Dapur, Sumur, Kasur
2. 2

4.  I./E. DI DALAM MOBIL/PINGGIR JALAN – DAY - CONTINOUS

Terik matahari begitu menyengat, sinarnya menembus masuk ke dalam mobil yang ditumpangi Lastri dan keluarganya. Mobilnya adalah mobil tua, sedikit usang dan tidak ber-AC. Mereka yang ada di dalam mobil kepanasan. Mereka sampai harus mengipas-ngipas diri. Pak Tejo yang berada di kursi depan juga ikut kepanasan.

Pak Tejo

(menyapu keringat dengan kerah baju)

Piye toh, mas!

Panas sekali mobilmu ini!

Kenapa nggak dirawat?

Pak Supir

Piye toh, pak lek?!

Saya kan sudah bilang ini mobil tua!

Mau dirawat bagaimana pun tetap rongsokan, susah dibawa ke kota. Tapi pak lek ngeyel!

Yowis tak beri!

Pak Tejo kesal dengan jawaban pak supir. Ia menghela napas dengan kasar lalu menoleh ke kursi belakang.

Pak Tejo

Nduk, habis ini kamu mau ngapain?

Lastri

Kuliah lagi, pak lek!

Pak Tejo

Lah?!

Piye toh?!

Udah kuliah kok kuliah lagi!

Lastri

Iya, pak lek! Lastri kuliah lagi. Mau lanjut S2. Biar bisa jadi dosen, trus nanti mengajar.

Pak Tejo

Lho,lho, Lho.. piye toh, kalau mau mengajar ndak usah repot-repot kuliah lagi,

Ilmumu ndak cukup toh?! SMA 3 tahun, kuliah 4 tahun, nanti tambah berapa tahun lagi?!

(Menghadap ke depan)

Kalau mau mengajar, di kampung kita juga juga ada sekolah.

Mending kamu pulang kampung mengajar anak-anak disana.

Apalagi disana ada ponakanmu, si Cahyono.

Hitung-hitung meringankan beban mbakmu juga toh?!

sudah bekerja harus mengurus anak juga,

kalau begitu mana ada waktu dia mencari suami lagi.

Lastri

                  (mengernyit)

Lah, itu bukannya memang tanggung jawab perempuan yang sudah punya anak ya?

Merawat dan mengurus anaknya?

(V.O)

Kalau tidak mau mengurus kenapa dulu menikah dan punya anak?

Pak Tejo

Iya, kamu betul. Tapi mbakmu kan masih muda, cantik, masih produktif.

Sayang sekali kalau dia menjanda di usia segini.

Kamu ndak kasian toh sama mbakmu ini?

Lastri terdiam. Ia tak mampu berkata. Ia memalingkan wajahnya ke arah Lasmini yang duduk di kursi belakang. Ia menatap Lasmini dengan tatapan yang menyedihkan. Lasmini juga membalas tatapan Lastri dengan tatapan tak suka. Lastri kembali menghadapkan kepalanya ke arah depan. Ia menghela napas.

Lastri

Tapi, pak lek...

Pak Tejo

Tapi opo?

Lastri

Las juga udah punya tawaran pekerjaan. Jadi sebelum kuliah S2 Las kerja dulu.

Setahun atau dua tahun, setelah itu baru...

Pak Tejo

(Menggaruk-garuk kepala)

Baru opo?!

Ndok! Usiamu makin lama makin tua!

Makin keriput!

Jangan bikin aneh-aneh lah!

Sekarang lebih baik kamu pulang kampung, kamu tinggal disana, bantu mbakmu, ibumu!

Lastri

(kesal)

Piye toh pak lek?! Selama ini apa yang ndak Las kasih untuk keluarga ini?!

(Lastri menatap ibunya)

Buuu!!

Bu Ratna hanya terdiam. Ia tidak mampu mengatakan apapun. Ia menatap Lastri yang ada di sampingnya lalu membuang tatapannya ke arah yang lain.

Lastri

(Menggenggam tangan ibunya)

Buu..... jawab dong bu. Apa yang ndak Lastri kasih sama ibu, sama mbak, mbah? Hhmm..?

Jangan begini toh bu, jangan diem aja.

(Menahan rasa kesal)

Buu....

Suara Lastri yang terdengar sesegukan membuat bu leknya, Bi Ipah untuk angkat bicara.

Bi Ipah

Sudah toh! Sudah!

Kita semua tau apa yang kamu kasih ke kita,

Kamu menolong banyak di keluarga ini.

Uang bulanan kamu kirim ke kampung, kamu satu-satu yang kuliah di keluarga kita,

kamu pinter, lulusan terbaik.

Tapi sekarang...

ndak ada salahnya kamu denger pak lekmu. 

Pak lek mu ini bukan orang sembarangan lho, Kepala Desa, ingat! Kepala desa.

Jabatan paling tinggi di kampung kita, paling disanjung, paling dihormati di kampung.

Orang lain pada minta sujad-sujud dan minta tolong.

Lho, kamu ini keponakannya kok ndak mau ditolong?! Piye kamu ini!

Pak Tejo

Yasudah, kalau kamu ndak mau mengajar di kampung, gimana kalau kamu menikah saja?

Lastri syok.

Pak Tejo

Banyak kenalan pak lek yang punya anak laki-laki siap menikah,

orang kaya, cocoklah sama kamu.

Bi Ipah

Bener itu!

Perempuan kaya kamu toh ujung-ujungnya tetep sumur, dapur dan kasur, ya toh?!

Ndak perlu sekolah tinggi-tinggi. Coba tengok ibumu, mbakmu, semuanya nikah muda toh,

walau ujung-ujungnya cerai juga, hahaha.

Gelak tawa bi Ipah mendapat tatapan sinis dari bu Ratna, Lasmini, mbah Piah dan Lastri. Mereka sangat tak suka dengan ucapan bi Ipah tersebut, sangat menyinggung perasaan. Bi Ipah kemudian menghentikan tawanya tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Pak Tejo

Iya nduk, cukup patuh pada suamimu saja. Nurut, telaten melayani suami.

semua pasti berjalan dengan baik.

Lihat buk lek mu, nikah sama pak lek, bahagia-bahagia saja,

ndak perlu sekolah tinggi-tinggi.

Mbah Piah

Heii!!

Apa-apaan kalian berdua ini!

Ndak pernah habis menghakimi orang lain,

Sudah cukup!

Aku tidak pernah sudi cucuku menikah dengan laki-laki pilihanmu, Tejo!

Pak Tejo

Bukan begitu, bu. Tapi ceritanya kan begini, si Lastri ini sudah besar, sudah lulus kuliah juga,

jadi memang sudah saatnya kalau dia...

(BOOOOM!!!)

Suara ledakan terdengar dari luar, membuat orang-orang yang ada di dalam mobil tersentak. Mobil berhenti di pinggi jalan.

Pak Tejo

Opo iki mas?!

Kenapa toh?!

Pak Supir

 Mungkin bannya meletus, pak!

Sek, saya cek dulu.

Pak supir keluar dari mobil untuk mengecek keadaan mobil. Tak lama, ia berbalik lagi.

Pak Tejo

Gimana toh?

Pak Supir

Maaf, pak! Bannya meletus! Saya harus cari bengkel dulu, ndak bisa nganterin sekarang!

Pak Tejo

Piye kamu to

Yowes-yowes, aku jalan aja!

Turun semua turun!!

Pak Tejo keluar dari mobil diikuti keluarganya yang lain juga ikut turun.

Pak Supir

Pak, Pak! Tunggu pak!

Pak Tejo

Apa lagi?!

Pak Supir

Ongkos bengkel, pak!

Pak Tejo

(menggaruk kepalanya)

Ah! Ada-ada saja masalahnya!

(merogoh saku celana)

Nah, nah, ambil!

Pak Tejo memberikan beberapa lembar uang lima puluh ribuan kepada pak supir, lalu ia dan yang lainnya pergi meninggalkan pak supir. Mereka berjalan mencari rumah makan karena sudah semakin lapar.

Pak Tejo

Mau enak kok malah apes!

Mbah Piah

Gara-gara kamu toh! Ribut aja dari tadi.

Pak Tejo

Lho, kok salah saya toh, bu?!

Bannya meletus sendiri, kok!

Piye toh?!

Mbah Piah

Lah iyo, kalau bukan karena kamu yang ngompor-ngomporin Lastri gak mungkin kita begini,

Pak Tejo

Lah, ibu kok salahin saya toh?!

Salah saya dimana?!

Mbah Piah ingin menjawab, tapi ditahan Lastri.

Lastri

(Lastri merangkul mbah Piah)

Sudah toh mbah, Lastri ndak pa-pa.

Mending kita jalan lagi yuk, mbah.

(Menoleh ke belakang)

Bu, mbak, bik, yuk sini kita jalan bareng.

Bu Ratna, Lasmini, dan bi Ipah ikut berjalan bersama Lastri dan mbah Piah. Pak Tejo berjalan paling depan, tiba-tiba ia berbalik badan menghadap Lastri dan yang lainnya sambil berjalan mundur.

Pak Tejo

Jadi Las, Pesan Pak Lek tadi, bisa kamu pertimbangkan!

Mbah Piah

    (Melempar tongkatnya ke arah pak Tejo)

Tejoo!!!!

Pak Tejo sedikit berlari menjauh agar tak kena lemparan tongkat. Ia tertawa karena berhasil membuat mbah Piah marah.

CUT TO :

5.  EXT. HALAMAN DEPAN PENGINAPAN – KURSI KAYU – NIGHT

Lastri duduk dan termenung sendiri di sebuah kursi kayu. Ia menikmati angin malam dan kelap-kelip bintang yang tak ramai. Langit sedikit kelabu, cahaya bulan terhalang karenanya. Ia mengambil gawai yang tergeletak di sebelahnya. Lastri mengusap-usap layar gawai miliknya, ia sedang menunggu seseorang. Akhirnya ia putus asa.

Lastri

Hhmm... Pesanku kenapa nggak dibalas ya?

Lastri kembali meletakkan gawainya. Ia kembali menatap bulan yang nun jauh disana.

CUT TO :

6.  INT. KAMAR ROSSIE – NIGHT

Rossie tidur-tiduran di atas kasur sambil memainkan gawainya.

Rossie

Nih anak kemana sih?

Bilangnya mau pulang sore, udah jam 10 juga,

Gak balik-balik.

Pulang kampung apa die?

Gue coba telpon aja kali ya?!  

Rossie memencet menu panggilan yang ada di layar gawainya, lalu mendekatkan gawai ke telinganya.

CUT TO :

7.  EXT. HALAMAN DEPAN PENGINAPAN – KURSI KAYU- NIGHT

Gawai milik Lastri berdering. Tertulis nama Rossie di layar, Lastri mengangkatnya.

Lastri

Hallo?

 INTERCUT – PERCAKAPAN TELEPON

Rossie

Heh?! lo kemana aja?!

Kenapa gak pulang-pulang?!

Udah jam segini tau!

Lastri

(Penepuk jidat)

Iya, sorry, gue lupa ngabarin lo.

Gue ga pulang malam ini ya,

Malam ini aja ya, please!!

Besok kan keluarga gue mau balik ke kampung. Gapapa kan malam ini lo tidur sendiri?

Rossie

Ya ngggak pa-pa sih,

Tapi, lo serius tidur disana?

Lastri

Iya, kenapa?

Rossie

Lo ga pake kebaya lo itu, kan?

Lastri

Hahahah, ngelawak lo!

Yaa enggak lah!

Gue pinjem baju mbak gue,

udah mau tidur juga nih gue bentar lagi.

Rossie

Iya juga ya, ya bagus deh kalo gitu.

Lastri 

Lo perhatian banget sih sama gue.

Uuu... makin sayang,hahaha.

Rossie

Ciiih, najis, hahaha.

Yaudah kalo gitu, nggak pa-pa deh!

Salam aja dari gue sama keluarga lo.

Gue juga mau tidur sih.

Lastri

Eh tunggu dulu!

Rossie

Apa?

Lastri    

Besok pagi lo jemput gue bisa nggak, sih?

Rossie

Bisa kok, apa sih yang enggak buat lo?!

Lastri

Kalau gitu, besok jam delapan ya, sama tolongin bawain kemeja gue,

sama dokumen yang ada di atas meja.

Rossie

Ada lagi nggak?

Lastri

(menggeleng)

Itu aja deh, kayanya.

Rossie

Okee deh. Yaudah, bye!

Lastri

Bye!

Lastri menutup panggilannya, kemudian bangun dari duduknya. Lastri melangkah masuk ke dalam penginapan, karena cuaca semakin dingin. Tiba-tiba Lasmini sudah ada di hadapannya.

Lastri

Mbak?

Udah lama disini?

Duduk mbak.

Lastri mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam. Lasmini hanya berdiri menatap Lastri sambil menyilangkan kedua tangannya.

Lastri

(bingung)

Kenapa mbak?

Lasmini

Hhmm...

Nggak ada sih, Cuma mau ngobrol aja sama kamu.

Lastri

                  (bingung)

Ngobrolin soal apa, mbak?

Lasmini

Mbak Cuma mau bilang, kamu nggak perlu repot-repot untuk ngurusin anak mbak

seperti yang disuruh pak lek, karena mbak bisa sendiri.

Lastri merasa tak enakan dengan Lasmini.

Lastri

Mbak maksud aku bu..kan....

Lastri

Tapi mbak setuju dengan tawaran pernikahan itu.

Memang lebih baik kamu menikah, mengurusi suami dan punya anak.

Usiamu juga akan semakin tua, nggak bagus lho menunda-nuda ibadah,

ibu juga semakin tua, mbah mu juga begitu.

(mendekatkan kepalanya ke arah Lastri)

Apa kamu ndak mau membahagiakan mereka?

Lastri

(mengepalkan tangannya)

Tapi mbak....

Lasmini

Bahkan teman-teman yang seumuran denganmu saja sudah ada yang punya satu....dua.

Apa kamu ndak iri?

Lastri

Apa harus diperlombakan seperti itu?

Lasmini

Ya! hidup ini kan perlombaan!

Lastri

Tapi mbak, nggak semuanya harus diperlombakan seperti itu, mbak.

Ada hal-hal yang memang lebih baik berjalan begitu saja.

Lasmini

Kenapa bicara begitu?!

Apa karena kamu belum menikah dan belum punya pacar?!

Lastri

(mengepalkan tangan)

Aku punya pacar!

Lasmini

                  (tersenyum sinis)

Ah, masa?!

Tapi nggak pernah tuh kamu kenalin ke kita.

Jangan-jangan....

Kamu bohong, ya?

Karena memang nggak ada laki-laki yang suka sama kamu?

Iya, kan?

Lastri

(kesal)

Mbak!!

Mbah Piah

Lass...

Mbah Piah datang mengejutkan keduanya yang tengah beradu mulut.

Lasmini

(syok)

Mbaah?!

Lasmini terdiam. Ia tak berkutik saat melihat mbah Piah sudah berada di belakangnya.

Lastri

Ibu nyari kamu tadi.

(menunjuk ke arah penginapan)

Lasmini langsung pergi tanpa pamit. Ia meninggalkan Lastri dan mbah Piah. wajahnya pucat dan ketakutan. Setelah Lasmini pergi, Mbah Piah mendekati Lastri. 

Lastri

(matanya berkaca-kaca)

Mbaah...

Mbah Piah

(duduk di kursi)

Ndak papa,

semua orang memang seperti itu, nggak ngerti keadaan kita, apa yang kita mau,

mereka selalu memaksa kehendak mereka pada kita. Dan urusan kita Cuma satu,

tidak perlu peduli.

Lastri

Mbaah....

(memeluk mbah Piah)

Mbah Piah

Ngomong-ngomong,

(memegang tengkuk lehernya)

Sekarang mbah lagi capek, pegel-pegel juga,

kamu pijitin mbah bisa?

Udah lama toh mbah ndak dipijitin kamu.

Lastri

(mengangguk)

Bisa, mbah, bisa! Sini aku pijitin mbah.

Lastri berdiri dan memijit bahu mbah Piah dengan perlahan.

Lastri

Begini, mbah?

Mbah Piah

(mengangguk)

Enak sekali toh pijitan kamu!

Lastri melanjutkan pijitannya sampai kedua belah tangan mbah piah.

Mbah Piah

Nduk, kamu jangan terlalu pusing dengan omongan pak lek, mbakmu sama buk lekmu itu,

mereka memang begitu.

Lastri

(mengangguk)

Iya mbah. Lastri nggak apa-apa kok.

Mbah Piah

Kamu mau disini, mau di kampung bebas. mau nikah sekarang atau nanti, juga bebas.

Yang penting kamu bahagia dengan pilihanmu sendiri.

Mbah Cuma gak mau cerita lama terulang lagi.

Lastri

Cerita apa mbah?

Mbah Piah

Masalah ibumu dan mbakmu. Nikah muda, cerai muda,

mau ndak mau harus banting tulang sendiri. Terpaksa harus ngurusin anak sendirian juga.

Ini juga salah mbah dulu,

membiarkan mbah kakungmu menikahkan mereka di usia yang sangat muda.

Ibumu 16, mbakmu 17.

Mereka ndak siap dalam hal apapun, bertengkar sama suaminya, jadi ribut, ujungnya pisah.

Setelah mbah kakung ndak ada, mbah ndak mau melakukan itu.

Mbah ndak mau itu terjadi sama kamu, jadi janda di usia muda.

Lastri

Makanya kampung kita bisa jadi kampung janda ya mbah?

(tertawa)

Hahaha.

Mbah Piah

(memukul Lastri)

Heh! Kamu ada-ada saja... hahaha

CUT TO :

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar