2. 2

INT. SEKOLAH - KELAS FAJRI DAN MARVIN - DAY

Bel pertanda jam istirahat berdentang. Marvin dan Fajri masih terduduk di meja mereka. Fajri menunjukan gelgat penasaran ingin bertanya tentang kondisi Diana, tapi ia mengurungkan niatnya. Namun, Marvin sudah menyadarinya.

MARVIN

Kenapa? Ada yang mau lo tanyain?

FAJRI

Eh? Gapapa, sih. Tadi gue liat lo lari ke UKS. Gue denger katanya asma-nya Nana kambuh ya?

MARVIN

(menghembuskan napas)

Iya, Ri. Akhir-akhir ini dia nge-drop mulu. Gue khawatir banget.

FAJRI

Maaf kalau lancang, tapi seberapa parah sih kondisi Diana?

MARVIN

Bahkan dokter aja bilang harapan hidupnya enggak sampe 25 tahun, Ri.

Tatapan Fajri langsung kosong.

MARVIN (CONT'D)

Tapi, mau gimanapun, gue bakalan tetep setia di sampingnya.

FAJRI

(menepuk bahu Marvin)

Lo emang laki, bro! Salut gue, salut!

Mereka berdua tertawa kecil.

INT. SEKOLAH - LAB KOMPUTER - DAY

Hari sudah petang, tapi Fajri masih harus menggunakan komputer sekolah untuk mengerjakan tugas makalah.

GURU

Sampai jam 6 aja ya, Ri, saya juga mau pulang.

FAJRI

Iya, Bu, bentar lagi selesai. (pause) Hm, Bu, printer masih rusak?

GURU

Gak rusak kok, cuma gak ada tintanya aja.

FAJRI

Oh, oke. (nada kecewa)

Fajri mencolokkan flashdisknya dan menyalin fail makalah yang sudah ia kerjakan. Setelah merapikan peralatan yang sudah ia gunakan, ia pun pamit pulang kepada guru dan segera keluar dari lab komputer.

Tiba-tiba saja Fajri mendapati Diana terduduk di kursi depan lab komputer.

DIANA

(tersenyum lebar)

Hai.

Tangan Diana menjulur, seperti meminta sesuatu.

DIANA (CONT'D)

Inhaler-ku udah abis.

Fajri terkejut, ia memalingkan wajahnya. Sedangkan Diana hanya bisa tertawa.

EXT. SEKOLAH - GERBANG SMA - NIGHT

Sepanjang perjalanan ke luar gerbang, Diana kerap bertanya kepada Fajri. Suasana sekolah sudah sepi, hanya tinggal mereka berdua.

Fajri merasa canggung berjalan di samping Diana, namun Diana justru tampak riang sembari memegangi kotak inhaler yang diberikan Fajri.

DIANA

Abis ngapain tadi di lab, kak?

FAJRI

Bikin makalah.

DIANA

Oh, gitu. Kenapa gak di rumah aja? Komputer di sekolah udah lemot, biasa dipake download anime atau enggak drama korea sama anak-anak.

FAJRI

Enggak punya laptop, Dek.

DIANA

Oh, gitu. Harus besok banget ya dikumpulinnya?

FAJRI

(menggeleng)

Enggak, sih. Dikumpulinnya nanti pas hari pertama UAS, tapi gue lebih seneng ngerjain sekarang aja biar enggak keteteran.

DIANA

(mengangguk paham)

Terus sekarang kakak mau nge-print?

Fajri menggeleng.

DIANA (CONT'D)

Lho, terus sekarang kakak mau kemana?

FAJRI

Mau ngajar dulu.

DIANA

Hah?

Ide gila tercetus di kepala Fajri, ia teringat kalau Diana sama sekali tidak bisa ikut pelajaran olahraga sebelumnya.

FAJRI

Mau ikut?

Tanpa pikir panjang, Diana mengiyakan ajakan Fajri. Mereka berdua tersenyum.

Bus berhenti di halte yang berada persis di depan sekolah mereka. Fajri menarik tangan Diana, mengajaknya masuk ke bus itu.

CUT TO :

INT. STADION BADMINTON - NIGHT

Mata Diana berbinar. Ini pertama kalinya ia pergi ke stadion badminton. Dari rah belakangnya, Fajri baru saja mengganti bajunya menjadi kaus olahraga. Tangan kanannya memegang raket dan tangan kirinya menjinjing tas yang berisi kok.

DIANA

Kakak pelatih badminton?

FAJRI

(tertawa)

Cuma pelatih anak-anak SD sampai SMP, sih. Sebentar lagi mereka sampai.

Tak lama kemudian, ada 10 anak mendekat ke arah mereka.

FAJRI

Gue mau pemanasan dulu, ya. Btw, kalo lo mau minum atau nyemil, langsung aja ke kantin di depan. Bilang aja lo temen gue.

DIANA

Oke, Kak!

Diana terlihat sangat bersemangat menyoraki anak-anak yang sedang belajar aturan dasar bulu tangkis. Sorakannya lebih meriah lagi ketika ia melihat LAURA (15) yang seumuran dengannya bermain dengan sangat baik.

DIANA

Gila, keren banget!

Laura mengerutkan keningnya.

FAJRI

Oke, kita akhiri sampai di sini dulu, ya!

Semua anak didiknya kompak berseru senang. Mereka pun satu persatu keluar dari stadion, kecuali Laura yang memilih untuk mengganti bajunya terlebih dahulu.

DIANA

Hah? Udah? Baru satu jam?

FAJRI

(tertawa)

Biasanya satu jam setengah, tapi sebentar lagi mereka ulangan. Jadi, orang tua mereka minta satu jam aja. Kecuali kalau ada anak yang mau kejuaraan, baru sampai dua jam.

Diana mengangguk paham.

FAJRI (CONT'D)

Btw, gue gak bisa nganterin lo pulang, jadi gue minta Marvin untuk...,

DIANA

(memotong)

Kak, dari dulu, gue pengen banget bisa main badminton.

FAJRI

Ya, main, lah. (beat) Eh, maaf, Na.

DIANA

Gapapa, kok. (pause) Sayangnya tiap kali nyoba lari dikit aja, tiba-tiba gue ambruk.

Fajri menggaruk kepalanya, kikuk.

FAJRI

Hm, gimana kalo lo nyoba main?

DIANA

(terkejut)

Main?!

Fajri memberikan sebuah raket ke Diana, ia memposisikan tubuh Diana di salah satu sudut lapangan. Setelah melakukan pemanasan, ia pun mundur sekitar 50 meter.

FAJRI

Lo jangan gerak dari tempat ya, Dek. Kalo emang koknya enggak kena, diem aja di tempat. Tangan lo aja yang gerak, oke?

DIANA

(mengangguk antusias)

Oke, kak, siap! (beat) eh, tunggu dulu.

Diana beranjak mengambil inhaler di tasnya, ia menghirupnya, lalu kembali ke posisinya.

DIANA

Oke, gue siap.

Fajri mulai melauyangkan kok ke arahnya. Berkali-kali kok itu meleset, melewati tubuh Diana. Namun Diana tidak menyerah, sampai akhirnya ia bisa mengenai kok dan memukul kembali ke arah Fajri. Mereka terlihat sangat bahagia.

DIANA

Gila, gue seneng banget. Akhirnya!

FAJRI

Kalo lo mau, kita bisa main kayak gini lagi. Atau sport yang lain. Tapi jangan terlalu ekstrem juga.

DIANA

Serius?!

FAJRI

(mengangguk)

Serius. Pokoknya, gue pasti usahain.

Dari pintu kamar ganti, Laura memerhatikan mereka dengan wajah datar. Tiba-tiba saja ia melihat Marvin datang.

LAURA

(bergumam)

Lho, Kak Marvin?

Awalnya Marvin datang dengan santai, tapi ketika ia melihat Fajri dan Diana sedang bermain badminton, ia langsung berlari ke tempat Diana.

MARVIN

Diana!

Fajri dan Diana terkejut. Marvin menyingkirkan raket dari tangannya.

MARVIN (CONT'D)

Udah gue bilang lo enggak boleh terlalu capek!

Diana terkejut, ia melirik Fajri ketakutan, meminta bantuan untuk menjelaskan kepada Marvin.

FAJRI

Vin, ini ide gue...,

MARVIN

(memotong)

Lo gila ya, Ri? Mau bunuh Diana, lo?

Kalimat tajam Marvin membuat Diana naik pitam.

DIANA

Apa sih, Kak?! Orang Kak Fajri juga sambil jagain aku, kok! Kita niat main cuma 15 menit. Lagian aku juga gak lari-larian.

MARVIN

Tetep aja enggak boleh, Nana!

DIANA

(berteriak)

GUE YANG MAU!

Diana melepar tatapan sinis ke arah Fajri.

DIANA (CONT'D)

Kenapa lo harus nyuruh dia ke sini, sih, Kak?! Gue bisa pulang sendiri!

Diana mengambil tasnya, ia berjalan cepat ke pintu keluar.

Marvin

Na, tunggu, Na.

Lalu mereka berdua meninggalkan Fajri sendirian.

EXT. RUMAH LAURA - TOKO FOTOCOPY LAURA - NIGHT

Fajri masih tertunduk, merasa bersalah. Ia terduduk di balai depan toko. Dari dalam toko, Laura sedang menjilid makalah yang baru saja ia cetak.

LAURA

Covernya warna biasa?

Fajri mengangguk lemah.

LAURA

Totalnya jadi tujuh ribu, Mas.

Masih dengan tatapan kosong, Fajri mengeluarkan uang lima ribu rupiah.

LAURA (CONT'D)

Maaf, gak terima kasbon dan pembeli galau!

Laura pun menyerahkan flashdisk milik Fajri dan terduduk di sampingnya. Fajri terkejut dan mimnta maaf.

LAURA

Lagi mikirin apa sih, Mas?

Fajri

Gue bego banget, deh.

LAURA

(menyilangkan kedua tangannya)

Kenapa lagi?

FAJRI

Gapapa, gapapa.

Fajri berdiri, menambahkan uang yang kurang, dan mengambil makalahnya. Ia hendak berjalan kaki pulang ke rumahnya.

LAURA

Gara-gara cewek tadi, ya? Pacar baru lo, Mas?

FAJRI

(terkekeh)

Pacar baru? Ya kali. (beat) Pokoknya jangan kasih tau Adel, ya, Ra. Awas lo lemes!

Laura mengangguk pelan.

FAJRI (CONT'D)

Btw, gue udah jarang banget ngeliat lo semenjak lo masuk SMK.

LAURA

(menyilangkan tangannya di dadanya)

Kan gue udah jadi anggota OSIS.

FAJRI

Gaya banget, Suster. Haha. Udah ah, gue balik dulu, ya. Makasih udah kasih tumpangan ke sini.

Laura memutar kedua bola matanya dan masuk kembali ke tokonya.

INT. RUMAH Fajri - RUANG TAMU DAN KAMAR - NIGHT

Rumah Fajri merupakan kontrakan tiga petak yang terpisah antara ruang tamu, kamar, dan dapur kecil di belakang rumah. Ada teras kecil di depannya untuk memarkir satu motor.

Sesampainya di rumah, Fajri memarkirkan motornya di teras, mengucapkan salam dan berniat melengos dari ibunya (FITRI, 40) dan adik perempuannya (ADEL, 15) yang sedang menonton TV. Fajri terbaring di kasur, menutup wajahnya dengan bantal. Tiba-tiba saja seuara cempreng khas adiknya nyaring terdengar.

ADEL

Ma, tau gak, katanya temen Dedek, tadi ada yang bawa cewek ke stadion lho.

FITRI

Siapa, tuh?

ADEL

(nada julid)

Ada deh, cowok. Seumuran sama Mas Fajri. Katanya sih ceweknya cantik, tapi cantikan Dedek tetep.

Dari dalam kamar, Fajri mulai mendengrkan baik-baik celotehan adiknya. Tangannya meremas bantalan leher milik adiknya.

FITRI

(tersenyum jahil)

Oalah, ada yang punya pacar lagi maksudnya, Dek?

ADEL

Kayaknya sih gitu. Tapi, Mah, tiba-tiba ada cowok lain yang jemput cewek itu. Mukanya mirip banget sama Kak Marvin!

FITRI

(terkejut)

Wah, bener tuh, Dek? Mirip cerita FTV gitu dong? Kok ceweknya mau berpaling dari cowok ganteng kayak Marvin, ya?

ADEL

Bener banget, Mah. Kalo aku jadi itu cewek juga ogah banget, mending sama Kak Marvin yang prospek hidupnya jelas. Ups, maksudnya yang mirip sama Kak Marvin.

Fajri keluar dari kamar sembari membawa bantalan leher milik Adel. Lalu ia melemparkan bantal itu ke kepala Adel.

FAJRI

Berisik lo! Awas aja kalo gue sukses jadi pelatih!

ADEL

(mengusap kepalanya)

Sakit, tau!

FAJRI

Lagian!

ADEL

(nyolot)

Dih, gak jelas. Siapa juga yang ngomongin lo. Ogah banget! Ya bagus kalo lo sukses jadi pelatih, tapi emang lo ada uang buat dapetin sertifikat pelatihannya? Ngaco.

FAJRI

Ma, bilangin tuh si Adel songong banget sama Mas-nya!

FITRI

(pasrah)

Lagian Dedek juga gak seratus persen salah, Mas.

FAJRI

Maksudnya?

FITRI

(menatap mata Fajri)

Kenapa sih kamu enggak mau coba kerja di restoran Om-nya Laura? Kamu bisa mulai magang dari sekarang. Pas lulus nanti bisa langsung jadi karyawan. Gajinya UMR, dapet tunjangan dan asuransi juga. Kamu tau sendiri mama enggak sanggup bayarin kamu kuliah.

FAJRI

Ma, kan Fajri bilang, nanti Fajri bakalan coba SNM dan SBM.

FITRI

Nilai kelas 11 kamu aja lebih rendah ketimbang kelas 10. Kamu kira pas pembagian rapot kelas 11 Mama gak sempet nanya persyaratannya ke guru kamu? Gara-gara kamu nggak peringkat satu, Mama harus bayar SPP kamu selama satu semester. Lagian segratis-gratisnya sekolah, pasti ada aja bayarannya. Belum lagi ongkos kamu sehari-harinya. SNM yang kamu bilang itu juga pasti ada, Mas, bayangin kalo disuruh bayar tapi kita gak ada uang sama sekali? Malah kamu nantinya diblacklist di semua PTN.

FAJRI

(memotong)

Tapi, Ma...,

FITRI

Kita bukan orang mampu, Mas. Buat makan besok aja kita mikir. Lebih baik kamu kerja dulu, kumpulin uang selama satu atau dua tahun, terus cari kuliahan swasta yang murah dan daftar kelas karyawan. Yang penting dapet gelar, kan? Jaman sekarang yang penting ada gelar, mau bidang kejuruan sama lowongan kerjanya tabrakan juga oke-oke aja. Tuh kamu liat Mas Agil anaknya Bu Tini, dia D3 Broadcasting, tapi sekarang jadi manajer hotel bintang tiga.

Fajri mengembuskan napasnya, pasrah. Kemudian ia terduduk di samping ibunya.

FITRI (CONT'D)

Udahlah, terima kenyataan aja. Kamu itu bukan Marvin yang bisa dapet segalanya.

FAJRI

Ma, aku gak perlu jadi Marvin untuk kuliah.

FITRI

Tetep aja, Mas. Mau kamu jungkir balik gimana juga, Marvin bakalan selalu dapet yang dia mau.

FAJRI

(menggerutu)

Perbandingan Mama selalu aja harta.

Adel melunak melihat ekspresi kakaknya.

ADEL

Gimana kalo lo kerja aja satu tahun, terus lo siap-siap ikut SBM? Jadi, gap-year. Setidaknya kalo ada bayaran, lo udah ada tabungan. Lo kan banyak sertifikat, pas jadi mahasiswa lo bisa sekalian magang. Yang penting lo kerja dulu, Mas. Lo tau sendiri bapak kita cuma driver online musiman yang kerja kalo dia mau aja, mama kita bantu cuci sama berbenah rumah orang. Jangan samain standar hidup lo sama Kak Marvin yang jelas-jelas ayahnya eksekutif sekaligus kepala asosiasi yayasan pendidikan di perusahaan nomor satu di Indonesia. Keluarga kita tuh butuh duit. Makanya gue mau masuk SMK aja.

FAJRI

(mendengus)

Marvin lagi. Kenapa sih semuanya mendewakan Marvin banget? Emangnya Mama dan Adel gak percaya apa kalo Mas bisa dapetin satu hal yang gak bisa Marvin dapetin.

ADEL

Oh, tentu ada. Yang lo dapetin adalah HA-LU.

Fajri cemberut, ia menendang pelan paha adiknya. Lalu ia memijit pelan pelipisnya.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar