Jalan Bareng Bule Jerman

Well, jalan bareng Natalia adalah pengalaman baru dalam hidupku. Ini pertama kalinya aku jalan berduaan bersama cewek Jerman di pusat kota. Tapi, aku tidak menyangka kalau sikap orang-orang di sekitar begitu heboh dalam merespons kedekatan kami.

"Tamunya, Mas?" Tanya seorang tukang becak yang mencoba menawarkan jasanya pada Natalia sewaktu kami makan pagi di lesehan pedagang kaki lima.

"Bukan, Pak, dia teman saya." Aku menjawab dengan sopan meskipun hatiku penuh dengan emosi. Hellowww… masa aku dikira seorang guide?

"Di sini kalau ada bule jalan sama orang pribumi pasti orang pribumi itu dikira pemandu wisata, Mas." Pedagang lesehan gendut yang mirip hasil perkawinan antara kerbau dengan orang-orangan sawah ikut-ikutan berkomentar.

Aduh, kalian tega sekali!

Pertanyaan-pertanyaan sumbang pun bermunculan. "Ketemu di mana? Facebook, ya? Tinder, kan? Instagram, pasti!"

"Flores!" seruku.

Ada juga yang merekomendasikan tempat wisata mana yang harus kami kunjungi di Jogja. Ada yang berharap hubungan kami bisa viral seperti kisah cinta beauty and the beast. Ada pula yang iseng-iseng merekomendasikan langsung main ke hotel saja.

Aku memicingkan mata padanya karena merasa perkataan tersebut sudah kelewatan, Tidak semudah itu, Bos!

Aku merasa tidak perlu lagi menjaga sopan santun di hadapannya. "Itu pelecehan seksual, lho!"

"Ya ampun, ini percakapan rahasia antara sesama pria dewasa, jadi wajar saja karena itu hal yang manusiawi." Dia seenaknya saja bicara.

Dasar keparat! Rasanya aku ingin sekali menyemprotkan kemarahanku, tapi aku harus menahannya di depan semua orang  yang menyimak obrolan ini dan wisatawan lokal maupun mancanegara yang sedang menikmati udara pagi di sepanjang trotoar.

"Ngomong-ngomong, wanita Eropa tidak suka dengan pria perokok." Aku berusaha memprovokasi pria kurang ajar itu sambil menatap matanya dengan sorot bengis.

"Oh, benarkah? Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya dingin.

"Tahu aja. Karena rokok menyebabkan impotensi. Kau tahu kan, pria impoten tidak bisa ereksi? Wanita Eropa tidak suka pria seperti itu. Udah impoten, 'kecil' lagi. Jangan harap deh dapat one night standing love.

"Memangnya punyamu 'besar'?" Pria perokok itu mulai terprovokasi.

"Hmm, lebih 'besar' dari punyamu."

"Wah, pantas saja dia mau jalan bersamamu." Orang gila itu tiba-tiba tersenyum kecut.

Sambil menahan darahku yang sudah sampai ke kepala, aku mencemooh orang gila itu dengan kasar. "Heh, selain impoten, ternyata otakmu juga rusak, ya! Kalau kau terus seperti ini, kau tidak akan pernah punya pacar."

"Sem… sembarangan kalau ngomong!" bentak bajingan itu, mimiknya menjadi kaku karena berang. "Kau bilang apa barusan?" 

"Benar, kan? Pelecehan seksual itu menyebalkan, bukan? Makanya, hargai wanita."

"Apa maumu? Mau berkelahi?" Gaya pria perokok itu yang gemetaran, tatapan mata keras, dan tangan terkepal seperti orang yang menunjukkan gejala TBC membuatku merasa sangat jengkel.

"Ayo maju. Berapa orang pun boleh. Silakan saja!"

"Sudah, sudah! Jangan berkelahi di tempat umum. Nanti kalian bisa ditangkap Satpol PP."

Tukang becak dan beberapa orang yang menyaksikan ketegangan ini baru berani membuka mulut setelah beberapa waktu membungkam.

"Rick, ayo kita pergi dari sini." Natalia yang tidak paham maksud obrolan kami tetapi mengerti betul situasi panas ini hanya bisa membalas pandangan khalayak dengan senyuman.

"Hmm, baiklah." Aku mengasihani diriku yang mengalami kejadiaan seperti ini saat jalan bareng bule Jerman.

5 disukai 5.8K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Saran Flash Fiction