Dapur, Sumur, Kasur
9. 9

FADE IN :

40.  INT. RUMAH LASTRI - KAMAR LASTRI – DAY

Lasmini

Lass...Las..Lastri...Lass!

Lasmini mengguncang-guncangkan tubuh Lastri yang sedang duduk sambil melamun. Lastri tidak mendengar panggilan Lasmini. Lasmini akhirnya menggebrak meja dan mengagetkan Lastri.

Lasmini

Las!

Lastri kaget dengan gebrakan meja tersebut. Napas Lastri tersendat. Ia mengelus-elus dadanya yang masih sedikit syok.

Lastri

 Apa, mbaak?!!

Bikin kaget aja!

Lasmini

Dari tadi mbak manggil-manggil kamu tau, nggak?!

Ngelamunin apa toh kamu, Las?

Apa melamun itu jadi hobi baru kamu ya selama pindah kesini?

Lastri

(menggaruk leher dan tersenyum)Hehe, enggak kok, mbak.

Mungkin aku kurang tidur aja, mbak. Makanya aku kebanyakan melamun.

Lasmini

(mencolek)

Eleh, udah kayak direktur apa kamu, toh?

Kaya ada sesuatu yang belum selesai aja.

Ada apa sih?

Mbak perhatiin lho dari pertama kamu disini.

Sekarang udah enam bulan kamu disini.

Lastri

(menggeleng)

         Enggak kok, mbak. Santai aja.

Lasmini

         Ah, nggak mungkin. Pasti ada kenapa-napa.

Atau...

Mungkin kamu melamun karena kamu kurang kasih sayang dan butuh asupan perhatian.

         Lasmini mendekat dan memegang pundak Lastri.

Lasmini

         Makanya.... lebih baik kamu menikah.

         Biar ada yang sayang, ada yang perhatian.

         Ya, toh?

Lastri menengadah dan menatap Lasmini. Ia tersenyum.

Lastri

         Apa sih, mbak?

             (mencoba mengalihkan)

         Mmm... Oya mbak, kenapa ya mbak?

             (menatap Lasmini)

         Mbak kenapa bajunya rapi banget?

Lasmini

         Oh, iya, mbak lupa!

         Ini Las, di luar ada tamu buat kamu.

         Udah nungguin dari tadi.

Lastri

             (bingung)

         Tamu? Tamu siapa?

Lasmini

         Tamu spesial pokoknya.

         Makanya kamu siap-siap toh, udah ditungguin!

         Dandan yang cantik!

Lastri

         Opo toh, mbak?!

         Ada-ada aja.

Yaudah kalo gitu, Las siap-siap dulu ya.

Lasmini

         Kalau gitu mbak, keluar dulu ya!

Lastri

         Iya, mbak.

Lasmini melangkah keluar kamar, tapi tiba-tiba ia  berbalik lagi ke Lastri.

Lastri

         Kenapa, mbak?

Lasmini

         Mbak, boleh minjem uang kamu ndak?!

         Mbak mau beli sesuatu.

Lastri

         Oh, iya boleh, mbak. Bentar ya.

Lastri mengambil tasnya yang ada di atas kasur. Lastri mengambil dompet lalu mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan dan diberikan pada Lasmini.

Lastri

         Segini cukup, mbak?

Lasmini

             (menghitung)

         Cukup, kok.

         Makasih banyak, ya.

         Mbak keluar dulu.

Lastri bersiap-siap. Ia berkaca di depan cermin, sesekali ia maju mundur untuk melihat penampilannya.

Lastri

Mbak, mbak, tiap hari aku pake kaos kok tiba-tiba disuruh dandan.

    (menggeleng)

Gini aja, deh!

Aku sekalian juga mau ngajar, kan.

Ia mengikat rambutnya yang tergerai. Lalu merapikan kaos yang dikenakannya. Lastri mengambil tasnya dan keluar kamar. Ia menutup pintu kamar.

CUT TO :

41.  I./E. RUANG TAMU/HALAMAN DEPAN – DAY

Lastri berjalan ke arah ruang tamu. Disana sudah ada pak Tejo, bi Ipah, mbah Piah, Lasmini, bu Ratna dan ada tiga orang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang sedang duduk bersama. Pak Tejo dan bi Ipah sedang asyik mengobrol dengan tamunya, sementara mbah piah melihat gelagat pak Tejo dan bi Ipah dengan tatapan tak suka. Bu Ratna hanya diam saja dan sesekali tersenyum saat tamunya bertanya. Sementara Lasmini hanya ikut larut dalam obrolan tersebut tanpa ikut berbicara. Pak Tejo mengangguk-angguk saat berbicara dengan ketiga orang asing itu.

Pak Tejo

Nggih, pak. Nggih!.

Cocok ini, pak!

 (beralih pada Lasmini)

Las, adekmu mana toh?

Lasmini

(mengisyaratkan dengan mata)

 Tuh!

Pak Tejo

Nah, itu anaknya. Mari sini, nduk!

 Lastri mendekat dengan tatapan bingung.

Lasmini

(pupil matanya membesar)

Lho Las, bajumu?

Lastri

 (mendekat)

Kenapa dengan bajuku, mbak?

Biasa juga begini, toh!

Mau ngajar juga, kan?

Emang mau kemana?

Mbak ndak bilang mau hajatan juga, toh?!

Lasmini menghela napas dan menahan rasa kesal.

Pak Tejo

Sini nduk, sini! Duduk sini.

Ya ndak masalah, yang penting baju ya, toh?!

    

Pertanyaan pak Tejo mendapat anggukan dari istrinya dan tamu-tamunya itu.

Lastri

Ada apa toh, pak lek?

Pak Tejo

Oh iya, kenalin, nduk. Ini den Bagus,

ini pak Sugeng, ini bu Tini.

(menunjuk satu persatu)

Lastri

Oh, iya.

Lastri tersenyum kecut ke arah ketiga orang itu. Perasaannya seperti tidak enak. Ia juga memerhatikan dengan detail perawakan dan penampilan ketiga orang itu yang mengenakan batik warna senada. Pak sugeng perawakannya kurus dan bu Tini sedikit berisi. Lastri melihat sanggul bu Tini yang sangat ikonik dan lisptik merahnya yang cukup menyala. Mereka terlihat seperti orang kaya, tapi sedikit materialistis dan kuno. Lastri juga memerhatikan dengan seksama penampilan den Bagus yang sangat tidak kekinian. Laki-laki berkulit sawo matang itu berperawakan kurus, tinggi, sedikit bungkuk dan berkacamata besar.

Lastri (V.O)

Mulai lagi nih!

(menggeleng)

Pak Lek, pak lek. Apa sih maumu?!

Pak Tejo

Jadi gini lho, nduk! Den Bagus ini rencananya mau tak jodohkan sama kamu.

Piye?

Cocok toh?

Sama-sama cantik dan guanteng!

Kalo punya anak yo pasti lucu-lucu!

Jadi gimana, nduk? Kamu mau?

Lastri (V.O)

(sinis)

Lagi?!

Pak lek apa nggak kapok ya?!

Bi Ipah

Den Bagus ini bibit, bebet, bobotnya jelas.

Mapan, Kaya. Anaknya juga baik, toh!

Bapak ibunya juga wesss, mantap kabeh!

(mengacungkan jempol)

Sampean mbak,

(mencolek bu Ratna)

kalau besan sama mereka ndak akan nyesel.

Lastri pasti bahagia, ndak perlu ngajar-ngajar lagi!

Ndak bakal pakai baju lusuh begini!

(menunjuk kaos Lastri)

Duduk manis di rumah, rezeki lancarrr!

Bu Ratna tidak banyak berkata-kata. Ia hanya terdiam dan mengangguk-angguk saja.

Lastri

(menghela napas)

Lastri yang bahagia, atau pak lek sama buk lek yang bahagia?!

Suasana seketika hening dan mereka langsung bertatapan satu sama lain, terlebih pak Tejo dan bi Ipah syok karena jawaban Lastri. Hanya mbah Piah yang tersenyum puas dengan pernyataan Lastri tersebut.

Pak Tejo

Yaa... kebahagiaan kita semua.

Kalau kamu menikah, artinya kamu sudah menjalankan satu ibadah, menyempurnakan iman.

Menyatukan dua keluarga, ya toh?!

Jadi, yaa...sama-sama bahagia.

Lastri mengangguk-angguk. Ia melihat satu persatu wajah orang-orang yang ada dihadapannya. Lasmini terlalu kesal pada Lastri.

Lastri

Bagaimana kalau mbak saja yang menikah?

Mata Lasmini terperanjat. Ia kaget.

Lasmini

Las, kamu apa-apan sih?!

Lastri

Jadi kan begini ceritanya, pak lek  pernah bilang, kalau Las lambat menikah akan menghambat mbak Lasmi untuk menikah lagi.

Jadi solusinya lebih baik mas Bagus ini buat mbak Lasmi aja, gimana? Cocok kan?

Mbak Lasmi lebih berpengalaman sebagai seorang istri dan ibu,

Mereka bisa menikah, mbak Lasmi nggak perlu jadi tukang cuci lagi, mengurus suami, dan hidup bahagia, selesai toh?

Tetap akan jadi besan kan, bu lek?!

(menatap bi Ipah)

Pak Sugeng, den Bagus dan bu Tini semakin tak karuan dengan jawaban-jawaban yang keluar dari mulut Lastri.

Pak sugeng

Piye toh, pak lek?

Anak saya kok dioper-oper begini, lho?!

Bagaimana ini?!

Pak Tejo jadi salah tingkah menghadapi Lastri dan keluarga pak Sugeng.

Pak Tejo

Sebentar, pak. Sebentar.

Kita akan luruskan sekarang!

(melihat ke arah Lastri)

Nduk, mbakmu ini sama den Bagus, ndak beda jauh usianya.

Jadi ndak cocok den Bagus sama mbakmu.

Mbakmu itu lho, harus menikah sama yang usianya lebih matang, lebih tua.

Biar keluarganya awet dan tahan lama.

Lastri

(Mengangguk lalu tersenyum)

Mantan suami mbak e lebih tua, toh?!

Bapak Lastri juga lebih tua toh?!

Pisah kan sama ibu?!

Pak Tejo terdiam.

Lastri

(Lastri menoleh ke den Bagus)

Mas,kamu usia berapa?

Den Bagus

Dua lima, dek.

Lastri

                       (memetik jarinya)

Cocok!

Mbak masuk dua lima, masnya dua lima.

Ya dicoba saja, siapa tahu cocok!

Bi Ipah

 Las, Mbakmu kan Janda, anak satu,

Kerja cuma tukang cuci.

Ya pasti susah kalau sama den Bagus.

Kamu paham, ndak?!

Lastri melihat ke arah Lasmini yang merasa dipermalukan dengan perkataan bi Ipah.

Lastri

Nggak! Aku nggak paham!

Lasmini bangun dari duduknya, berdiri dan pergi meninggalkan ruang tamu.

Lastri

Buk lek keterlaluan, ya!

Lastri juga bangun dan mengejar Lasmini.

Lastri

             Mbaakk!!!

Bayangan Lastri menghilang dari tatapan mata mereka. Pak Sugeng kesal dan memukul meja dengan cukup keras. Pukulan tersebut sampai mengejutkan pak Tejo dan bi Ipah.

Pak Sugeng

Bagaimana ini?!

Anak saya dipermalukan seperti ini!

Saya tidak terima ini, ya sudah ayo kita pulang, buk!

Pak Sugeng berdiri diikuti istri dan anaknya. Mereka melangkah keluar rumah tanpa pamit.

Pak Tejo

(mengikuti langkah pak Sugeng)

Ee ee.eeh.. ttu..tunggu dulu pak!

Biar saya jelaskan dulu!

Aduh, pak! Tolong pak!

Bi Ipah

(membujuk bu Tini)

Aduhh, Bu. Piye toh Bu,

Ponakan saya itu memang begitu, bu.

Tapi saya akan bicara baik-baik sama dia,

Nanti pasti dia mau sama den Bagus.

Ya bu, ya?!

Tak berhasil membujuk pak Sugeng dan istrinya, pak Tejo mendekati den Bagus.

Pak Tejo

(memegang tangan den Bagus)

Den, piye toh Den, Pak lek akan berusaha

Lebih keras lagi setelah ini, piye?

Kamu mau kan, Den?

Lastri itu memang keras kepala, tapi dia baik dan penurut aslinya.

Ayolah, Den. Gimana Den?

Den Bagus melepaskan tangan pak lek dan tersenyum

Den Bagus

Maaf, pak lek!

Saya ikut bapak sama ibu saja.

Permisi.

Pak Sugeng, bu Tini dan Den Bagus masuk ke mobil mereka dan langsung pergi meninggalkan halaman rumah Lastri. Pak Tejo dan bi Ipah menggerutu dengan wajah cukup kesal dan kecewa.

Pak Tejo

(meremas tangannya)

Aduh, Las, Las. Piye kamu toh Las, menyiksa pak lek begini!

Bi Ipah

Mas, emas kita!

Pak Tejo

Kamu ini emas, emes, emas, emes.

Uangku itu lho, larii.....

Duh, Las....Lasss...

(menggaruk- garuk kepala)

Pak Tejo dan bi Ipah masuk ke dalam rumah.

CUT TO :

42.  EXT. PINGGIR SUNGAI – DAY

Lasmini berjalan dengan wajah penuh dengan kekesalan, sementara Lastri di belakangnya mengejar. Lastri sedikit berteriak memanggil nama Lasmini, namun tak dihiraukannya.

Lastri

         Mbaak! Tunggu, mbak!

Lastri berhasil mencegat Lasmini agar tak berjalan lebih jauh. Ia mengatur napas sebelum berbicara.

Lasmini

Sudahlah, Las. Nggak usah kamu ngejar-ngejar mbak, kalau kamu masih keras kepala!

Lastri

Apa Lastri salah dengan keputusan Lastri sendiri?!

Ayolah, mbak! Jangan begini,

Kita punya pilihan masing-masing.

Lasmini

             Pilihan apa?!

Kamu sudah berhenti bekerja dan pulang ke kampung, kan?

Artinya mau dinikahkan, toh?!

Lastri

(menepuk jidat)

Astaga, mbak!

Itu bukan pilihan, mbak. Las pulang kesini

Karena .....

Lasmini

(memotong)

Karena opo?! Dipecat?!

Lastri

Bukan, mbak!

Las yang mengundurkan diri!

Lasmini

Ah, sudahlah, Las! Males mbak sama kamu!

Bukan menurut saja.

 Kamu itu mempermalukan keluarga, tahu ndak?!

Lastri

Mbak! Lastri nggak mempermalukan siapapun!

Las sudah bilang jauh-jauh hari, belum waktunya Las nggak akan menikah.

Las akan menikah, tapi tidak sekarang!

Berapa kali harus Las bilang?!

Masalahnya ini-ini saja!

Las capek, Mbak! Capek!!

Kalau mbak yang mau menikah, kenapa mbak nggak mbak bilang aja sama pak lek!

Lasmini

Cukup, Las! Cukup!

(sedikit berteriak)

Orang-orang yang sedang beraktivitas di sekitar sungai menoleh ke arah Lastri dan Lasmini. Lastri dan Lasmini menyadari bahwa mereka sedang dilihat orang-orang.

Lasmini

 Kamu ndak ngerti, Las!

Ndak akan pernah ngerti!

Lasmini pergi meninggalkan Lastri. Lastri terdiam di tepi sungai. Ia bingung dan tidak mengerti dengan maksud Lastri.

Lastri

Mbak kenapa sih? Tadi pagi masih baik,

Sekarang kenapa aneh lagi?!

Gawai Lastri berdering. Ia mengambil gawai di tasnya dan mengangkat panggilan telepon.

Lastri

Halo? Bu Atik?

....

Oh, iya bu. Saya mau kesana sekarang.

Sebentar ya, bu. Saya masih di jalan.

Lastri mematikan teleponnya dan segera pergi meninggalkan tepi sungai. Dari belakang ada yang memanggil namanya, Lastri menoleh dan tersenyum ke arah orang itu. Orang itu mendekat.

Bi Ijah

Las, kamu mau mengajar toh?!

Lastri

(Mengangguk)

 Iya, bi!

bibi mau ikut aku?!

Bi Ijah

Iyalah, aku ikut! Bajuku sudah rapi begini.

Bi Ijah menujukkan pakaiannya yang berwarna merah cerah.

Lastri

 Iya, bi! Yuk!

Lastri dan bi Ijah pergi.

CUT TO :

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar