Imperfect Family
11. 11. Hilangnya Rasa Kepercayaan

65. INT - RUMAH SAKIT JIWA HARAPAN - RUANG PERAWATAN

Kita melihat wajah Devan yang tampak meremehkan.


PROF. DITO

Mamahmu enggak mau kamu merasa bersalah setelah apa yang kamu lakuin ke ayahmu.
Oleh sebab itu, di depan polisi, mamahmu mengaku kalau dia yang telah membunuh ayahmu. 

(more)


Devan CLOSE — Devan tertawa sarkas


PROF. DITO (CONT’D)

Sejak pembunuhan itu, kamu mengalami trauma hebat yang membuatmu amnesia.
Kamu hanya bisa mengingat setelah peristiwa itu terjadi, sehingga kamu selalu mengira kalau ibumu yang telah membunuh ayahmu. 


INSERT: Devan (5) menangis yang suaranya tersengar memilukan. Matanya melihat Ayu yang ada di depan memegang gunting, sementara tubuh sang ayah telah bersimbah darah di lantai.


ENYAK AINI

(menatap Ayu marah)

DASAR PEMBUNUH!


Ayu CLOSE - Ayu hanya bisa menangis pilu.


Devan menangis. Namun, otaknya terus terngiang ucapan Ayu dan Enyak Aini.


AYU (O.S.)

Mamah mau kamu lupain kejadian malam ini.
Ingat! Kamu nggak salah!
Mamah yang salah, karena nggak bisa jagain kamu.


ENYAK AINI (O.S.)

DASAR PEMBUNUH!


Suara-suara itu terus terngiang, tumpah tindih sehingga semakin lama terdengar tak jelas.


FLASHBACK END


PROF. DITO

Kamu juga menciptakan dirimu yang lain.
Dimas. 
Selain itu, kamu juga menciptakan kenyataan lain, kenyataan palsu, untuk melindungi diri dari trauma, ketakutan dan kengerian atas pembunuhan itu. 


DISSOLVE TO FLASHBACK


66. INT - RUMAH EYANG - RUANGAN - DAY

Eyang Putri hendak menyuapi Devan yang sedang main mobil-mobilan.


Eyang Putri

Ayo, Devan, kamu harus makan. 


DEVAN

(menggeleng)

Enggak mau.
Iiihh … eyang lupa lagi, ya.
Nama aku kan Dimas.
Bukan Devan, Yang.
Eyang udah pikun nih.


Eyang CLOSE — Eyang tampak sedih.

CUT TO:


67. INT - RUMAH SAKIT JIWA HARAPAN - RUANGAN - DAY

Eyang duduk di depan dokter Dito.


PROF. DITO (OS)

Dengan keanehan kamu itu, eyang Putri membawamu ke rumah sakit ini.
Eyang Putri juga sudah menceritakan semua kebenaran yang telah terjadi ke saya.


AINI

(khawatir)

Cucu saya kenapa, dok?


DOKTER DITO

Dalam kasus Devan, anak itu mengalami trauma hebat setelah kejadian nahas itu terjadi, yang mengakibatkan dia amnesia.
Enggak cuma itu, akibat trauma yang diderita Devan, anak itu juga menciptakan dirinya yang lain.
Sehingga dia menyebut namanya adalah Dimas.


Eyang tampak sedih setelah mendengar itu.


FLASH BACK END

CUT BACK TO:


68. INT - RUMAH SAKIT JIWA HARAPAN - RUANG PERAWATAN

Kita melihat Devan yang hanya diam di atas ranjang.


PROF. DITO

Eyang memberitahu nek Aini tentang kondisimu, tapi beliau enggak peduli dan memilih pergi setelah menjual rumahnya. 


Devan menatap Prof. Dito.


DEVAN

Nenek?
Di mana nenek sekarang?
Gue yakin kalau nenek bakal ngomong jujur ke gue!


Prof. Dito tampak menghela napasnya.


PROF. DITO

Beliau sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu.

(beat)

Saya tahu kamu ke sini karena pengen tahu semua kebenarannya, kan?
Semua yang saya bilang tadi adalah kebenarannya, Mas.


Devan CLOSE - Devan hanya terdiam.


PROF. DITO

Eyang Putri selalu menjenguk ibumu yang ada di dalam penjara dan menceritakan semua kondisi tentang kamu.
Meski kamu mengalami amnesia, tapi eyang Putri dan ibumu sepakat untuk tetap menyekolahkanmu.
Saat itu, kamu bertemu dengan Lusi lagi.
Lusi adalah satu-satunya anak yang mau dekat dan bermain denganmu.
Kamu dan Lusi sudah saling mengenal dan dekat sejak usia kalian 4 tahun.


INSERT : Devan (4) bermain lari-larian bersama Lusi kecil. Mereka tampak ceria. 

Kita melihat Devan yang menyuruh Bagas untuk mengukir namanya dan Lusi di badan pohon, karena belum bisa menulis.


PROF. DITO (CONT’D)

Sayangnya, Lusi meninggal dunia di usianya yang ke delapan, karena mengidap kangker darah. Orang tuanya memilih pindah ke luar kota dan mengosongkan rumahnya.
Sejak kepergian Lusi, kamu lebih sering murung dan menyendiri.
Hingga sampai usia kamu memasuki 16 tahun, kamu mengalami perundungan di sekolah, karena teman-temanmu menganggapmu aneh dan suka menyendiri.
Eyang Putri memutuskan untuk enggak menyekolahkanmu lagi. Sayangnya, kondisimu semakin memburuk. Sejak saat itulah kamu berubah menjadi anak yang arogan dan enggak segan-segan melakukan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal.
Sampai usia kamu 18 tahun, kamu mengalami kemunduran, kamu enggak ingat semua yang telah terjadi selama beberapa tahun ke belakang. Ditambah, kamu selalu merasa kesepian hingga akhirnya kamu menghadirkan sosok Lusi, Dara, dan Yoyok.
Kamu juga menganggap diri kamu adalah seorang penulis online

(beat)

Eyang putri khawatir dengan sikap kamu yang kasar, sering menatap ke ruang hampa, berbicara sendiri, dan memutuskan membawamu kembali ke rumah sakit ini setelah meminta persetujuan Ayu.
Dan kamu didiagnosa mengalami paranoia Skizofrenia.


DEVAN

(menggeleng)

Lo salah kalau gue bakal percaya sama semua omong kosong lo.


Profesor Dito menggeleng dan hanya menghela napasnya.


PROF. DITO

Kamu menjalani pengobatan dan perawatan kejiwaan di sini saat usiamu 18 tahun, Mas.
Setiap kali saya dan Aruna menanyakan perihal pembunuhan itu, kamu selalu mengarang cerita kalau kamu bukan pembunuh, kamu adalah seorang penulis.
Dan apapun yang kami katakan soal siapa dirimu, apa yang udah kamu lakukan, kamu selalu mengira kalau semuanya adalah kebohongan.
Karena, pikiranmu enggak bisa menerima kenyataan tentang apa yang udah terjadi.

(more)


PROF. DITO (CONT’D)

Kamu harus bisa menerima semua kenyataan itu, Mas.
Kenyataan, kalau kamu adalah orang yang telah membunuh ayahmu.
Dan juga …

(beat)

Lusi, Yoyok, dan Dara yang hanya teman khayalanmu saja.


DEVAN

(membentak)

BOHONG! 


Devan bangkit dari ranjang. 


DEVAN

(berteriak)

BOHONG!
LO PEMBOHONG!


Namun, tak lama kemudian, kita melihat Devan yang meringis sambil memegangi kepala yang terasa pusing, hingga harus menyandarkan tubuhnya pada nakas. Dia pun buru-buru mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana.


DEVAN

Gue akan buktiin ke lo kalau Lusi itu NYATA dan MASIH HIDUP!


Devan mencoba menghubungi nomor ponsel Lusi. Cukup lama panggilannya tak terangkat, membuat Devan tampak begitu cemas. Hingga tak lama setelahnya, Devan tampak lega saat suara Lusi terdengar dari ujung teleponnya.


LUSI (O.S.)

Halo, Mas.


Devan menyodorkan ponselnya itu ke arah Prof. Dito.


DEVAN

Lo denger sendiri?
Ini suara Lusi!
Lusi itu masih hidup!
Lusi itu NYATA!


LUSI (O.S)

Mas, kamu kenapa?
Kamu lagi ngomong sama siapa?


DEVAN

(menempelkan kembali ponsel ke telinga)

Nanti aku hubungin kamu lagi.


Devan mematikan ponselnya sepihak. 


Prof. Dito CLOSE - Prof. Dito menggeleng.


PROF. DITO

Kalau kamu berpikir bisa mendengar suara Lusi, kamu salah, Mas.
Pikiranmu enggak jernih.

(beat)

Mas, saya bisa menyembuhkanmu kalau kamu mau menerima semua kenyataanya!


DEVAN

(berteriak)

Arrggghhh!
BOHONG!
Gue enggak percaya sama cerita bohong lo itu!


Devan sudah jengah dengan semua cerita Prof. Dito yang dianggapnya bohong. Dia pun memilih pergi meninggalkan Prof. Dito, berjalan tertatih sambil memegangi kepalanya yang sakit. 


INSERT : Aruna datang dan berpapasan dengan Devan yang keluar kamar. 


Aruna berusaha mencegahnya dengan memegang lengan Devan.


ARUNA

Van, lo mau ke mana?


DEVAN

(menepis tangan Aruna)

Minggir!
Bukan urusan lo!


Devan pun pergi dan tak memedulikan Aruna.

Aruna menoleh ke arah Prof. Dito yang masih berada di dalam.


PROF. DITO

(menggeleng)

Biarkan saja dia pergi.


ARUNA

Tapi, Prof—


PROF. DITO

(memotong)

Kamu ikuti dia.


Aruna mengangguk dan langsung berlari mengikuti Devan.

CUT TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar