Dunia Maya
10. PENGUNGKAPAN

TITLE: Beberapa hari kemudian

54. EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH BASKORO — SORE

Cahaya kemerahan mulai nampak di langit barat, suasana hangat dan tenang menyelimuti area sekitar perkebunan. Maya dibantu dengan empat temannya memasukkan beberapa tas ransel, koper dan kardus kedalam mobil. Dhani dan Maya memasukkan barang-barang ke dalam mobil jeep, sementara Andra, Cindy, dan Rio memasukkan barang-barang ke mobil MPV milik Almarhum Baskoro.

Setelah semua barang selesai dimasukkan mereka menutup pintu bagasi mobil, dan berkumpul. Dhani melihat ke arah Maya yang sedang mendekap stopmap dokumen.

DHANI

Bagaimana May? sudah semua? gak ada yang tertinggal?

MAYA

sudah Dhan, biarkan barang yang lain tetap berada dirumah ini.

DHANI

(mengambil kontak mobil dari sakunya)

Oke... Ndra,(melempar kontak mobil kearah Andra) kamu yang bawa mobil mas Bas, dan kalian berdua temani Andra. oh iya, Cin.. kamu duduk depan sama Andra, biarkan si Rio molor dibelakang. 

Mereka semua tertawa..

RIO

Dhan, kalau kita langsung balik ke Jakarta, aku bisa mati kelaparan di mobil, kamu nggak kasihan sama aku?

Andra dan cindy tersenyum mengerti maksud omongan Rio.

RIO (CONT’D)

Jadi usulku, kita istirihat sebentar di rumah makan yang terkenal itu.

CINDY

(tertawa)

Kalau masalah tidur dan makan, kamu memang ahlinya Yo..

DHANI

(tersenyum)

Oke-oke... kalian cari rumah makan yang diinginkan Rio, nanti kalau sudah sampai share lokasi ke aku.

ANDRA

Lho kita nggak jalan bareng Dhan?

DHANI

Aku dan maya menunggu pak Dasim, kami mau bicara sebentar masalah rumah ini.

ANDRA

Okelah kalau gitu,.. Ayo kita jalan dulu.

Andra, Cindy dan Rio masuk mobil Baskoro dan pergi meninggalkan mereka. Dhani mendekati maya yang merangkul map dokumen, mereka bersender di depan kap mesin mobil jeep dhani. 

DHANI

Bagaimana? Kau sudah putuskan?

MAYA

(mengambil nafas panjang)

Entahlah Dhan, aku masih belum yakin, aku tidak begitu mengenal sosok orang ini.

DHANI

May,.. Kalau bukan karena pak Dasim yang membantu menunjukkan rumahmu, dan juga menunjukkan letak kantor polisi, mungkin kamu tidak akan tertolong. Jadi, sepertinya dia orang baik, lagi pula siapa lagi yang bisa kau serahi untuk mengurus rumah dan perkebunan ini selain beliau?

Maya terdiam dan terlihat berfikir keras. Dia melihat rombongan kawanan burung nampak terbang untuk kembali ke sarang mereka.

MAYA

Dhan, malam itu kau bertemu pak Dasim dimana?

DHANI

Di sekitar sini, kenapa?

MAYA

(menatap kearah Dhani)

Aku curiga kalau pak Dasim itu datang ke area sini bukan kebetulan. tapi untuk memastikan bahwa semua yang ada dirumah ini sudah mati semua.

DHANI

(terperanjat kaget)

Gila kau? lalu kalau dia niat membunuhmu kenapa dia repot-repot membantu aku menunjukkan rumahmu dan ikut melapor polisi?

MAYA

mungkin niat awalnya seperti yang aku katakan tadi,yaitu memastikan kita semua mati, tapi karena tiba-tiba kalian muncul dan mencari rumah ku, bisa saja itu justru keuntungan baginya untuk membangun alibi bahwa dia tidak terlibat.

suasana hening sejenak, Dari arah jalan muncul pak Dasim berjalan terseok-seok menghampiri Maya dan Dhani yang berdiri di depan mobil jeepnya.

PAK DASIM

(nafasnya terengah-engah)

Maaf nak Maya dan nak Dhani sudah menunggu lama, bapak harus jalan jauh dari rumah kesini.

DHANI

Iya, nggak apa-apa pak..

PAK DASIM

Tadi teman-teman nak Dhani dan nak Maya sudah berangkat pulang duluan?

DHANI

Iya, nanti kami menyusul.

Pak Dasim mengangguk-angguk sambil tersenyum.

MAYA

Pak Dasim,biar tidak terlalu lama, kita langsung ke inti pembicaraannya. Jadi begini pak, karena rumah ini tidak ada yang merawat dan perkebunan ini tidak ada yang mengelolah, maka kami memutuskan untuk sementara rumah dan perkebunan ini akan kami titipkan ke bapak untuk bapak rawat dan kelolah.

Pak Dasim mendengarkan sambil mengangguk-angguk.

MAYA (CONT’D)

Saya dan Dhani akan kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan kuliah kami. Masalah hasil dari perkebunan ini akan kita bagi sesuai kesepakatan bersama. bagaimana pak?

PAK DASIM

(sambil menunduk)

Ya, .. Kalau bapak siap dan menurut apa pun keputusan nak Maya..

Maya mengambil kunci rumah dari dalam stopmap.

MAYA

(menunjukkan kunci dan stopmap)

Kunci rumah ini akan kami serahkan ke bapak dan juga surat kuasa untuk mengelolah perkebunan ini.

Pak dasim melihat kunci dan stopmap yang dipegang Maya sambil menganggukan kepala. Maya melihat Dhani sebentar.

MAYA (CONT’D)

Oh iya, Maya dengar pak Dasim punya istri yang sudah bertahun-tahun sakit lumpuh?

Pak Dasim terkejut dengan pertanyaan Maya. Dia tiba tiba menjadi gugup, dan tidak berani melihat maya.

PAK DASIM

Eh... i,iya..iya nak Maya.

MAYA

Boleh kami menjenguknya?

PAK DASIM

Eh..i, iya.. iya, tentu saja boleh, tapi rumah bapak jauh masuk kedalam hutan, apa nanti nak Maya dan mas Dhani tidak takut kemalaman dijalan?

MAYA

(melirik dan memincingkan mata ke dhani)

Gak masalah kan Dhan?

DHANI

(melihat mata maya)

Eh.. iya, gak masalah, kalau arah pulang saya hafal jalannya. ayo kita berangkat sekarang, silahkan pak.

mereka bertiga menaiki mobil jeep Dhani.


55. I/E. JALAN BERBATU TENGAH HUTAN — SORE

Mobil jeep Dhani menyusuri jalan berbatu menuju rumah pak Dasim. Pepohonan hutan yang tinggi dan rimbun menghalangi cahaya matahari yang mulai memerah.

Pak Dasim duduk di depan menunjukkan arah pada Dhani yang mengemudikan mobil dengan hati-hati, sementara maya duduk di belakang sambil memperhatikan pak Dasim. sesaat kemudian dia merogoh saku celana jeans nya dan mengeluarkan sesuatu,dia membuka telapak tangannya... sebuah kalung liontin berbentuk hati. dia membuka bandul liontin dan tampak foto kedua orang tuanya. dia melihat foto tersebut beberapa saat. Sementara Dhani yang konsentrasi mengemudi,sesekali melihat maya dari kaca spion tengah. Setelah itu maya menutup liontin itu dan menggenggamnya erat-erat.

PAK DASIM

Berhenti disebelah kiri nak.

Mobil menepi dan berhenti ditengah hutan. Mereka bertiga turun dari mobil.

PAK DASIM (CONT’D)

Kita harus meneruskan perjalanan dengan jalan kaki nak..

DHANI

Masih jauh kah dari sini pak?

PAK DASIM

(tersenyum)

Nggak... mungkin beberapa ratus meter. Ayo silahkan.

Mereka turun dari mobil. Pak dasim berjalan didepan diikuti Maya dan Dhani dibelakang.


56. EXT. JALAN SETAPAK DIDALAM HUTAN — SORE

Semak belukar yang lebat membuat Maya dan Dhani harus berkali-kali menyibakkan ranting dan daunya supaya bisa lewat.

Tak lama kemudian mereka sampai di area yang sedikit terbuka dan lapang. Mereka melihat gubuk pak Dasim yang sudah tampak tua berada di tengah tengah lahan yang dikelilingi pepohonan tinggi.

PAK DASIM

Nah itu gubuk bapak, mari, silahkan masuk.

Maya dan Dhani saling pandang, mereka ragu sejenak, tapi akhirnya memutuskan mengikuti pak Dasim masuk. 


57. INT. GUBUK TUA PAK DASIM — SORE

Suasana gubuk sepi dan gelap. Hanya cahaya dari pintu dan sela sela gubuk yang menerangi sedikit ruangan itu. Tampak meja dan kursi kayu tanpa cat yang sudah tua. Tak ada perabotan lainnya diruangan itu.

PAK DASIM

Maaf, rumahnya gelap, tidak ada listriknya. Ayo silahkan duduk nak Maya, nak Dhani.

Maya dan Dhani duduk dengan pelan-pelan

PAK DASIM (CONT’D)

Saya ambilkan minum sebentar.

MAYA

Eh, Nggak usah repot pak, kami cuma sebentar

Pak Dasim tidak mendengarkan Maya, dia tetap masuk ke dalam. Suasana hening sejenak, tiba-tiba ponsel dhani berbunyi, ada satu pesan masuk. Dhani mengambil ponsel disakunya.

DHANI

(melihat pesan masuk)

Teman-teman sudah sampai di rumah makan. 

Pak Dasim muncul membawa dua gelas air minum dan meletakkan dimeja.

PAK DASIM

Ayo silahkan diminum, maaf,adanya cuma air. 

MAYA

Iya, terima kasih.. e, maaf,bisakah kami bertemu istri bapak sekarang?

PAK DASIM

Oh, iya ya.. Silahkan, dia sudah menunggu dikamar.

Pak Dasim berdiri dan mempersilahkan mereka mengikuti menuju kamar istrinya. Maya berjalan dibelakang pak dasim diikuti Dhani. 


58. INT. KAMAR TIDUR DIGUBUK TENGAH HUTAN — SORE

Pintu kamar dari papan triplek dibuka, pak Dasim mempersilahkan mereka masuk. Tiba tiba ponsel Dhani berdering nada panggilan, Maya dan pak Dasim menoleh kearah dhani, Dhani melihat ponselnya. 

DHANI

Maaf, dari orang tuaku.. sebentar May..

Dhani keluar untuk menerima panggilan telepon orang tuanya dan meninggalkan Maya berdua dengan pak Dasim. 

PAK DASIM

(tersenyum)

Silahkan masuk nak Maya. 

Pak Dasim melihat kearah ranjang istrinya yang tertutup kelambu usang.

PAK DASIM (CONT’D)

(bersuara keras)

Bu... ini ada nak Maya, putri almarhum juragan Sastro!.

Melihat dan tersenyum ke arah Maya.

PAK DASIM (CONT’D)

Maaf, pendengaran dan suaranya sudah lemah. Silahkan masuk, bapak tak nemani nak Dhani.

Pak Dasim meninggalkan Maya sendiri. Maya perlahan mendekati ranjang istri pak Dasim. Suasana kamar juga sedikit gelap, hanya beberapa titik cahaya yang masuk melalui celah dinding anyaman bambu. Sebuah kursi dan meja kecil disamping ranjang tampak sedikit berdebu dan berantakan dengan gelas dan piring kotor yang menumpuk. Sebuah pigora foto berdiri disela-sela dan tertutup gelas dan piring tersebut..

MAYA

Ibu, saya Maya, maaf mengganggu istirahat ibu, saya kesini ingin berkunjung dan melihat kondisi ibu.

Tak ada suara jawaban dari dalam kelambu. Maya mendekati meja dan mengambil foto untuk melihat lebih jelas, dan ternyata wanita difoto itu adalah Ningsih. 

Maya terperanjat dan melepas foto itu hingga jatuh dan pecah. Dia melirik ke arah kelambu kamar. Dengan rasa takut dan penasaran dia perlahan-lahan membuka kelambunya, dan dia melihat sosok mayat wanita yang sudah mengering seperti mumi dengan busana longdrees putih terbaring. 

Maya mundur perlahan dan berbalik hendak lari keluar, tapi sebuah balok kayu dihantamkan kearah wajahnya oleh pak Dasim.

FADE TO BLACK.

FADE IN:

59. INT. KAMAR TIDUR DIGUBUK TENGAH HUTAN — PETANG

Maya tersadar dalam kedaan duduk selonjor dibawah lantai berdempetan saling membelakangi dan sudah terikat menjadi satu dengan Dhani . Nampak darah mengalir dari hidung dan bibir maya, sementara Dhani yang masih dalam kondisi pingsan tampak tetesan darah mengalir dari kepala ke keningnya. Maya meronta berusaha melepaskan diri, namun sia-sia. 

Pak Dasim menyalakan lampu minyak dan menaruh dibawah lantai. Dia menyeret kursi ke tengah dan duduk menghadap Maya dan Dhani. Sementara Ayu berdiri dibelakang pak Dasim.

MAYA

Jadi kaulah suami Ningsih? dan kau Ayu, apa yang sudah kau perbuat?

Pak Dasim tersenyum.

MAYA (CONT’D)

(melihat wajah pak Dasim)

Kau sudah tidak waras, kenapa kau melakukan ini semua?

PAK DASIM

(tersenyum)

Karena aku begitu mencintai istriku. Sekarang kau bisa rasakan, bagaimana sakitnya ketika orang yang kita cintai tiba-tiba direnggut dari tangan kita.

Maya melirik Ayu yang berdiri tertunduk

MAYA

Kasihan mendiang istrimu, ternyata punya suami seorang pengecut!

Pak Dasim marah dan mendekati Maya. Dia jongkok dan menjambak rambut Maya.

PAK DASIM

Apa kau bilang?

MAYA

Kau seorang pengecut yang tidak berani balas dendam dengan tanganmu sendiri. Kau hanya memperalat Ayu untuk kepuasanmu sendiri.

Pak Dasim tertawa dan melepas jambakannya. Dia kembali duduk dikursi.

PAK DASIM

hee.. hee..he... itu bukan pengecut, itu namanya cara cerdas untuk balas dendam, tapi Kalau kau ingin merasakan mati ditanganku sendiri, akan aku kabulkan... Ayu, ambilkan sebotol minuman untuk mereka dan beri racun secukupnya, bapak akan mencekoki mereka hingga mati. 

MAYA

Jangan mau Ayu, dia hanya memperalatmu. Kau bukan anak kandungnya, kau adalah anak pak Sastro, kau adalah saudara tiriku Ayu!..

Pak Dasim langsung menampar Maya. Maya meringis kesakitan dan tertawa.

MAYA (CONT’D)

(tertawa)

Kenapa?.. Kenapa kau tidak berterus terang ke Ayu?

AYU

Benarkah itu semua pak? benarkah Ayu anak kandung pak Sastro?

Pak Dasim tersenyum dan langsung berdiri mendorong Ayu ke dinding gubuk sambil mencekik leher Ayu. Ayu meronta berusaha melepas cekikan pak Dasim.

PAK DASIM

Dengar Ayu, kamu adalah anak haram pak Sastro. aku memang sengaja membesarkanmu dan merahasiakan ini semua untuk bisa membalas dendamku... sekarang kamu hanya sampah bagiku? Tanganmu sudah berlumuran darah keluargamu sendiri... heee...hee..

Disaat bersamaan Maya menendang lampu minyak yang ada dilantai kekolong ranjang, seketika itu juga api membesar menyambar seprei dan kasurnya.

PAK DASIM (CONT’D)

(melihat api membesar)

Bangsat.. Apa yang kau lakukan?

Pak Dasim melepaskan Ayu yang sudah mulai lemas karena cekikannya. Dia berlari menuju ranjang dan panik berusaha memadamkan apinya dengan kain tapi justru semakin membesar.

Pak Dasim naik keranjang ingin menyelamatkan mayat Ningsih yang mulai ikut terbakar. Pak Dasim marah dan berteriak keras. 

PAK DASIM (CONT’D)

Ningsiiiih!...

Saat itulah Ayu yang sudah ada dibelakangnya memukul kepala pak Dasim dengan balok hingga pak Dasim roboh diatas ranjang menimpah mayat istrinya. 

Api semakin membesar dan mulai merambat kedinding kamar yang terbuat dari bilah bambu. Ayu melepaskan ikatan Maya dan Dhani, setelah itu Maya langsung berusaha membangunkan Dhani yang masih pingsan dengan menepuk nepuk pipi Dhani. Dhani tersadar. Maya langsung membantu Dhani berdiri dan memapahnya keluar kamar. 

Ayu mengikuti dibelakangnya, tapi saat mencapai pintu kamar, Ayu berhenti. Maya berbalik dan memanggil-manggil nama Ayu, tapi Ayu malah tersenyum dan meminta maaf pada Maya.

MAYA

Ayu, ayo keluar,.. Apa yang kamu lakukan?

AYU

Maafkan Ayu mbak... Ayu tidak bisa hidup dengan menanggung ini semua, selamat tinggal mbak Maya.

SLOW MOTION

Ayu langsung menutup dan mengunci pintu kamar. Maya memanggil Ayu dan memintanya segera keluar.

Api semakin besar dan asap mulai banyak, Dhani mengajak maya keluar menjauhi gubuk yang mulai terbakar. mereka saling memapah dan berjalan tertatih.


60. EXT. GUBUK TUA PAK DASIM — PETANG

Meraka keluar dan menjauh dari gubuk, mereka berhenti dan berbalik menyaksikan api yang melahap gubuk tersebut. Kobaran api berwarna merah seakan menyatu dengan cakrawala yang juga mulai memerah.


----- TAMAT ---

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar