DROP OUT
5. Bagian #5
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

51. EXT. BERANDA RUMAH JON – PAGI

Jon duduk santai di beranda rumah. Ia siasiap akan berangkat ke kampus. Wajahnya bahagia menatap layar ponsel. Tampak Bagong duduk di jok motor Jon. Beberapa orang lewat, berangkat kerja dsb (layaknya lalu-lalang masyarakat di perkampungan pada umumnya).

SLAMET GENDHENG (55), tetangga Jon, tukang parkir yang sedikit mengalami gangguan jiwa, mengenakan rompi juru parkir, dan peluit dikalungkan di leher. Membawa selembar kardus bekas. Berhenti di depan rumah Jon. Melihat ke arah Jon. Jon tidak menyadari kedatangan Slamet Gendheng, ia masih senyum-senyum sendiri melihat layar ponsel. Slamet Gendheng kemudian membentangkan kardus bekasnya seolah seperti orang yang sedang membaca puisi.

 

SLAMET GENDHENG

Kusambut pagi dengan segelas kopi. Memandang masa depan yang suram. Mengapa harus bersusah payah meraih ijasah. Bikin skripsi tinggal bayar joki. Gelar sarjana bisa dibeli.

 

Jon merasa tersindir. Jon berteriak dari beranda rumahnya.

 

JON

Dasar orang gendheng!!

 

SLAMET GENDHENG

Pagi-pagi bukannya kerja malah ongkang-ongkang kaki sambil minum kopi. Udah kayak pensiunan pegawai negeri aja kamu, Jon.

 

Jon berdiri dan mengusir Slamet Gendheng.

 

JON

Sana-sana, pergi-pergi. Bikin huru-hara, merusak suasana saja.

 

Jon kembali duduk dan kembali sibuk dengan ponselnya. Slamet Gendheng tidak beranjak. Sekarang ia seperti seorang orator yang sedang berpidato. Kardus bekas ia gulung berbentuk kerucut menyerupai corong pengeras suara

 

SLAMET GENDHENG

Kerja!! Kita harus kerja!! Kerja apa saja yang penting ada hasilnya, kalau bisa yang cepat dapat uangnya. Jangan jadi pengangguran terselubung berkedok mahasiswa. Petantang-petenteng merasa dirinya kaum berpendidikan, tapi tidak memberi kontribusi yang nyata untuk masyarakat kurang mampu.
(beat)
seperti saya ini. Hahaha...

 

Slamet Gendheng tertawa sendiri.

 

JON

Eh, malah menghina. Dasar bacot gak berpendidikan. Dari pada kamu, makan trotoar modal sempritan.

 

Jon mengambil sandal dan hendak melemparnya. Menakut-nakuti Slamet Gendheng. Slamet Gendheng lari.

 

SLAMET GENDHENG

Tolong-tolong, seorang pemuda pengangguran hendak menganiaya saya. Toloooooong!!!!

 

Jon berdiri di depan rumah menatap ke arah Slamet Gendheng yang berlari menjauh dan hilang di tikungan gang.

 

CUT TO


52. INT. RUANG SIDANG SKRIPSI – SIANG

Sebuah ruang kelas. Anton dan Rizal keluar ruangan. Memakai kemeja putih, jas almamater dan celana hitam. Mereka berdua terlihat berjalan di lorong gedung kampus sambil bercakap-cakap.

 

ANTON

Akhirnya selesai juga

 

RIZAL

Wah, tadi deg-degan presentasi di depan dosen penguji

 

ANTON

Iya, punyaku tadi dibantai habis-habisan

 

RIZAL

Kita ke kantin dulu aja ini, setelah itu ke aula

 

ANTON

Iya, sudah seminggu lebih kita gak kesana



CUT TO:


53. INT. RUANG PERPUSTAKAAN JURUSAN PEND. BAHASA INDONESIA – SIANG

Dinda duduk di tempat biasanya. Ia datang sendirian. Laptop sudah menyala dan sebuah buku yang terbuka berada di sampingnya.

 

CUT TO:


54. EXT. BERANDA RUMAH JON - SIANG

Jon menyalakan mesin sepeda motornya. Jon berangkat ke kampus. Seperti biasa ia pamitan dulu kepada Narti, ibunya.

 

JON

Buk, berangkat dulu

 

Jon mencium tangan kanan Narti, lalu mencium pipi kanan dan kirinya.

 

NARTI

Iya hati-hati


CUT TO:


55. INT. KAMAR KOS SALSA – SIANG

Salsa rebahan di kamar, masih memakai rok hitam dan kemeja putih. Salsa menelpon Dinda. Dinda masih berada di perpustakaan.

 

SALSA

Halo... Dinda

 

INTERCUT TO:

 

56. INT. RUANG PERPUSTAKAAN JURUSAN PEND. BAHASA INDONESIA – SIANG


DINDA

Ya, halo

 

SALSA

Din, kamu masih lama gak di perpus?

 

DINDA

Masih, gimana?

 

SALSA

Habis ini aku mau balik ke rumah. Kunci kamarnya kutaruh di tempat biasanya, ya.


DINDA

Iya, Salsa, makasih, ya

 

Dinda meletakkan ponselnya. Kemudian mengambilnya lagi dan terlihat ia sedang mengecek pesan. Dia sedang menunggu kedatangan Jon.

 

DINDA

Mas Jon kok lama, ya

 

CUT TO:


56. INT. LORONG GEDUNG PERKULIAHAN – SIANG

Beberapa mahasiswa terlihat lewat di lorong. Jon terlihat sedang berlari terburu-buru menuju toilet.

 

JON

Minggir, minggir, darurat

 

Di tengah lorong terlihat dua orang sedang membawa tangga lipat. Menghalangi Jon yang sedang terburu-buru. Jon berteriak meminta mereka memberinya jalan.

 

JON (CONT’D)

Ini apalagi? Woi, minggir dulu. Beri jalan, beri jalan

 

CUT TO:

 

57. INT. TOILET KAMPUS - SIANG

Jon sudah tiba di toilet. Toilet sedang dipakai dan hanya ada satu unit. Jon menggedor-gedor pintu, meminta orang yang ada di dalam untuk segera keluar.

 

JON

Woi, cepetan! Gantian!

 

Jon terus menggedor pintu toilet. Pengguna toilet keluar. Jon mengumpat kepada orang tersebut. setelah itu dia langsung masuk ke toilet dan menutup pintunya.



CUT TO:


58. INT. KAMAR KOS SALSA – SIANG

Salsa membuka buku milik Dinda yang di letakkan di rak buku miliknya. Ia menemukan surat dari Jon untuk Dinda di dalam buku tersebut. Selembar kertas yang terlipat dan berada pada salah satu halaman buku. Salsa penasaran lalu membuka dan membacanya.

 

SALSA

Apa ini?

 

Salsa membaca surat tersebut. Salsa terlihat menahan tawa tahu bahwa Jon sudah menembak Dinda. Sampai pada kalimat terakhir Salsa membacanya dengan bersuara.

 

SALSA

Jika mencintaimu adalah buang air besar, maka bukakanlah WC-mu untukku

 

CUT TO:


59. INT. TOILET KAMPUS – SIANG

Mahasiswa Gendut menggedor pintu toilet yang tertutup dan ada orang di dalamnya. Jon sedang nongkrong di toilet. Ia tidak mendengar ada orang antre ingin ke toilet karena kran air menyala dan kedua telinga Jon memakai headset. Ia nongkrong di toilet sambil mendengarkan musik.

 

MAHASISWA GENDUT

Woiii, Buka! Cepetan! Gantian dong! keburu keluar nih!

 


CUT TO:


60. INT. KAMAR KOS SALSA – SIANG

Salsa tertawa membaca kalimat terakhir surat dari Jon untuk Dinda. Salsa geleng-geleng kepala.

 

SALSA

Mas Jon ini ada-ada saja

 

Salsa kemudian melipat surat tersebut, menyelipkannya ke dalam buku dan menaruhnya di tempat semula.

 

CUT TO:


61. INT. AULA TEMPAT LATIHAN TEATER – SIANG

Anton dan Rizal duduk di emper aula. Anton terlihat sedang menelpon seseorang. Ia mencoba menghubungi Jon.

 

ANTON

Terhubung, tetapi tidak diangkat

 

RIZAL

Kemana ini, si Jon?

 

62. INT. RUANG PERPUSTAKAAN JURUSAN PEND. BAHASA INDONESIA – SIANG

Jon sudah berada di perpustakaan menyusul Dinda. Ia duduk di sebelah Dinda. Terlihat Jon sedang membantu Dinda mengerjakan. Jon membaca buku dan Dinda mengetik di laptop. Lalu mereka saling pandang dan tertawa bersama. Hanya adegan tanpa suara.


63. INT. AULA TEMPAT LATIHAN TEATER – SIANG

Anton dan Rizal masih duduk di emperan aula. Tiba-tiba Riko dan Nadia berjalan mendekat.

 

ANTON

Zal, lihat, itu dua sejoli datang

 

RIZAL

Eh, iya itu

 

Riko dan Nadia tanpa basa-basi langsung bertanya kapan ada latihan teater lagi.

 

RIKO

Mas, kapan ada latihan lagi?

 

NADIA

Iya lho, mas. Semalem kita datang cuma berdua.

 

Anton dan Rizal tidak menjawab. Keduanya saling pandang. Nadia dan Riko masih berdiri mematung di depan mereka.

 

FADE OUT


64. EXT. TAMAN DI TENGAH KOTA – SORE

Sebuah taman. Ruang publik di tengah kota. Pohon-pohon rindang banyak tumbuh di sana. Salah satunya pohon beringin. Di taman terdapat bangku-bangku panjang dari besi. Pengunjung segala usia. Anak-anak. Ibu-ibu, bapak-bapak, lansia. Latar belakang profesi juga beragam bisa dilihat dari pakaian yang mereka kenakan. Pekerja pabrik, pekerja kantoran, anak sekolahan, pemulung, gelandangan, dll.

Terlihat beberapa bangku besi yang ada di taman sudah di duduki orang. Terlihat pasangan muda yang sedang mengajak anaknya yang masih balita. Sepasang lansia yang sedang duduk berdua dan berbincang. Seorang PRIA GELANDANGAN (60), berambut gondrong dan membawa ransel, ia sedang tidur berbantal ranselnya.

Jon dan Dinda datang, tampak keduanya berjalan berdampingan. Jon mengajak Dinda duduk di bangku yang masih kosong dan terletak di bawah pohon beringin yang sangat rindang.

 

JON

Kita ke sana aja, yuk

 

DINDA

Iya, mas

 

Jon terlihat membersihkan bangku dengan telapak tangannya. Lalu ia mempersilakan Dinda duduk. Dinda tersenyum lalu duduk. Kemudian Jon duduk. Jarak mereka duduk cukup dekat meski bangku tersebut masih cukup luas untuk diduduki dua orang.

 

JON

Di sini ini tempat cari inspirasi. Aku sering mampir dan duduk di bangku ini.

 

DINDA

Oh ya, mas? sendirian

 

JON

Iya, dulu. Sekarang kan ada kamu yang menemani

 

Dinda tersipu malu. Jon memandangi wajah Dinda.

 

DINDA

Makasih, ya. Mas. Skripsiku sudah hampir selesai. Tinggal nunggu jadwal sidang. Punya kamu gimana, mas?

 

Jon yang masih memandangi wajah Dinda tiba-tiba terkejut.

 

JON

Oh... iya, iya. Masih proses pengerjaan

 

Dinda tertawa. Jon tidak nyaman karena tiba-tiba ditanya soal skripsi.

 

DINDA

Mas, aku boleh cerita gak?

 

JON

Ya?

 

Dinda terdiam, wajahnya tampak serius. Jon terlihat menunggu Dinda berkata-kata.

 

DINDA

Mas pernah gak sih merasa benci sama orang tua sendiri?

 

JON

Maksudnya?

 

Jon mengernyitkan dahi, heran sekaligus bertanya-tanya apa yang Dinda maksud.


CUT TO:


65. EXT. RUANG TAMU RUMAH DINDA – SORE

Ruang tamu yang cukup luas dan terlihat bersih dengan perabotan yang tertata rapi. Foto keluarga terpampang di dinding, beberapa piala di dalam almari kaca, satu set sofa, dan barang-barang lainnya.

MAMI (50) dan PAPI (53) sedang duduk bersama. Mereka terlihat sedang ngobrol serius.

 

MAMI DINDA

Ya, maksud mami, setelah lulus nanti Dinda segera melamar pekerjaan atau lajut kuliah S2, kalau perlu sampai S3 biar bisa dapat jabatan yang strategis dan bergaji besar. Eh, malah ngambek dan gak mau pulang.

 

PAPI DINDA

Anak kita itu wataknya keras, Mi. Mudah tersinggung. Papi pusing, tidak tahu harus berbuat apa lagi. Makanya papi tidak mau ikut campur. Dulu aja gara-gara papi ingin ngenalin Dinda dengan anak temen papi, malah papi didiemin sampai sekarang
(beat)
Apa kita terlalu memaksakan kehendak, ya, pi?


CUT TO:


66. EXT. TAMAN DI TENGAH KOTA – SORE

Dinda menyandarkan kepalanya di bahu Jon. Tatapan matanya kosong seolah ada beban berat yang dipikirkan. Jon memandang jauh sembari berkata-kata kepada Dinda.

 

JON

Ya, terkadang memang begitu. Kita beda pendapat dengan orang tua. Tapi percaya, deh, mami dan papi kamu menginginkan apa yang terbaik buat kamu, mungkin itu cara mereka menunjukkan kasih sayang dan perhatian.

 

DINDA

Rasanya capek dan sumpek berada di rumah, mas. Yang diomongin selalu hal-hal yang berbau materialistis, prestasi, status sosial, pekerjaan, kesejahteraan.

 

CUT TO:

 

67. INT. RUANG TAMU RUMAH DINDA – SORE

Papi dan mami Dinda masih berbincang-bincang di ruang tamu. Wajah keduanya tampak sedih. Mami Dinda menahan air mata, matanya berkaca-kaca.

 

MAMI

Mami cuma ingin anak kita punya masa depan yang jelas, jadi orang yang terpandang di masyarakat dan terjamin kesejahteraan hidupnya. Apa itu salah?

 

CUT TO:

 

68. EXT. TAMAN DI TENGAH KOTA – SORE

Sinar matahari mulai meredup. Matahari telah condong ke barat. Pengunjung di taman mulai berkurang.

 

JON

Ini bukan tentang salah atau benar, Din. Sekarang kamu coba tenangin diri dulu, cepat atau lambat, aku yakin kamu bakal bisa berdamai dengan keadaan di rumah.

 

Jon membelai rambut Dinda mencoba menenangkan. Setelah diam sejenak Dinda melanjutkan pembicaraan.

 

DINDA

Lebih nyaman berada di dekat kamu, mas. Rasanya setelah lulus nanti aku ingin cari kerjaan dan tinggal menetap di kota ini saja, hidup sama kamu, mas.

 

Jon tersenyum. Dinda memejamkan mata, terlihat nyaman menyandarkan kepalanya di bahu Jon.

 

JON

Kamu tetep harus pulang, Din

 

FADE OUT

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar