PENGKI

Aku dan teman – teman Reunian di restoran Mall. Selesai makan, kami bercerita tentang pengalaman tergokil.

“Gila emang gue. Masih SD udah ngerti nonjok orang.” Tasya menghakhiri cerita. 

“Tapi gedenya lu malah feminim.” Balas Oktia.

“Benar – Benar.” Sambung Ayu.

“Kalo gue kebalikan dari lu. Gue dibacok pake pengki.” Ucapku.

“Pengki?” Detia bingung. “Anjir dibacok.”

Stevani ketawa. “Oh gue tau itu. Dia berantem sama cowok namanya Richand. Ceritain sel."

“Jadi, Richand ini suka banget godain teman gue, gak cacat tapi gak normal gitu dari lahir, namanya Melisa. Dia berbeda lah dari kita semua. Ya.. karena kasihan gue belain dong, tapi gue malah kena petakanya. Eh dia ngeledek bokap gue.”

*FLASHBACK*

Kelas sedang bebas padahal jam pelajaran. Namanya juga sekolah akreditasi "B". Di kelasku, siswanya bisa dihitung dengan jari. Aku dan teman – teman sedang main Hp, tapi aku risih, mendengar Richand menggodai Melisa terus. “Richand! Udah kek. Gak punya hati banget sih lu jadi cowok. Kasihan tau Melisanya.” 

“Oh lu mau gue godai juga?” Balasnya tengil.

“Apaan sih.” Aku kembali ke Hp.

Richand berjalan ke depan kelas. “Hansel.” Aku menoleh. Richand di depan mengejekku dengan berjalan pincang. Aku menahan marah ditambah mendengar teman – temannya tertawa. 

“Jangan didengarin sel. Orang gila.” Ujar Stevani.

“Udah bege chand, hobi banget lu godain orang.” Ucap gilang. Richand kembali ke kursinya dengan ekspresi senang.

Aku geram dan kesal. “Dasar hidung besar!” Richand mensinisiku. “Kenapa? Marah? Lu bisa ngejek bapa gue, tapi lu dikatain marah kan. Makanya jangan suka ngeledek orang.” 

“Anjing lu! ribut yok!” Richand bangkit berdiri, sigap ditahan teman – temannya.

“Ayo!”

“Chand udah chand. Masa lu sama perempuan ribut.” Balas Kelvin.

“Banyak gaya ih amit – amit. Dasar hidung besar.” Aku bergumam sambil main Hp.

Richand mendengar. Melangkah kearah pintu. Dia mengambil pengki dari balik pintu. “Hansel…!”

Awalnya aku tidak tau kalau dia mau menyerangku, tapi saat dia sudah mengangkat pengki ke atas, aku segera keluar dari meja untuk menghindarinya karena ketakutan. Richand mendekatiku dan langsung membacokku. Sigap aku melindungi diri dengan tangan.

Ketika aku membuka mata. Aku melihat tangan kananku berdarah. Kulitku mengelupas, tapi aku tidak menangis. Pengki sudah hancur dan berserakan. Teman – temanku yang hanya lima orang, mendekatiku dan panik.

“Richand! Gila lu ya jadi cowo, kasar banget ih.” Marah Fenti.

“Ayo kita ke ruangan bu Donda.” Ajak Stevani. Kami bergegas ke ruangan Kepala sekolah.

Yusuf gendut terpukau, tersisa batang pengki. “Gila... Utuh."

*END OF FLASHBACK*

“Itu menjadi pengalaman gue ter-ter-ter gak tau gue harus menamainya apa. Pokoknya menjadi sejarah dalam hidup gue. Parah emang.”

“Horor njir. Trus dia dipanggil gak orangtuanya?” Tanya Tasya.

“Dipanggil. Bapaknya datang ke sekolah. Mukanya sangar banget, sama kaya anaknya lah.”

“Gak ada akhlak tuh cowo. Gak mikir – mikir dulu siapa mangsanya, asal main bacok aja.” Sambung Avi.

“Eh eh guys udah yuk. Kita dari tadi dilihatin sama pelayan loh, kita sudah selesai makan tapi gak pergi – pergi. Kita udah bayarkan.” Ucap Nadia sambil membereskan barang-barangnya. Aku dan teman-teman buru-buru bergegas keluar.

8 disukai 3 komentar 7K dilihat
Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Enggak sih. Aku nanya aja, pengki itu sejenis apa?
@tidakadashinahariini : Maaf apakah ada yang salah dengan kata pengki?
Kamu tahu nggak pengki dalam bahasa Indonesia itu apa?
Saran Flash Fiction