

LAURA

Tau gak yang lebih buruk lagi? Dia pernah menang olimpiade PMR tingkat SMP, MIPA, dan Debat Inggris. Pokoknya susah banget lah nembusnya.

FAJRI

Emang SPP sekolah lo tuh berapa, Ra?

LAURA

Kurang lebih tujuh ratus ribu, Mas.

FAJRI

Kalo naik kelas, ada biaya daftar ulang, ya?

LAURA

Iya, Mas. Di sekolah gue biaya daftar ulang 3,5 juta. Nanti kalo mau PKL bayar lagi 4 juta.

Fajri menelan ludahnya, tangannya kembali memijit pelipisnya.

LAURA

Mas?

FAJRI

Bentar, Ra, gue bimbang banget.

LAURA

Bimbang kenapa? Masalah bayaran ini?

Fajri mengangguk.

LAURA (CONT'D)

Sebelumnya gue udah tanya Om Hadi, Mas. Kenalannya itu Kepala Toko di Fast Mart di persimpangan. Gaji di sana lumayan, Mas, bisa 4,5 jt. Belum lagi bonus lemburan dan hari raya.

FAJRI

Kalo misalkan gue kuliah kelas karyawan, gue bisa kerja di sana?

Laura mengerutkan dahinya.

LAURA

Hah? Lo mau kuliah?

Fajri mengangguk ragu.

LAURA

Ya, nggak bisa, Mas. Kan Fast Mart itu sistem kerjanya shifting. Mereka juga 6 hari kerja, 1 hari libur.

Fajri memijat kembali pilipisnya, perlahan tangannya menjambak pelan rambutnya.

LAURA

Emang lo mau kuliah, Mas?

FAJRI

Gue cuma beranda-andai aja.

LAURA

Bagus, kalo lo emang mau kuliah. Gue dukung, kok.

Fajri mengembuskan napasnya.

FAJRI

Kayaknya impian gue bisa nunggu, deh. Sedangkan Adel, nggak.

Laura melirik Fajri dari ekor matanya, ia pun memposisikan tubuhnya menghadap Fajri.

LAURA

Gue boleh kasih saran?

FAJRI

Boleh.

LAURA

Gimana kalo lo cari SMK Keperawatan yang lebih ... murah?

Laura membuka amplop cokelat yang berada di pangkuannya. Ia mengeluarkan beberapa brosur SMK Keperawatan yang lainnya.

LAURA

SMK Keperawatan Maudy, biaya masuknya cuma 10 juta. Spp-nya, 300 ribu. Temen gue ada yang sekolah di sini, nantinya juga gue magang di tempat yang sama kayak mereka.

Laura mengambil lembaran brosur lainnya. Fajri mengerutkan keningnya, ia melirik tajam Laura yang menunjukan sekolah lebih murah ketimbang sekolahnya.

LAURA (CONT'D)

Nah, ini. SMK Keperawatan Tulip, biaya masuknya cuma 7 juta. Spp-nya sama, 400 ribu. Sama kok bagusnya kayak SMK Maudy dan sekolah gue, SMK Bougenville. Tapi, biaya daftar ulangnya cukup mahal.

Laura mengambil lembaran brosur satunya lagi, tapi Fajri menghentikannya.

FAJRI

Maksud lo nunjukin ini semua ke gue apa, Ra?

Laura menatap Fajri, ia bingung.

FAJRI (CONT'D)

Lo mau bilang kalo Adel gak mampu sekolah SMK lo?

Laura makin bingung.

LAURA

Bukan gitu maksud gue, Mas.

Fajri menggelengkan kepalanya. Ia berdiri, lalu mundur beberapa langkah.

FAJRI

(nada tajam)

Lo nyaranin gue untuk cari sekolah yang lebih murah ketimbang sekolah lo? Seakan-akan ekonomi keluarga lo jauh di atas gue?

Fajri menengok ke atas. Rumah Laura memiliki 2 lantai dan tanahnya sangat luas, ia pun memiliki usaha.

FAJRI

Lupain semuanya. Meskipun gue mampu, gue gak mau dia sekolah keperawatan lagi. Bener kata nyokap gue, dia harusnya masuk SMK Perkantoran aja. Karena cita-cita dia itu cita-cita orang kaya.

Wajah Laura sembab, ia ingin menangis. Ia hanya bisa menunduk mendengar semua perkataan Fajri.

Fajri pun menaiki motornya, memakai helmnya, dan pergi dari rumah Laura.

INT. RUMAH MARVIN - RUANG TAMU - NIGHT

Lantunan lagu terdengar di seluruh ruangan. Banyak orang-orang penting datang. Mereka merupakan atasan dan teman-teman sosialita Mia (41) dan Rico (45). Anak-anak remaja dari orang-orang penting itu pun berkumpul di sofa ruang tengah. Beberapa dari mereka berbisik dan menertawai Diana diam-diam. Sialnya, Diana harus terjebak bersama mereka.

Diana terlihat berbeda dari sebelumnya. Sepatu, gaun, jam tangan, kalung, dan anting, semuanya terpasang di tubuh Diana. Marvin benar-benar mendandaninya.

Terlihat Mia membisiki Marvin sesuatu, mereka berdua melihat ke arah Diana yang sedang terdiam sembari menyilangkan kedua tangannya. Mia pun memberikan Marvin sesuatu yang ia sembunyikan dibalik gaun pestanya.

Marvin berjalan mendekati Diana yang berada di sofa, lalu terduduk di sampingnya.

MARVIN

Hayo, mikirin apa?

DIANA

Gak mikirin apa-apa. Bete. Mau pulang.

Marvin menarik dagu Diana agar menatapnya.

MARVIN

Aku punya sulap!

(mengeluarkan jepitan yang diberikan Mia)

Wah, aku beliin kamu jepitan!

Diana mengerutkan bibirnya, terlihat jelas ia menahan tawanya.

MARVIN (CONT'D)

Senyum dong! Bagus, kan?

Diana mengangguk pelan.

MARVIN (CONT'D)

Kalau gitu, biar aku pakaikan ya...,

Tangan Marvin mencoba untuk mencopot jepitan yang Fajri berikan. Namun, Diana menahannya.

MARVIN

Kenapa? Pakai yang ini aja, Na. Gak kalah cantik, kok. Mutiaranya beneran, hehe.

DIANA

Aku bukan boneka, Kak.

Diana berdiri, meninggalkan pesta begitu saja. Marvin mengikutinya.

EXT. RUMAH MARVIN - TERAS - NIGHT

Beberapa mobil terparkir di depan rumah Marvin. Masih terdengar suara latunan lagu, meskipun tidak sekeras di dalam.

Diana terus berjalan dengan membawa tas kecilnya. Di belakangnya, Marvin mengejarnya.

MARVIN

Na! Tunggu gue. Stop!

Diana mengabaikannya. Ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi driver online.

MARVIN

Lo mau kemana?

DIANA

Kemana pun dimana ketika gue dateng, gue gak perlu dandan mewah dan si tuan rumah memperlakukan gue seperti anaknya sendiri!

MARVIN

Kenapa lo marah-marah gini, sih? Gue kan cuma mau jepitin rambut lo?!

DIANA

Lo pikir gue gak tau, Kak?

Diana menunjuk gaun dan semua aksesori yang Marvin berikan. Diana menangis.

DIANA

High heels, gaun, jam tangan, kalung, anting. Lo mengganti semuanya, karena menurut lo dan orang-orang kaya itu gue cuma style gue murahan. Anak orang miskin yang kebetulan lo sayang sama gue, gabung sama orang-orang elit.

MARVIN

Na, gue gak maksud begitu.

DIANA

Bullshit, Kak! Bahkan lo mau ganti jepitan gue, karena apa? Harganya cuma 15 ribu di pasar? Gue pikir lo beda, tapi ternyata gue terlalu munafik untuk berpikir kalo sebenernya lo sama aja.

Tak lama kemudian mobil hitam mendekati mereka.

Tangan Marvin mendekat, ingin menghapus air mata Diana. Namun, supir taksi online menginterupsi.

SUPIR

Atas nama Diana?

Diana membalikan badannya, ia menghapus air matanya.

DIANA

Iya, Pak.

Diana pun memasuki mobil itu dan meninggalkan Marvin di depan rumahnya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar